Islam edia - Cuaca di seluruh dunia makin kacau. Salju turun di tempat yang tidak biasa. Salju tebal turun berhari-hari di p adang pas...
Islamedia - Cuaca di seluruh dunia makin kacau. Salju
turun di tempat yang tidak biasa. Salju tebal turun berhari-hari di padang
pasir Chili, Mesir, Arab Saudi, Palestina, dan Vietnam. Di Beijing dan
Sanghai bandara dilumpuhkan salju. Di beberapa negara bagian di Amerika Serikat
suhu berada di bawah 50 derajat celcius. Bukan hanya bandara yang lumpuh, kehidupan
secara keseluruhan terganngu.
Sementara itu Filipina dilanda
banjir yang sangat meluas, Australia diserang gelombang panas. Kita di
Indonesia mulai dikepung banjir. Bersamaan dengan banjir, gunung meletus di Sumatera Utara dan Sumatera Barat. Longsor di mana-mana.
Sudah pasti kekacauan cuaca ini menjadi
bencana yang menelan korban jiwa, dan memporakporandakan pemukiman, persawahan,
dan berbagai fasilitas umum. Oleh karena bencana makin meluas dan
terjadi di banyak tempat dalam waktu yang hampir bersamaan, mulailah muncul
berbagai reaksi dan respon.
Di Arab Saudi seorang ulama menyatakan,
turunnya salju di Timur Tengah merupakan salah satu tanda hari kiamat sudah
dekat. Di Jakarta, sedang diupayakan rekayasa cuaca agar banjir tidak semakin
meluas. Beberapa ilmuwan lintas negara dan juga lintas disiplin ilmu melakukan
penelitian komprehensif yang melibatkan teknologi canggih untuk mencaritemukan
penjelasan mendalam mengapa di seluruh dunia terjadi kecenderungan cuaca
semakin ekstrim. Penelitian melibatkan penggunan satelit untuk mengumpulkan
data dari seluruh dunia. Data itu terkait dengan tingkat kerusakan hutan,
pencemaran air, udara, dan tanah, serta kerusakan lapisan ozon. Simpulan
sementara menunjukkan bahwa dunia tempat manusia hidup memang semakin ancur.
Kekacauan cuaca yang kita alami sekarang tak lebih dari konsekuensi tak
terelakkan dari semakin ancurnya lingkungan kita.
Temuan yang masih bersifat sementara itu
tidaklah mengejutkan. Mazhab Frankfurt yang muncul pada tahun 1930an, dalam
analisis yang sangat kritis tentang perkembangan masyarakat moderen di Barat
sudah menunjukkan betapa kekuatan kapitalisme telah menghancurkan
sendi-sendi masyarakat. Mereka mulai mengingatkan bahaya yang semakin besar
dari pemanfaatan teknologi sebagai piranti utama kapitalisme untuk terus
melakukan ekspansi.
Pada tahun 50an, Jacques Ellul melalui bukunya "Masyarakat Teknologis" menegaskan bahwa teknologi semakin penting dan
secara sangat signifikan telah mengubah masyarakat. Teknologi telah memasuki
ruang bathin manusia dan ikut menentukan penghayatan hidupnya. Teknologi bukan
sekadar alat atau perpanjangan tangan manusia, tetapi telah menjadi bagian dari
metabolisme manusia moderen. Teknologi juga sudah sangat merombak paradigma
ekonomi dan model-model ekspansi dan eksploitasi. Saat Alvin Toffler
merumuskan gelombang ketiga yang antara lain ditandai oleh revolusi digital dan
semakin berkuasanya teknologi, sebenarnya merupakan kelanjutan logis dari
masyarakat teknologisnya Ellul.
Mengapa kekacauan cuaca dan dampak buruknya
terhadap alam dan manusia harus dikaitkan dengan kapitalisme dan teknologi?
Apa pula hubungannya dengan pendapat ulama di Saudi tentang kiamat sudah dekat?
Pada tahun 1968 Klub Roma (Club of Rome)
berdiri, 1972 mereka mempublikasikan "Batas-batas Pertumbuhan".
