Islamedia - Ada banyak kisah
yang kita alami dalam hidup. Sudah semestinya ada suka dan duka. Bahagia dan
sedih bagai dua sisi mata uang yang selalu bersama. Dari berbagai peristiwa,
tentunya ada yang dapat menginspirasi hidup kita untuk lebih baik menjalani
hidup. Inspirasi bisa datang dari mana saja baik keluarga atau bahkan orang
yang kita temui.
Ada sebuah kisah
manis yang saya peroleh dari kakak ipar saya. Beliau adalah kakak sulung suami
saya. Kami memanggilnya Kak Rozaq. Fatkhur Rozaq nama lengkap beliau. Mungkin
bapak (mertua) berharap agar kelahiran Kakak menjadi pembuka Rizki bagi
keluarga. Saat itu ekonomi keluarga memang sangat pas-pasan. Bapak bekerja
sebagai pedagang es cendol di Surabaya, sedangkan ibu berada di rumah mengurus
keluarga. Kak Rozaq memliki 5 adik, namun salah satunya meninggal di waktu
kecil karena sakit. Dan suami saya putra ketiga dari lima bersaudara.
Meski hidup
sederhana, keluarga bapak sangatlah religius. Background pendidikan bapak dan
ibu yang berasal dari pesantren, latar belakang keluarga santri, dan tinggal di
lingkungan yang islami membuat keduanya menerapkan pendidikan agama sedari
kecil pada putra putrinya. Meski bapak jarang pulang, di Surabaya beliau
terkenal sebagai pedagang yang jujur dan ibu adalah istri yang sangat setia.
Sejak kecil putra-putr ibu diajarkan mengaji dan disekolahkan ke madrasah
diniyah yang berada tidak jauh dari rumah. Atas izin Allah, kelima putra putri
ibu diberi kecerdasan sehingga menjadi bintang di sekolahnya masing-masing.
Setelah lulus STM,
Kak Rozaq bekerja selama 2 tahun di Jakarta di sebuah perusahaan yang bekerja
sama dengan sekolahnya. Setelah masa kontrak habis, Kak Rozaq termasuk siswa
yang terpilih mendapat perpanjangan kontrak, namun pihak keluarga tidak setuju.
Pemikiran orang tua saat itu, tidak usah merantau jauh-jauh untuk bekerja.
Akhirnya Kak Rozaq pulang ke Jepara, dari dunia otomotif, Kak Rozaq banting
setir bekerja di perusahaan meubel. Iapun harus belajar dari awal. Di jepara
banyak sekali perusahaan meubel karena Jepara memang terkenal dengan industri
ukirnya yang terkenal. Saat itu masa reformasi, kondisi ekonomi yang sulit
membuat perusahaan tempat kakak bekerja mengalami goncangan. Akibatnya gaji
karyawan pun dihutang/ditunda pembayaranya.
Sebagai anak sulung dari keluarga sederhana
dari sebuah desa kecil di Jepara, kak Rozaq sangat ingin mengubah nasib diri
dan keluarga. Entah informasi dari mana, Kak Rozaq mengungkapkan ingin mendaftar sebagai TKI di Korea pada orang
tua. Bayangan tentang gaji yang besar, bisa mengubah hidup menjadi lebih baik
menari-nari di depan mata. Bapak dan ibu pun luluh dengan niat dan keinginan
kak Rozaq. Sawah sebagai satu-satunya aset pun dijual dan kekurangannya didapat
dari berhutang kesana kemari sebagai ongkos ke Korea. Berbagai persyaratan
sudah dipenuhi dan Kak rozaq bersama pendaftar yang lain sudah tinggal di
asrama hingga 3 bulan lamanya di Jakarta. Semuanya sudah beres hanya menunggu
waktu pemberangkatan tiba.
Namun, takdir berkata lain. Yang ditunggu tak
kunjung datang. Oknum tak bertanggung jawab membawa kabur uang para calon TKI
sehingga mereka gagal berangkat termasuk Kak Rozaq. Bagai jatuh tertimpa tangga,
sawah yang selama ini bisa diandalkan panennya telah hilang dari genggaman.
Bapak dan ibu amat terpukul. Adik-adikpun bingung. Kondisi keluarga terguncang,
kondisi ekonomi terpuruk. Tidak ada beras yang mengisi dapur saat panen tiba.
