Era Baru Pemikiran Islam di Indonesia -->

Era Baru Pemikiran Islam di Indonesia

Admin
Kamis, 16 Januari 2014
Islamedia - Setelah genap berusia 11 tahun, Institute for the Study of Islamic Thought and Civilizations (INSISTS) menengok kembali perjalanan dakwahnya selama ini. Dalam kurun waktu itu, INSISTS dianggap telah berhasil menggelorakan sebuah tren pemikiran Islam baru. 

Jika belakangan ini pemikiran Islam di Indonesia seolah identik dengan epistemologi yang mengekor ke Barat, maka kini INSISTS tampil sebagai antitesisnya. Hal ini terungkap dalam acara diskusi Tasyakuran 11 Tahun Perjalanan Dakwah INSISTS.


“INSISTS telah berhasil mempopulerkan worldview Islam. Sekarang, banyak orang yang sadar bahwa kita tidak perlu meninggalkan tradisi intelektual Islam kepada Barat, sebab untuk maju memang tak mesti mengekor Barat,” ungkap Dr. Hamid Fahmy Zarkasyi, pengelola Institut Studi Islam Darussalam (ISID) Gontor yang juga mengemban amanah sebagai Direktur INSISTS.

Bukan sekedar memberikan tantangan terhadap sekularisme atau sekularisasi ilmu pengetahuan, INSISTS juga telah menginisiasi gerakan islamisasi ilmu pengetahuan. Untuk mencapai tujuannya secara optimal, tentu saja, INSISTS perlu membangun lembaga pendidikannya sendiri. “Kita terus ber-ikhtiar agar INSISTS dapat mengelola perguruan tingginya sendiri,” ujar Adnin Armas, Direktur Eksekutif INSISTS.

Untuk mewujudkan cita-cita yang besar itu, INSISTS harus menghadapi sejumlah tantangan. Meski demikian, semua itu bukan alasan untuk bersikap pesimis. Dr. Adian Husaini, salah satu pendiri INSISTS, mengatakan bahwa sejak dulu masalah selalu ada. “Ada tiga masalah yang selalu dihadapi oleh setiap pergerakan Islam, yaitu uang, biaya dan dana,” ujarnya yang segera direspon dengan tawa oleh para peserta tasyakuran. “Bagaimana pun, kita selalu bisa melalui masalah keuangan ini dengan semangat jihad. Banyak yang siap berjihad dengan hartanya untuk membantu cita-cita INSISTS. Semua pencapaian yang kita lihat sekarang ini diawali dengan kondisi tanpa dana,” ungkap penulis produktif yang satu ini.

Untuk mencapai tujuan akhirnya, para aktivis INSISTS harus banyak-banyak bersabar dalam perjuangannya. “Bisa jadi, apa yang kita kerjakan sekarang ini hasilnya baru akan disemai jauh setelah kita semua meninggal. Tidak mengapa. Bagaimana pun, kita harus berkontribusi. Bahkan jika kita tahu besok akan kiamat, maka benih di tangan tetap harus ditanam,” demikian pesan Dr. Ugi Suharto, salah seorang pendiri INSISTS yang kini mengajar di Bahrain.

Selain berhasil menggelorakan perjuangan membangkitkan tradisi intelektual Islam di Indonesia, INSISTS juga telah membangun jaringan yang solid bersama mitra-mitra dakwahnya yang juga terus berkembang. Berbagai organisasi telah mengukuhkan dirinya untuk turut berjuang melakukan islamisasi ilmu pengetahuan dengan didukung oleh kaum cendekiawan dari berbagai daerah.

Institut Pemikiran & Peradaban Islam Surabaya (InPAS), misalnya, bekerja keras mewujudkan islamisasi ilmu pengetahuan dengan memusatkan dakwahnya di Surabaya, Madura dan Malang. Berbagai kajian rutin diselenggarakannya di sejumlah kampus. Dalam berbagai kegiatannya, InPAS kerap bekerja sama dengan #IndonesiaTanpaJIL (ITJ) Chapter Malang.

Di Bandung, agenda islamisasi ilmu pengetahuan digawangi oleh Institut Pemikiran Islam & Pembangunan Insan (PIMPIN). Organisasi yang satu ini, selain memberikan perlawanan terhadap filsafat sekuler, juga memberikan penekanan khusus pada islamisasi sains. Pergerakan PIMPIN didukung oleh sejumlah mahasiswa dan alumnus jurusan sains, terutama dari Institut Teknologi Bandung (ITB).

Untuk wilayah Solo, muncul juga sebuah lembaga bernama Pusat Studi Peradaban Islam (PSPI). Lembaga yang satu ini memiliki kekhususan tersendiri karena memiliki sejumlah peneliti yang spesialis dalam bidang kristologi dan kebudayaan Jawa. Berbagai studi tentang metode kristenisasi di Jawa telah digagas oleh PSPI.

Berbeda dengan organisasi-organisasi sebelumnya yang berorientasi pada wilayah, maka The Center for Gender Studies (CGS) memfokuskan dirinya pada satu tema kajian, yaitu seputar gender. Adapun para peneliti dan aktivisnya berasal dari berbagai daerah.

Di kampus Universitas Indonesia (UI) Depok, muncul juga dua komunitas, yaitu Depok Islamic Study Circle (DISC) Masjid UI dan Komunitas Penggenggam Hujan (KPH). Di kampus-kampus berbasis Persatuan Islam (Persis), sejumlah komunitas yang banyak membahas seputar worldview Islam juga sudah bermunculan.

Gerakan lain yang tidak berbasis pada wilayah adalah #IndonesiaTanpaJIL. Gerakan yang satu ini telah tersebar di lebih dari 30 kota dan didukung oleh lebih dari empat puluh ribu orang di dunia maya. Melalui gerakan ini, worldview Islam diajarkan secara membumi sehingga bisa dikonsumsi oleh masyarakat di segala lapisan. Gerakan ITJ telah menyebar ke berbagai kampus, sekolah dan juga telah menjajaki pengajian di berbagai wilayah perkantoran di Jakarta.

Dengan munculnya gelombang perlawanan yang demikian kuat terhadap sekularisme, tidaklah salah kiranya jika dikatakan bahwa INSISTS telah berhasil menciptakan sebuah tren baru di kalangan umat Muslim Indonesia. Inilah babak baru dalam perjuangan dakwah di tanah air, yaitu perjuangan membangun tradisi intelektual Islam yang bebas sepenuhnya dari pengaruh Barat dan pengaruh-pengaruh lainnya dari luar Islam.[AKM/Islamedia/YL]