Islamedia - Di periode kedua kepemimpinan SBY, beberapa kali kita disuguhkan
tayangan tak elok. Dan menariknya, orang nomor satu di negeri ini atau
partainya selalu tampil sebagai salah satu aktornya. Mari simak fakta berikut
ini.
Jelang akhir 2009, sebuah
sinetron membetot perhatian publik. Aktornya: Presiden, Pimpinan Polri, KPK,
Kejagung, Tim 8 dan Anggodo. Lakonnya: Membantah setiap pernyataan yang
dilontarkan lawan mainnya. Akting mereka sungguh memikat: ada yang menangis di
hadapan Komisi III DPR sambil mengucap “Demi Allah”; ada yang bersumpah di
bawah Al Qur’an; ada pula yang tetap tenang, menjaga wibawa atas nama “tidak
ingin mengintervensi hukum”.
Kian hari, sinetron ini semakin memprihatinkan. Sepertinya
tak cukup jika hanya diberi peringatan tayangan ini perlu “Bimbingan Orangtua”.
Lebih dari itu, harus dihentikan karena membuat masyarakat bingung. Memang tak
ada adegan pornoaksi dan pornografi; tapi ada lakon yang sama berbahayanya:
mengajarkan dusta. Jika ada dua atau tiga orang yang sama-sama mengklaim
dirinya benar dan bersumpah atas nama Allah, bukankah diantara mereka pasti
berdusta? Dan, bagi mereka yang memiliki nurani, secara kasat mata bisa
menyimpulkan siapa sesungguhnya pendusta itu.
Saat itu banyak pihak beranggapan bahwa telah terjadi
kriminalisasi KPK oleh pihak-pihak tertentu. Tapi apa jawaban SBY:
“Saya tak paham apa itu kriminalisasi KPK,” kata Presiden SBY. Seorang
presiden bergelar S3 dan jenderal bintang empat sama sekali tak paham istilah
kriminalisasi. Anda percaya atau tidak?
Juni 2011, dusta serupa juga muncul dengan Judul: Panja Mafia
Pemilu. Pemerannya: anggota Panja dari Komisi II DPR, Andi Nurpati, dan
pihak-pihak yang terkait dengan surat palsu MK. Tempatnya: di gedung dewan yang
terhormat. Lakonnya: Membantah setiap pernyataan yang dilontarkan lawan
mainnya.
Andi Nurpati, mantan anggota KPU yang kini menjadi anggota Partai
Demokrat memberikan keterangan berbeda dengan lawan mainnya. Andi Nurpati
bilang A, tapi lawan mainnya mengatakan B. Andi Nurpati bilang C, tapi lawan
mainnya mengatakan D. Begitu seterusnya. Hingga akhirnya Akbar Faisal dari
Fraksi Hanura berujar untuk meluapkan kegundahannya:
“Jujur, saya tak tahu siapa diantara mereka ini yang berbohong.”
Kini, pertunjukan serupa yang lebih memalukan juga muncul seiring
dengan kian terkuaknya fakta-fakta baru di persidangan dugaan suap impor daging
sapi. Dan SBY berada di pusat persoalan tersebut.
Nama Sengman muncul di persidangan Ahmad Fathanah. Sengman
merupakan orang kepercayaan SBY. Tapi Istana melalui juru bicaranya buru-buru
membantah dengan mengatakan SBY tak kenal Sengman. Belakangan, ketika
disodorkan foto kehadiran SBY dan istri dalam acara pernikahan anak Sengman,
pihak Istana mengakuinya.
Tadi malam, usai menghadiri pertemuan pemimpin APEC di Bali, SBY
marah tehadap berita yang menghubungkan dia dengan Bunda Putri seperti yang
disampaikan Luthfi Hassan Ishaaq dalam persidangan.
"Bunda Putri orang yang sangat dekat dengan presiden. Seribu
persen Luthfi bohong. Dia (Bunda Puteri) sangat tahu dengan kebijakan
reshuffle, 2000 persen bohong," kata SBY.
Sebuah nasehat bijak diberikan Mario Teguh dalam statusnya di
Facebook terkait reaksi SBY.
Kalau suatu ketika
di masa depan nanti,
Anda menjadi pembesar dan pemimpin bagi banyak
orang, upayakan untuk tidak marah dengan cara yang tidak pantas bagi seorang
pembesar.
Tidak enak sekali melihat dan mendengar seorang
yang seharusnya mulia, bereaksi sangat pribadi seperti belum berpengalaman
mengelola hati.
Bagaimana Anda akan dihormati jika Anda marah
untuk urusan pribadi, tapi santai soal kemaslahatan orang banyak.
----------------
Belajarlah meninggikan pangkat dan kedudukan, tapi
pastikanlah kedewasaanmu juga tumbuh dengan manis.
Engkau menjadikan tuduhan apa pun benar, dengan
bereaksi seperti orang yang tertuduh dengan tepat.
Sabarkanlah dirimu.
Syukurilah kemuliaan yang selama ini telah
dirahmatkan kepadamu.
Marahlah dengan elegan.
Mario Teguh – Loving you all as always
Bukan
begitu Presiden 1000 persen?
Oleh: Erwyn Kurniawan