Islamedia - Kita panjatkan puji syukur ke hadirat Allah subhanahu wa ta’ala.
Kita ucapkan shalawat dan salam untuk junjungan kita Nabi Muhammad,
juga untuk segenap keluarga dan sahabatnya, serta siapa saja yang
menyerukan dakwahnya hingga hari kiamat.
Wahai Ikhwan yang mulia, saya sampaikan salam penghormatan Islam, salam penghormatan dari sisi Allah yang diberkati dan baik: assalamu’alaikum wa rahmatullah wa barakatuh.
Amma ba’du. Kita memohon kepada Allah subhanahu wa ta’ala
agar menjadikan pembukaan ini baik dan diberkahi, sehingga kita bisa
mengambil manfaat dari apa yang kita ucapkan dan dari apa yang kita
dengarkan dalam pertemuan-pertemuan rutin ini, yaitu manfaat yang
bernuansa ruhiah dan persaudaraan, agar ikatan Islam yang mulia itu
semakin kuat di antara hati dan perasaan kita, sehingga kekuatan kaum
muslimin berpadu di atas hal terbaik yang dicintai dan diridhai oleh
Allah, yaitu berupa amal ketaatan kepada-Nya dan amal yang diridhai-Nya.
Kita memohon kepada Allah agar
memberkahi pertemuan-pertemuan ini, supaya kita bisa mengambil dua
manfaat: Pertama adalah manfaat yang berkaitan dengan hati dan kedua
adalah manfaat yang berkaitan dengan ilmu. Saya tidak menganggap bahwa
dalam pertemuan-pertemuan ini telah menyampaikan hal-hal yang tidak Anda
ketahui, melainkan sekedar menyampaikan ungkapan-ungkapan perasaan yang
kita bicarakan bersama dan kita berkumpul untuknya, serta
pengarahan-pengarahan yang barangkali bisa menambah ilmu kita. Kita
memohon kepada Allah agar memperkuat ikatan kita, menambahkan kecintaan
kita karena-Nya, memperlihatkan kebenaran kepada kita sebagai kebenaran
serta memberi kita kemampuan melaksanakannya, memperlihatkan kebatilan
kepada kita sebagai kebatilan serta memberi kita kemampuan untuk
meninggalkannya, dan mengilhami kita kelurusan dan kebenaran.
Ya Allah, sesungguhnya kami memohon
pertolongan, petunjuk, dan ampunan-Mu. Kami bertaubat, beriman, dan
bertawakal kepada-Mu. Ya Allah, janganlah Engkau serahkan urusan kami
kepada diri kami sendiri, walau sekejap saja, atau bahkan lebih cepat
dari itu, duhai sebaik-baik Pangabul Doa.
Ikhwan sekalian, serial kajian kita pada tahun lalu adalah: “Kajian- Kajian tentang Kitab Allah subhanahu wa ta’ala“.Sebagaimana
yang pernah sayakatakan kepada Anda semua, tujuan kita dari kajian
tersebut bukanlahmelakukan penafsiran ilmiah dan penjelasan makna-makna
ayat secaraterminologi, tetapi bermaksud mengadakan perenungan tentang
kitabAllah subhanahu wa ta’ala, untuk mencari pelajaran, mencari jendela-jendela yang bisamengantarkan kita kepada sedikit pemahaman tentang kitab Allah subhanahu wa ta’ala.Kitab
Allah ibarat samudera yang kaya raya dengan mutiara, maka dari arah
mana pun Anda mendatanginya, akan menemukan banyak kebaikan. Karena
itulah, kita mengkaji beberapa tujuan umum dan global yang dikemukakan
oleh ayat-ayat Al-Qur’an.
Ikhwan sekalian, kita bekerjasama untuk memahaminya secara jelas, dan alhamdulillah hal
itu memang cukup jelas dan gamblang; dengan harapan agar masing-masing
dari kita memiliki kunci untuk memahami ayat-ayat dalam kitab Allah,
yang bisa digunakannya sendiri untuk membuka pemahaman tersebut setiap
kali ia mendapat kesempatan dan setiap kali ia ingin menambah cahaya,
pengetahuan, dan manfaat dari kitab Allah ini.
Ikhwan sekalian, inilah tujuan-tujuan
kita. Mudah-mudahan kita mendapatkan manfaat dari aspek ini, sehingga
setiap Ikhwan telah mengakrabi mushafnya, mengambil pelajaran, dan
merenungkan hakikatnya.
“Dan sesungguhnya telah Kami mudahkan Al-Qur’an untuk pelajaran,maka adakah orang yang mengambil pelajaran?” (QS. Al-Qamar: 17)
Kita tidak menganggap kajian-kajian ini telah sempurna, karena setiap kali orang mengarahkan pandangannya kepada kitab Allah subhanahu wa ta’ala,
niscaya ia mendapati kandungannya seperti lautan luas yang tidak pernah
habis dan tidak bertepi. Dia adalah firman Allah Yang Mahatinggi lagi
Mahabesar.