Sebuah analisis yang menghebohkan dunia. Pertumbuhan ekonomi yang dikelola
dengan paradigma kapitalisme secara nyata bukan saja telah menimbulkan banyak
masalah, tragedi, dan irrasionalitas manusia dan masyrakat seperti yang telah
ditunjukkan oleh Mazhab Frankfurt. Juga melakukan penghancuran
lingkungan yang salah satu indikatornya tampak paling nyata pada kekacauan
iklim.
Baru-baru ini Klub Roma menerbitkan "2052: A Global Forecast for the Next Forty Years". Jorgen Randers, penulis laporan itu menyatakan, " Dampak
negatif perubahan iklim akan semakin kentara". Lebih lanjut ia jelaskan,
" Manusia mengeksploitasi habis-habisan sumber daya alam, dan kita akan
melihat sebelum 2052 di sejumlah kawasan akan terjadi keruntuhan". Mengapa
akan ada akibat setragis itu? Menurut Randers, salah satu penyebabnya adalah,
" Kita setiap tahunnya memproduksi gas rumah kaca dua kali lebih banyak
dari kemampuan absorpsi hutan dan lautan". (Deutsche Welle, www.dw.de).
Kata kunci dari penjelasan Sanders adalah manusia mengeksploitasi habis-habisan
sumber daya alam. Pada titik inilah penjelasan Klub Roma bersesuaian dengan
analisis Mazhab Frankfurt dan J. Ellul. Eksploitasi tersebut secara sistematis,
terstruktur, dan besar-besaran dilakukan oleh kapitalisme.
Mengapa manusia mengeksploitasi
habis-habisan sumber daya alam?
Ini soal paradigma atau mind set, dan penghayatan hidup manusia
moderen yang berakar pada zaman pencerahan di Eropa Barat. Saat embrio ilmu
pngetahuan moderen mulai terbentuk.
Ilmu pengetahuan moderen tidak mulai dengan
mengkaji permasalahan-permasalahan nyata dalam masyarakat. Tetapi diawali
dengan perdebatan tentang sesuatu yang nun jauh di sana, yang tidak bisa dikaji
secara empiris menggunakan panca indra. Perdebatan itu menyangkut apa yang
menjadi pusat, bumi atau matahari. Geosentris atau heliosentris? Karena
masalahnya menyangkut sistem tatasurya yang tak terjangkau panca indra, dan
peralatan untuk memantau dan mengujinya juga belum ada, maka yang digunakan
adalah matematika.
Namun perlu ditegaskan, perdebatan ini
bukan hanya soal kecanggihan pembuktian matematika. Ini pertarungan
dua pandangan dunia yang sangat berbeda. Geosentris yang diusung Claudius
Ptolemeus dicoraki sangat kental oleh tafsir dan keyakinan religius tentang
tempat manusia di bumi dan kaitannya dengan Sang Pencipta ( bandingkan perdebatan di dunia
maya, tentang posisi Ka'bah, manusia, dan matahari). Sementara
itu Nicolaus Copernicus yang mengusung heliosentris adalah ilmuwan yang bekerja
dan meneliti atas biaya institusi keagamaan. Jadi, si Copernicus sejak mula
berkeyakinan bahwa pandangan revolusioner yang dirumuskannya dalam De Revolutionibus
Orbium Coelestrum akan memunculkan masalah serius di kemudian hari. Dalam
konteks itulah harus difahami mengapa ada perseteruan sengit antara Galileo dengan
para elit gereja pada waktu itu.
Galileo mencoba membuktikan secara empiris
bahwa heliosentris benar adanya. Dia juga mencoba memperbaiki beberapa bagian dari penjelasan
Copernicus yang masih kontroversial.
Pandangan
revolusioner yang dimulai oleh Copernicus, dilanjutkan oleh Tycho Brahe,
Johannes Keppler dan Galileo Galilei, berpuncak pada genius terbesar ilmu
pengetahuan moderen yaitu Isaac Newton. Newton berhasil menjelaskan cara kerja
alam semesta dengan rumus matematika yang sederhana. Sesuatu yang sangat
diinginkan dan diusahakan oleh ahli matematika kuno Phytagoras dua ribu tahun
sebelum Newton, dan tidak tercapai.
