Islamedia - Setelah
genap berusia 11 tahun, Institute for the Study of Islamic Thought and
Civilizations (INSISTS) menengok kembali perjalanan dakwahnya selama ini. Dalam
kurun waktu itu, INSISTS dianggap telah berhasil menggelorakan sebuah tren
pemikiran Islam baru.
Jika belakangan ini pemikiran Islam di Indonesia seolah identik dengan epistemologi yang mengekor ke Barat, maka kini INSISTS tampil sebagai antitesisnya. Hal ini terungkap dalam acara diskusi Tasyakuran 11 Tahun Perjalanan Dakwah INSISTS.
Jika belakangan ini pemikiran Islam di Indonesia seolah identik dengan epistemologi yang mengekor ke Barat, maka kini INSISTS tampil sebagai antitesisnya. Hal ini terungkap dalam acara diskusi Tasyakuran 11 Tahun Perjalanan Dakwah INSISTS.
“INSISTS
telah berhasil mempopulerkan worldview
Islam. Sekarang, banyak orang yang sadar bahwa kita tidak perlu meninggalkan
tradisi intelektual Islam kepada Barat, sebab untuk maju memang tak mesti
mengekor Barat,” ungkap Dr. Hamid Fahmy Zarkasyi, pengelola Institut Studi
Islam Darussalam (ISID) Gontor yang juga mengemban amanah sebagai Direktur INSISTS.
Bukan
sekedar memberikan tantangan terhadap sekularisme atau sekularisasi ilmu
pengetahuan, INSISTS juga telah menginisiasi gerakan islamisasi ilmu
pengetahuan. Untuk mencapai tujuannya secara optimal, tentu saja, INSISTS perlu
membangun lembaga pendidikannya sendiri. “Kita terus ber-ikhtiar agar INSISTS dapat mengelola perguruan tingginya sendiri,”
ujar Adnin Armas, Direktur Eksekutif INSISTS.
Untuk
mewujudkan cita-cita yang besar itu, INSISTS harus menghadapi sejumlah
tantangan. Meski demikian, semua itu bukan alasan untuk bersikap pesimis. Dr.
Adian Husaini, salah satu pendiri INSISTS, mengatakan bahwa sejak dulu masalah
selalu ada. “Ada tiga masalah yang selalu dihadapi oleh setiap pergerakan
Islam, yaitu uang, biaya dan dana,” ujarnya yang segera direspon dengan tawa
oleh para peserta tasyakuran. “Bagaimana pun, kita selalu bisa melalui masalah
keuangan ini dengan semangat jihad.
Banyak yang siap berjihad dengan hartanya untuk membantu cita-cita INSISTS.
Semua pencapaian yang kita lihat sekarang ini diawali dengan kondisi tanpa
dana,” ungkap penulis produktif yang satu ini.
Untuk
mencapai tujuan akhirnya, para aktivis INSISTS harus banyak-banyak bersabar
dalam perjuangannya. “Bisa jadi, apa yang kita kerjakan sekarang ini hasilnya
baru akan disemai jauh setelah kita semua meninggal. Tidak mengapa. Bagaimana
pun, kita harus berkontribusi. Bahkan jika kita tahu besok akan kiamat, maka
benih di tangan tetap harus ditanam,” demikian pesan Dr. Ugi Suharto, salah
seorang pendiri INSISTS yang kini mengajar di Bahrain.
Selain
berhasil menggelorakan perjuangan membangkitkan tradisi intelektual Islam di
Indonesia, INSISTS juga telah membangun jaringan yang solid bersama mitra-mitra
dakwahnya yang juga terus berkembang. Berbagai organisasi telah mengukuhkan
dirinya untuk turut berjuang melakukan islamisasi ilmu pengetahuan dengan
didukung oleh kaum cendekiawan dari berbagai daerah.
Institut
Pemikiran & Peradaban Islam Surabaya (InPAS), misalnya, bekerja keras
mewujudkan islamisasi ilmu pengetahuan dengan memusatkan dakwahnya di Surabaya,
Madura dan Malang. Berbagai kajian rutin diselenggarakannya di sejumlah kampus.
Dalam berbagai kegiatannya, InPAS kerap bekerja sama dengan #IndonesiaTanpaJIL
(ITJ) Chapter Malang.
Di
Bandung, agenda islamisasi ilmu pengetahuan digawangi oleh Institut Pemikiran
Islam & Pembangunan Insan (PIMPIN). Organisasi yang satu ini, selain
memberikan perlawanan terhadap filsafat sekuler, juga memberikan penekanan
khusus pada islamisasi sains. Pergerakan PIMPIN didukung oleh sejumlah
mahasiswa dan alumnus jurusan sains, terutama dari Institut Teknologi Bandung
(ITB).
Untuk
wilayah Solo, muncul juga sebuah lembaga bernama Pusat Studi Peradaban Islam
(PSPI). Lembaga yang satu ini memiliki kekhususan tersendiri karena memiliki
sejumlah peneliti yang spesialis dalam bidang kristologi dan kebudayaan Jawa.
Berbagai studi tentang metode kristenisasi di Jawa telah digagas oleh PSPI.
Berbeda
dengan organisasi-organisasi sebelumnya yang berorientasi pada wilayah, maka
The Center for Gender Studies (CGS) memfokuskan dirinya pada satu tema kajian,
yaitu seputar gender. Adapun para peneliti dan aktivisnya berasal dari berbagai
daerah.
Di
kampus Universitas Indonesia (UI) Depok, muncul juga dua komunitas, yaitu Depok
Islamic Study Circle (DISC) Masjid UI dan Komunitas Penggenggam Hujan (KPH). Di
kampus-kampus berbasis Persatuan Islam (Persis), sejumlah komunitas yang banyak
membahas seputar worldview Islam juga
sudah bermunculan.
Gerakan
lain yang tidak berbasis pada wilayah adalah #IndonesiaTanpaJIL. Gerakan yang
satu ini telah tersebar di lebih dari 30 kota dan didukung oleh lebih dari
empat puluh ribu orang di dunia maya. Melalui gerakan ini, worldview Islam diajarkan secara membumi sehingga bisa dikonsumsi
oleh masyarakat di segala lapisan. Gerakan ITJ telah menyebar ke berbagai
kampus, sekolah dan juga telah menjajaki pengajian di berbagai wilayah
perkantoran di Jakarta.
Dengan
munculnya gelombang perlawanan yang demikian kuat terhadap sekularisme,
tidaklah salah kiranya jika dikatakan bahwa INSISTS telah berhasil menciptakan
sebuah tren baru di kalangan umat Muslim Indonesia. Inilah babak baru dalam
perjuangan dakwah di tanah air, yaitu perjuangan membangun tradisi intelektual
Islam yang bebas sepenuhnya dari pengaruh Barat dan pengaruh-pengaruh lainnya
dari luar Islam.[AKM/Islamedia/YL]