Saya pun tidak menganggap bahwa kajian kita tentang kitab Allah subhanahu wa ta’ala telah berakhir, sehingga kita mengadakan serial kajian dengan tema lain. Kitab Allah subhanahu wa ta’ala selalu baru. Di mana pun Anda melihatnya, niscaya mendapatkan makna-makna baru yang luas, serta kebaikan yang banyak.
Wasiat saya kepada Anda semua, wahai
Ikhwan, hendaklah kalian mengadakan interaksi dengan Al-Qur’an setiap
saat, karena kalian akan mendapatkan manfaat baru setiap kali mengadakan
interaksi dengannya. Namun demikian, sekarang kita ingin mengadakan
kajian baru mengenai sirah Nabi shalallahu ‘alayhi wa sallam.
Dalam tarikh Islam terdapat
kajian-kajian umum, yang sekali lagi saya tidak mengklaim bahwa saya
bisa menguasai permasalahan sejarah secara mendetail, mengetahui
peristiwa-peristiwa di dalamnya satu per satu, atau pun bisa menjelaskan
hal-hal yang diperselisihkan oleh para ahli sejarah atau yang masih
terjadi perbedaan pendapat mengenainya. Itu semua bukan merupakan tujuan
kita dalam mengadakan kajian-kajian singkat ini, melainkan tugas para
penulis sejarah dan ulama tarikh yang mengkajinya secara mendalam.
Maksud kita melakukan kajian-kajian ini
adalah agar kita bisa mengetahui beberapa pelajaran, nasihat, aspek
ilmiah yang menonjol di dalamnya, dan apa yang menjadi kebutuhan
mendesak dalam kehidupan kita, kehidupan yang dipenuhi dengan jalan yang
berliku-liku, dan pemikiran serta perasaan yang carut-marut.
Ikhwan sekalian, kita membutuhkan pelita
penerang, agar kita bisa melihat jalan yang akan kita lalui, sehingga
kita tidak bingung atau tersesat. Kita perlu mengambil pelajaran praktis
dari sebagian perbuatan yang menonjol dalam sirah Nabi shalallahu ‘alayhi wa sallam
dan sejarah dakwah Islam ini dalam berbagai periode yang dilaluinya,
yang merupakan dakwah penyelamat dan petunjuk. Hal ini telah
diisyaratkan dalam kitab Allah subhanahu wa ta’ala, “Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagi kalian (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat.” (QS. Al-Ahzab: 21)
Ikhwan sekalian, kita tidak akan bisa
meneladani seseorang tanpa mengenal siapa yang kita teladani itu dan
mengetahui keadaan-keadaan dan perbuatan-perbuatannya, agar peneladanan
itu benar dan jelas. Itulah yang kita maksudkan dari kajian sirah nabi
secara singkat ini. Kita memohon kepada Allah agar meluruskan
langkah-langkah kita. Sesungguhnya Dia Maha Mendengar lagi Maha
Mengabulkan.
Ikhwan sekalian, para sahabat Nabi shalallahu ‘alayhi wa sallam
yang bergaul dengan beliau, mengerti keadaan-keadaan beliau,
terpengaruh oleh ajaran-ajaran beliau, dan mendapatkan kesan mendalam
dari kepribadian beliau, sangat teliti dan sangat berkeinginan menambah
pengetahuan tentang keadaan nabi shalallahu ‘alayhi wa sallam.
Sahabat yang bepergian, bila datang dari kepergiannya itu akan bertanya
kepada sahabat-sahabatnya tentang keadaan-keadaan Nabi shalallahu ‘alayhi wa sallam
yang mereka lihat, sabda-sabda beliau yang mereka dengar,
peristiwa-peristiwa yang terjadi sepeninggalnya, serta wahyu yang turun
selama kepergiannya. Mereka juga bertanya tentang orang-orang terdekat
beliau, tentang ummahatul mukminin dan apa saja yang mereka ketahui dan
sabda-sabda dan perbuatan-perbuatan Nabi shalallahu ‘alayhi wa sallam.
Suatu ketika ada dua orang yang datang kepada Aisyah radhliyallahu ‘anha, dan bertanya, “Wahai Ummul Mukminin, ceritakan kepada kami tentang keadaan Nabi shalallahu ‘alayhi wa sallam
yang paling menakjubkan yang pernah engkau lihat.” Aisyah menjawab,
“Apa yang bisa kuceritakan kepada kalian? Karena seluruh keadaan beliau
menakjubkan.”