Tidak ada uang hasil panen untuk memenuhi kebutuhan keluarga. Yang ada hanyalah
impian yang musnah berganti hutang yang cukup besar menunggu untuk dibayar.
Impian mereguk manisnya kesuksesan pun melayang berganti malu yang teramat
sangat. Malu yang teramat berat, pukulan
hidup, rasa bersalah membayangi hidup Kak Rozaq. Bapak naik pitam, tapi yang
sudah hilang tak akan kembali.
Malu dan rasa
bersalah membuat Kak Rozaq tak berani pulang ke rumah. Kurang lebih sebulan
lamanya ia luntang lantung bingung harus bagaimana, harus mengerjakan apa.
Meski begitu, akhirnya ia memberanikan pulang ke Jepara. Meski ada cibiran,
makian, omelan dan kata-kata pedas yang mengiringi dari berbagai pihak. Bapak
dan ibu hanya pasrah pada takdir Allah. Meski kehilangan harta yang berarti,
meski ini membuat keluarga terpukul, akhirnya bapak dan ibu tidak menyalahkan
kak Rozaq. Karena memang bukan salahnya. Ini adalah kehendak Allah dan
kesalahan oknum yang tak betanggung jawab itu.
Kak Rozaq pun
akhirnya bekerja lagi di perusahaan meubel. Gaji yang tidak seberapa harus
disisihkan untuk mencicil hutang. Uang hasil bapak bekerja pun harus disisihkan
untuk hal yang sama. Padahal kak rozaq masih mempunyai 4 adik. Masa-masa yang
sulit. Untuk menghilangkan stress, Kak Rozaq sering meninggalkan rumah,
bertandang ke rumah teman-temannya. Untunglah Kak Rozaq memiliki keluarga yang
mendampingi dan mensupport saat sulit, dan teman-teman yang menghibur kala
duka. Dan yang jauh lebih disyukuri, latar belakang pendidikan agama membuat
Kak Rozaq bangkit sedikit-demi sedikit. Menata puing-puing hati yang sebelumnya
hancur.
Pada masa-masa
recovery, Kak Rozaq memperbanyak ikhtiar batin. Rajin beribadah, tahajud,
bertadarus, dan istiqomah membaca surat Al Waqiah sebagai amalan. Ibadahnya
diperbanyak dan patuh pada orangtua. Apapun yang orangtua kehendaki langsung ia
lakukan. Peristiwa ini kalau tidak salah terjadi pada tahun 2001. Saat itu
suami masih mondok untuk menghafal Quran di Semarang selepas SMU.
Saat itu si bungsu
latif sudah cukup besar, menginjak bangku SMP. Ibu menjahit untuk membantu
ekonomi keluarga. Daerah kampung halaman suami memang sentra konveksi dimana banyak
home industry konveksi. Ibu menerima potongan kain untuk dijahit menjadi
sepotong celana dan menerima upah dari berapa banyak kain yang dijahit. Sebagai
penjahit, ibu memiliki banyak kenalan pemilik toko konveksi dan toko yang
mejual alat keperluan menjahit. Salah satunya toko konveksi milik Haji Sudarno
yang berada di Kali pucang, beda kecamatan dengan rumah ibu. Haji Sudarno
memiliki 3 anak perempuan dan putri bungsunya belum menikah. Mba Khur namanya.
Dari hasil silaturahmi kedua orangtua dan takdir Allah, Kak Rozaq dan Mba Khur
pun berjodoh dan menikah. Saat menikah, hutang Kak Rozaq belumlah lunas. Saat
itu suami saya masih menyelesaikan hafalan Quran di pesantren di Semarang, Mba
Sofi sudah menikah, Kedua adik, Hasan dan Latif masih sekolah. Alhamdulillah,
Ibu mendapat besan yang sangat baik hatinya. Tidak memberatkan mahar, justru
membantu membiayai pernikahan. Saat itu kak rozaq masih bekerja di perusahaan
kayu. Setelah menikah, Kak Rozaq tinggal bersama istrinya. Karena Mba Khur anak
bungsu.
