Indonesia, Negara Islam yang Dibajak Kaum Sekuler? -->

Indonesia, Negara Islam yang Dibajak Kaum Sekuler?

Zak
Senin, 09 September 2013
Islamedia - Pernahkah Anda mendengar orang berdalih dengan argumen "Indonesia bukan negara Islam"? Pembina Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia, Adian Husaini, mewanti-wanti pembelokan makna di balik ucapan seperti itu.

"Apakah kalau bukan negara Islam maka syirik jadi boleh, Miss World jadi boleh?" kata Adian dengan nada kritis.

"(Karena) Indonesia ini negara Islam yang dibajak kaum sekuler," tegas Adian dalam diskusi bedah buku "Filsafat Ilmu" pada Sabtu (7/9) lalu di Jakarta.

Selanjutnya Adian mengingatkan agar umat terus memahami sejarah secara utuh, bahwa Pancasila tidak lahir dari ruang kosong. Menurutnya, penghilangan tujuh kata juga menimbulkan konsekuensi.

"Para ulama dan tokoh Islam setuju dengan catatan bahwa sila pertama (Pancasila) itu bermakna Tauhid," ujar Adian.

Penulis buku "Pancasila Bukan untuk Menindas Hak Konstitusional Umat Islam" tersebut juga membedah kandungan sila kedua Pancasila yang unik.

"Kemanusiaan di sana beda dengan rumusan Yamin dan Soekarno, yang sekadar humanisme. Melainkan kemanusiaannya kemanusiaan yang adil dan beradab," kata Adian seraya mengutip pelbagai ayat yang menerangkan tentang konsep adil dan adab dalam Islam. Salah satunya "Inallaha ya'muruna bil adli wal ihsan".

"Sila keempatnya kerakyatan yang dipimpin oleh hikmah. Jadi dipimpinnya oleh hikmah. Sedangkan hikmah itu sendiri apa menurut Al-Qur'an?" ujar Adian.

"Kemudian dilanjutkan dalam permusyawaratan perwakilan. Musyawarah itu syura. Perwakilan itu wakala. Konsep khas dalam Islam," kata Adian menguraikan.

Sila ke-5 yang mengulang kembali kata adil, juga termasuk yang disebutnya cerminan nilai Islam.

"Keadilan itu al-'adalah," ujar Adian yang dalam kesempatan itu juga menjelaskan pentingnya menjaga bahasa dari sekularisasi, sebagaimana lebih dahulu diwanti-wanti oleh cendekiawan Muslim Syed Muhammad Naquib Al-Attas.

Acara bedah buku di Gedung INSISTS, Kalibata Utara II, Jakarta, itu dipadati oleh peserta dari berbagai generasi. Menurut editornya, buku Filsafat Ilmu dihadirkan sebagai solusi, menjawab kebutuhan buku rujukan filsafat ilmu yang selama ini mengesampingkan worldview Islam. [ismed]