Kemudian perhatikanlah apa yang
diceritakan Aisyah kepada mereka. Aisyah menceritakan salah satu keadaan
beliau ketika malam tiba, ketika setiap kekasih menyendiri dengan
kekasihnya. Saat itu, beliau shalallahu ‘alayhi wa sallam menyendiri dengan Tuhannya, bersungguh-sungguh dalam bermunajat dan berdoa kepada-Nya. Sayidah Aisyah radhliyallahu ‘anha memberitahu mereka tentang hal ini serta menunjukkan salah satu kebiasaan Nabi shalallahu ‘alayhi wa sallam.
Aisyah bercerita bahwa pada suatu malam Nabi shalallahu ‘alayhi wa sallam
datang usai shalat isya’. Beliau tidur sebentar, kemudian bangun dari
tidurnya. Beliau menuju geriba, lalu berwudhu. Selanjutnya, beliau mulai
shalat, lalu menangis. Beliau terus saja shalat sambil menangis,
sehingga air mata beliau bercucuran membasahi tikar. Beliau masih
shalat, menangis, dan bercururan air mata, sampai Bilal datang
memberitahu beliau tentang kedatangan waktu subuh. Maka Bilal bertanya,
“Mengapa engkau menangis, Rasulullah, sedangkan Allah telah mengampuni
dosamu yang telah lalu maupun yang akan datang?” Nabi shalallahu ‘alayhi wa sallam pun bersabda,
“Celaka engkau Bilal, bagaimana aku tidak menangis sedangkan pada malam hari ini telah diturunkan kepadaku satu ayat, yang barangsiapa membacanya tetapi tidak meresapinya, maka celakalah ia!” Kemudian beliau membaca firman Allah subhanahu wa ta’ala, “(Yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadaan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata), ‘Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia. Mahasuci Engkau, maka peliharalah kami dari siksa neraka.’” (QS. Ali Imran: 191). Kemudian beliau shalallahu ‘alayhi wa sallam bersabda,“Celakalah siapa yang membacanya, tetapi tidak memikirkannya.”
Orang yang berakal hendaklah
memperhatikan kerajaan langit dan bumi, serta merenungkan keagungan,
kesempurnaan, dan keindahan ciptaan yang ada dalam jagad raya ini serta
memperhatikan apa yang diciptakan oleh Allah subhanahu wa ta’ala, sehingga ia bisa merasakan keagungan dan kekudusan Allah Sang Pencipta Yang Mahabesar ini.
Jika Anda melakukan ini, maka Anda akan merasakan keagungan Sang Pencipta subhanahu wa ta’ala.
Hal itu akan diikuti dengan pengetahuan mengenai rahasia
ciptaan-ciptaan ini, yang satu sama lain saling berkaitan. Masing-masing
diciptakan dengan konstruksi yang sempurna, serta semua memberikan
manfaat kepada manusia; sehingga Anda akan mencapai tingkatan yang lebih
tinggi dari tingkatan Anda sekarang, yaitu tingkat keyakinan hakiki
dalam perbuatan dan perasaan akan keagungan Sang Pencipta Yang
Mahaagung.
Biji ditanam… dengan kekuasan Allah ia
tumbuh… dengan kekuasaan-Nya ia besar… dengan kekuasaan-Nya ia berbuah,
dan semua itu hanya dalam waktu yang terbatas dan dengan takaran yang
akurat, yang tidak mungkin keliru.
Barangsiapa mengetahui hal ini,
memperhatikan keistimewaan-keistimewaan ini, pasti bertambah keimanannya
akan keagungan sang Pencipta, sehingga ia semakin tunduk kepada
kekuasaan-Nya. “Tidakkah kalian melihat bahwasanya Allah menurunkan hujan dari langit lalu Kami hasilkan dengan hujan itu buah-buahan yang beraneka macam jenisnya. Dan di antara gunung-gunung itu ada garis-garis putih dan merah yang beraneka macam warnanya dan ada (pula) yang hitam pekat. Dan demikian (pula) di antara manusia, binatang-binatang melata dan binatang-binatang ternak ada yang bermacam-macam warnanya (dan jenisnya).” (QS. Fathir: 27-28)
Jenis tumbuh-tumbuhan menurut statistik
yang dibuat oleh para ilmuwan mencapai sekitar 1200 jenis, yang satu
berbeda dari yang lain dan masing-masing mempunyai hukum-hukum
perkembangannya sendiri. Meski demikian, para ilmuwan masih menganggap
diri mereka bodoh tentang rahasia-rahasia tumbuhan. Kehidupan beserta
berbagai rahasia yang ada di dalamnya, benda-benda beserta berbagai
keanehan dan keajaibannya, semuanya mempunyai hukum-hukum yang
menakjubkan. Ilmu alam yang sangat banyak, yang telah dijangkau oleh
akal manusia, semuanya merupakan tanda-tanda kebesaran Allah subhanahu wa ta’ala.