Haji Sudarno,
memiliki usaha servis mesin jahit bersama istrinya. Seiring berjalannya waktu,
mereka membuka toko yang menjual perlengkapan menjahit, berbagai macam benang,
kain, renda, kancing dan sebagainya. Mba Khur sendiri sangat menyukai
aksesoris. Ia keluar dari kuliah dan memilih belajar ketrampilan membuat
hantaran pengantin dan berjualan aksesoris di toko mereka. Dengan dukungan
suami, makin lama, usaha mba khur makin maju. Mba khur tidak hanya menjual
aksesoris tapi juga perlengkapan sekolah, mainan, aneka snack. Toko ini berada
di depan rumah Haji Sudarno.
Dikelola oleh mba khur, beserta ibunya. Kakak mba
Khur membuka toko kosmetik di sebelahnya. Atas izin Allah, tidak lama setelah
menikah, usaha mereka makin maju. Kak Rozaq bahkan bisa membeli mobil dan
setiap minggunya harus mengantar istrinya kulakan ke Kudus. Pada musim-musim
tertentu seperti menjelang ramadhan atau kenaikan kelas, kulakan bisa 2-3 kali
seminggu. Kebahagiaan pun makin lengkap
dengan hadirnya Intan, putri mereka yang cantik.
Meski telah sukses,
Kak Rozaq dan istrinya tidaklah sombong. Sebaliknya, mereka sangat dermawan
kepada siapapun. Kak rozaq bersama adik-adiknya selalu berusaha membahagiakan
orang tua mereka.Haji sudarno dan keluarganya memang terkenal orang dermawan.
Pantaslah kebahagiaan menyertai keluarga ini. Hingga tahun 2011 lalu, bapak
meninggal. Tinggallah ibu sendiri di rumah karena anak-anaknya sudah
berkeluarga dan si bungsu latif kuliah di Semarang. Sebagai anak sulung dan tinggal paling dekat
dengan ibu, kak rozaq sering mengunjungi ibu.
Sangatlah mudah
bagi Allah menyempitkan dan meluaskan rizki hambanya. Tahun 2014 besok,
insyaallah Kak Rozaq sudah terdaftar sebaga jamaah haji beserta istrinya. Saat
ini Kak rozaq dan mba khur tengah membangun rumah tidak jauh dari rumah haji
sudarno. Dan belum lama ini kak rozaq mendapat sepeda motor dari sebuah Bank,
padahal saldo tabungan hanya tersisa 200 ribu rupiah. Bagi orang yang melihat
kondisi kak rozaq tentu akan berpendapat bahwa ia sangat bahagia hidup dalam
kemudahan. Intan saat ini sudah bersekolah di TK. Secara finansial kak rozaq
sangat berkecukupan. Tapi jika melihat masa lalu, tak terbayangkan sulitnya
saat itu. Suami saya ikut shock. Saat itu suami baru lulus SMU dan kehilangan
harapan untuk kuliah.
Beliau memilih untuk menghafal Quran dan lulus sebagai
santri termuda dan tercepat. Pada masa-masa menghafal, suami saya sampai
menangis di depan Kyai karena tidak sanggup memikirkan kondisi keluarga yang
tengah jatuh. Ingin membantu tapi tak bisa. Allahlah sebaik-baik penolong dan
pelindung. Dengan kuasa Allah, berkah quran dan doa orang tua dan ulama, suami
bisa menyelesaikan hafalan dan mendapat beasiswa dari S1 hingga S3 saat ini.
Ibu mertua, saya
belajar dari beliau akan teladan yang luar biasa. Dalam kondisi sulit. Suami
jarang di rumah. Membesarkan 6 anak yang selisih usianya sedikit. Saat itu, ibu
mencuci di sungai. Memasak dengan kayu bakar. Hinaan sering terdengar, karena
terbatasnya ekonomi, karena anak-anak yang banyak. Namun ibu tetap tegar.
Bahkan saat bapak sakit stroke menjelang meninggal, ibu tetap sabar menunggu
dan merawat bapak. Sungguh kesetiaan yang luar biasa. Kini ibu menghabiskan waktu dengan beribadah.
Setiap harinya ibu bangun jam 03.00 untuk tahajud dan berdzikir hingga shubuh,
membaca Quran 1 juz tiap harinya, dan menjahit untuk mengisi waktu luang. Dan
beliau istiqomah hingga kini. Saya bersyukur bisa menjadi bagian dari keluarga
mulia ini, dan semoga saya juga bisa seperti beliau, memiliki anak-anak sholih
yang berbakti. Yang selamat dari fitnah dan cobaan hidup di dunia, menjadi amal
jariyah untuk orang tuanya. Aamiin