Dalam paradigma Newtonian, alam dipersepsi
sebagai keberadaan yang mandiri dan bersifat mekanis. Dengan demikian paradigma
dan penghayatan lama yang dipertahankan sampai abad
pertengahan bahwa alam ini bergantung pada yang Maha Ada, dan ada hubungan yang
sangat erat antara alam dan manusia mulai tergerus. Comte pelopor filsafat
positivisme bahkan menghina pemikiran yang menjelaskan keberadaan alam dan
realitas lainnya terkait dengan Tuhan sebagai masa kanak-kanak dalam
perkembangan pemikiran manusia.
Ilmu pengetahuan moderen menegaskan bahwa
alam harus dimengerti dalam kerangka rasional-empiris, dieksplorasi untuk
difahami dan dimanfaatkan bagi kemajuan dan kemakmuran manusia. Dalam
perjalanan waktu, eksplorasi terus berkembang menjadi eksploitasi. Kapitalisme
menjadikan eksploitasi alam sebagai cara untuk mengeruk keuntungan
sebesar-besarnya.
Modernitas bukan sekedar cara berfikir yang
mempengaruhi ilmu pengetahuan dan melahirkan ilmu penegetahuan moderen.
Modernitas adalah pandangan hidup yang merasuki cara berfikir dan penghayatan
hidup. Fakta ini bisa ditunjukkan dengan serangkaian bukti.
Periksalah dengan cermat tatakota pada
senjakala abad pertengahan dan zaman pencerahan sebagai masa awal zaman
moderen. Bila dahulu pusat kota adalah rumah ibadah yang dibangun dengan megah.
Pada zaman pencerahan bangunan paling megah adalah universitas, gedung
perkantoran pemerintah dan pusat-pusat perekonomian. Zaman sungguh telah
berubah. Pelajarilah tatakota Hamburg. Dulu St. Pauli adalah wilayah yang
dipenuhi bangunan keagamaan. Sekarang merupakan pusat kegiatan seks bebas.
Sejak zaman pencerahan sampai zaman moderen
kosakata yang paling banyak disebut adalah revolusi, kemajuan, ilmu,
penjelajahan, produktifitas, keuntungan, eksperimen, pengukuran, positivisme,
rasionalisme, empirisme, ideologi, eksplorasi, eksploitasi, progresif,
penaklukan, dan ratusan kata sejenis. Jadi, penjelajahan Bartholomeuz Diaz, Marcopolo, Vasco da Gama, Columbus, dan Magelhaens bukanlah sebuah kebetulan. Penjelajahan itu
mendapat inspirasi dari Copernicus yang mengatakan bumi ini bulat dan semangat
eksplorasi serta eksploitasi yang memang sangat menonjol pada masa itu.
Modernitas melanjutkan terus paradigma itu
terutama dalam bidang ilmu dan ekonomi. Eksplorasi, ekspansi dan eksploitasi
menjadi kata kunci. Alam semesta, terutama bumi, tentulah menjadi objek utamanya.
Kerusakan iklim global yang kini sama kita
hadapi, tak lebih merupakan konsekuensi niscaya dari paradigma modernitas yang
oleh Mazhab Frankfurt disebut berdarah dan membeku. Melalui penjajahan
sistematis, nyaris hampir semua kebudayaan telah dirasuki oleh paradigma
modernitas yang sangat ekspansif dan eksploitatif ini.
Itulah sebabnya, banyak di antara kita
terheran-heran saat orang Baduy Dalam, atau Suku Dayak di pedalaman Kalimantan
mengucapkan sesuatu, bahkan seperti berbicara ketika akan menebang pohon.
Modernitas memang telah berhasil membuat banyak orang yakin bahwa lingkungan di
sekitar kita yaitu tanah, pohon, gunung, lautan, hutan tak lebih hanya
komoditi, benda yang bisa dieksploitasi demi keuntungan dalam model transaksi
kapitalisme.
Kita telah lupa bahwa tanah, pohon, lautan,
gunung, dan sungai adalah bagian dari keberadaan kita. Kita telah alpa bahwa
manusia harus menjaga harmoni dan menghormati sesama, dan lingkungan sekitarnya
dalam bimbingan sabda Ilahi.
Bila nanti malam, rumah kita disambangi
banjir, pohon-pohon tumbang, dan tanah di sekitar kita longsor, ingatlah
ALLAH MENCIPTAKAN ALAM SEBAGAI ANUGERAH
BAGI KITA, TAPI KEJAHATAN KITA TELAH MERUBAHNYA
MENJADI BENCANA.
Nusa Putra