Ikhwan sekalian, kita kembali kepada
kisah kedua sahabat tadi. Sekalipun kedua sahabat tersebut telah
mengetahui banyak tentang keadaan-keadaan Nabi, mereka tidak merasa
cukup sebelum datang meminta tambahan informasi dari Ummul Mukminin
Aisyah radhliyallahu ‘anha agar Ummul Mukminin bercerita tentang kebiasaan-kebiasaan Nabi shalallahu ‘alayhi wa sallam yang tidak mereka ketahui.
Demikianlah mereka sangat berminat untuk mengetahui seluk-beluk kehidupan Rasulullah shalallahu ‘alayhi wa sallam.
Mereka tidak cukup mengetahui hal ini untuk diri mereka sendiri, tetapi
mereka bahkan mengajarkannya kepada anak-anak mereka dan orang-orang
yang ada di lingkungan mereka. Diriwayatkan dari Sa’ad bin Abi Waqash radhliyallahu ‘anhu yang berkata, “Sungguh, kami bercerita kepada anak-anak kami peperangan-peperangan Nabi shalallahu ‘alayhi wa sallam sebagaimana kami mengajari mereka hafalan surat dalam Al-Qur’an.”
Ikhwan sekalian, minat besar kaum salaf
pendahulu kita ini memberikan motivasi kepada kita kaum muslimin
—sedangkan kita tidak pernah menyaksikan keadaan-keadaan beliau shalallahu ‘alayhi wa sallam,
tidak pernah mendengar sabda-sabda beliau, dan tidak pernah melihat
perbuatan-perbuatan beliau— untuk mempelajari sirah Nabi, supaya kita
mendapatkan manfaat darinya. Jika Anda tekun membacanya, menyingkap
detail-detail peristiwanya, dan menjalin interaksi dengannya, maka Anda
akan mendapatkan beberapa manfaat, yaitu ruh Anda semakin peka, hati
semakin bercahaya, sehingga dalam diri Anda tumbuh cinta dan ingatan
yang berpengaruh kuat dalam mengarahkan kepribadian, membangunkan
perasaan, dan memperkuat ruh Anda. Jadi, pada hakikatnya Anda akan
mendapatkan tiga manfaat: manfaat rubiyah (spiritual), manfaat nafsiyah (kejiwaan), dan manfaat ‘athifiyah (perasaan).
Wahai Akhi, Anda merasa seakan-akan
hidup bersama mereka, mendengar pembicaraan mereka, beserta mereka dalam
amal-amal mereka, dan mengikuti kajian-kajian mereka.
Demikianlah, wahai Akhi, setiap kali
melalui satu periode dalam sirah, Anda akan merasakan kebersamaan
ruhiyah, karena kebersamaan fisik tidaklah mungkin Anda peroleh. Anda
akan merasakan ketinggian perasaan, cahaya kejiwaan, di samping
memperoleh manfaat praktis dalam bidang pengobatan, peradilan, muamalah,
dan penanganan seluruh aspek kehidupan.
Ketika membaca sirah, berarti Anda melengkapi kitab Allah subhanahu wa ta’ala dengan satu bagian pelengkap bagi syariah Allah, yaitu sunah muthaharah.
Saya kagum kepada Ustadz Ghamrawi ketika pada suatu hari saya
menyerahkan risalah “Minhaj Tsaqafi” kepada beliau. Dalam risalah
tersebut disebutkan berbagai buku yang harus dibaca oleh saudara muslim.
Beliau berkata, “Saya berpendapat tidak perlu memperbanyak buku dan
tema yang dibaca. Cukuplah jika seorang saudara muslim ingin mendapatkan
wawasan dan pendidikan Islam, ia senantiasa membaca kitab Allah dan
mengkaji sirah Nabawiyah. Jika ia melakukan hal itu, ia bisa menghemat
waktu dan tetap meraih manfaat, di samping bisa menikmati apa yang
dibacanya. Ia akan langsung menuju sumber manfaat tanpa berbelok-belok.”
Karena itu, saya memilih sirah Nabi
sebagai tema dalam kajian-kajian yang akan kita adakan dalam Hadits
Tsulatsa. Sebagaimana yang telah saya katakan, kita tidak terikat dengan
peristiwa-peristiwa sejarah dan kejadian-kejadian secara mendetail
dalam sirah Nabi, tetapi kita akan langsung menuju sumber pelajaran,
insya Allah. Cukuplah perjumpaan kita pada malam ini.
Saya akhiri pembicaraan saya. Saya
memohon ampunan kepada Allah, untuk diri saya dan untuk Anda semua.
Semoga Allah melimpahkan shalawat dan salam kepada Sayidina Muhammad,
juga kepada segenap keluarga dan sahabatnya.
Hasan Al Banna
hasanalbanna.com