Islamedia - Kami, 19
September 2013, setelah Rab'ah, Nahdah, Sinai dan Delga, keamanan Mesir
kini bersiap "menggempur" kota Kardasah yang terletak di Provinsi Giza.
Menurut sebuah sumber -yang enggan disebut namanya- mengatakan bahwa
para koresponden televisi telah diperintahkan memotret lokasi untuk
membantu operasi.
Sejak dini hari
Kamis (19/9) kota Kardasah diberitakan telah dikepung oleh aparat polisi
dan militer. Mereka bersiap melakukan operasi, menyusul meningkatnya
aksi demonstran hingga Rabu malam di kota itu. Penduduk Kardasah
melaporkan bahwa kota tersebut telah dikepung aparat kepolisian.
Kardasayah terkenal dengan kota pertanian yang terbesar melawan kudeta militer. Mereka turun tiap hari melakukan demonstrasi.
Pasca kudeta
militer 3 Juli atas Presiden Mursi, warga kota Kardasyah turun melakukan
demonstrasi di depan kantor polisi Kardasayah menentang kudeta
tersebut. Namun aksi mereka disambut oleh serangan gas air mata dan
peluru aparat sehingga manewaskan sedikitnya 7 orang dan sejumlah lain
luka-luka.
Beberapa kali
terjadi pembubaran massa dan demonstran kembali berkumpul. Namun setelah
pembubaran paksa 14 Agustus terhadap demonstran Rab'ah dan Nahdah
rakyat semakin marah dan turun besar-besaran menuju Nahdah untuk melihat
kondisi sebagian warga Kardasah yang ada disana. Namun mereka tersentak
ketika menyaksikan sejumlah warga kota itu telah meninggal akibat
serangan peluru aparat di medan Nahdah.
Para pemuda dan
warga Kardasah marah dan kembali menggelar aksi protes di depan kantor
polisi setempat, namun mereka lagi-lagi mendapat perlawanan dari aparat
dengan menembakkan peluru dan timah panas serta gas air mata dengan
tujuan untuk membubarkan mereka. Di tengah kondisi chaos tersebut
tiba-tiba rakyat dikagerkan dengan suara saling baku tembak antara oknum
bukan warga Kardasah dengan polisi. Oknum-oknum tersebut meyerang
kantor polisi hingga menewaskan 11 anggota polisi.
Namun belakangan
diketahui -berdasarkan pengakuan seorang anggota baru kepolisian yang
melarikan diri dari camp pelatihan- bahwa pelaku penembakan terhadap
beberapa perwira polisi adalah oknum polisi yang memerintahkan untuk
menembaki demonstran. Mereka dibunuh karena menolak perintah menembaki
demonstran.
Sejak beberapa hari
belakangan pihak Kementrian Dalam Negeri menyusun rencana penyerbuan ke
Kardasah dengan alasan mencari pelaku pembunuhan terhadap anggota
polisi. Sehingga beberapa hari ini warga Kardasah dihantui teror
penyerangan.
Portal Al Ahram
tadi malam melaporkan bahwa ancaman tersebut semakin dirasakan oleh
warga Kardasah setelah tersiar kabar bahwa pihak keamanan Giza telah
bergerak menuju kota Kardasah pukul 1 dini hari untuk menangkapi
beberapa orang yang dicatat sebagai tersangka pelaku pembunuhan perwira
polisi.
Mereka
menghawatirkan bahwa polisi akan memberikan sanksi massal kepada semua
penduduk kota karena sebagian besar mereka menentang kudeta. Dan juga
muncul kekhawatiran akan terbunuhnya orang-orang yang tak bersalah.
Beberapa waktu
terakhir media-media Mesir giat memberitakan bahwa Kardasah merupakan
tempat konsentrasi baru Ikhwanul Muslimin. Di sana juga ada massa
Jama'ah Islamiyah bersenjata membuat brikade-brikade pertahanan. Namun
isu tersebut dibantah oleh Haitam Tabi'i , seorang koresponden AFP
(Prancis), bahwa itu tidak benar.
Tabi'i menyatakan
melalui akun sosial media sejak 28 Agustus lalu, -sebagaimana dikutip
rassd.com- ia menulis, "Saya kembali ke Kardasah, namun saya tidak
menemukan apa yang dibesar-besarkan oleh media-media Mesir. Saya tidak
menemukan brikade-brikade, juga tidak ada Jama'ah Islamiyah bersenjata.
Saya hanya mendapati suasana mencekam karena teror penyerangan akibat
peristiwa di markas kepolisian."
Perlu diketahui
bahwa Komite Rakyat di Kardasah telah memiliki andil besar dalam
melindungi kota dari serangan preman. Demikian juga melindungi kantor
polisi dari penyerangan preman yang sengaja ingin memperkeruh suasana
menyusul kembalinya kondisi seperti revolusi 25 Januari.[rassd/sinaimesir/IM]