Islamedia - Kalaulah saya diharuskan menuturkan kisah seseorang yang mencerminkan keteladanan dalam kebaikan. Sungguh, saya takut itu akan memberatkan orang yang saya ceritakan disini. Karna pada dasaranya tidak ada orang yang selalu bersandar pada keburukan dan tidak ada pula orang yang selalu murni dalam kebajikan dan pada dasarnya pula sosok yang akan diceritakan jugalah manusia yang mungkin tak lebih baik dari para pembaca ini.
Maka
dari itu maka ijinkan saya menceritakan sekelompok orang yang selama hampir
enam tahun terakhir dalam hidup saya. Saya membersamai mereka, saya belajar
banyak hal dari mereka, saya belajar mengeja kehidupan dari mereka saya juga
belajar menjadi hamba Allah yang baik dari mereka dan saya juga belajar untuk
menjadi ummat nabi muhammad yang tetap tertata
dalam sunnah-Nya.
Ijinkan-lah
saya menyingkat mereka dengan sebutan “ustadz-ustadzah di pesantren”
Sungguh
mereka bukanlah orang-orang yang lisan dan hujjah-nya selurus Abu Dzar
Al-Ghiffari. kelembutan mereka juga tidak bisa disandingkan dengan Utsman Ibn
Affan. Do’a mereka tak pula mustajab seperti sa’ad Ibn Abi Waqqash. Apatah lagi
ke-kompakan mereka dalam mengajar takkan menandingi duo Mush’ab Ibn Umair &
Abdullah Ibn Ummi Maktum .
Tapi
itulah sisi kemanusian yang melekat semenjak kita menjadi ‘manusia’ makhluk
yang terbatas. Saya meneladani mereka bahwa untuk menebar kebaikan dalam islam
tak perlu menjadi ‘orang lain’ cukuplah kita membawa semua potensi yang kita
punya dalam diri ini dan kita aplikasikan dalam tiap aspek kehidupan.
Sebagaimana mereka tetap melayani kami dengan semua potensi yang mereka miliki,
dengan kekurangan yang selalu menyadarkan kami bahwa yang sempurna hanya
diri-Nya.
Saya
sekarang selaku salahsatu santri yang sebentar lagi lulus (karna sekarang sudah
kelas XII aliyah) bisa merasakan banyak kekuatan pengorbanan mereka dalam
melayani. Pernah suatu hari saya melakukan salahsatu pelanggaran yang masuk
kategori ‘pelanggaran berat’ namun dengan penuh pengertian dan pandangan penuh
bijaksana salahsatu perwakilan Ustadz (sekaligus Kepsek Madrasah Aliyah) berkata
kepada saya :
“kami
memberi kesempatan sekali lagi buat kamu fa, karna kami para asatidz menganggap semua
santri sebagai anak kami, maka biarlah untuk saat ini kami selesai-kan
sebagaimana seorang bapak menyelesaikan masalah anaknya”
Sungguh
ustadz-ustadz kami jauh dari Rasulullah SAW & Abu bakar tapi mereka
meneladani sikap dua kekasih itu ketika mengahadapi kasus Khalid Ibn Walid.
Yang membuat saya terharu ketika mengetahui nominal
gaji para ustadz-ustadz kami. Gaji mereka bahkan tak sampai jutaan hanya
kisaran ratusan. Bahkan ada ustadzah yang mengajar bahasa arab hanya digaji
150rb.
Semenjak
itu saya mengerti bahwa se-galak dan se-menyebalkan bagaimanapun ustadzkami
mereka pasti punya alasan yang sangat mulia. Percayalah kawan merekalah teladan
diantara ke-kurangan sebagai manusia biasa.
foto : dikutip dari usum.co
Wafa
Amrullah
Indramayu, Jawa Barat
[Lomba #AYTKTM]