Belajar dari Karakter Huruf -->

Belajar dari Karakter Huruf

Admin
Senin, 30 September 2013
Islamedia - Selama puluhan tahun sejak SMP saya belajar EYD, menghafalkan salah satu kaidah tata bahasa: “kata dasar dengan huruf awal p, t, k, s jika mendapatkan awalan, huruf tersebut akan luluh”. Menghafal, lalu menerapkannya dalam penulisan.

Baru kemarin, saya menyadari. Saat Prof Achmad, dosen neurolinguistic saya menjelaskan tentang mengapa ada kaidah tersebut. Ada sesuatu di kaidah itu, yang luput dari perhatian selama ini. 


Ternyata, huruf p, t, k adalah huruf yg sifatnya voiceless (tak bersuara). Huruf T misalnya, adalah huruf plosive voiceless. Ketika ditambahi awalan, huruf T tersebut luluh, digantikan N. 

Kata telusur misalnya, diawali me akan menjadi menelusuri, bukan mentelusuri. Sebaliknya, sifat huruf D misalnya, adalah, plosive voice (bersuara), karakter huruf D itu ‘tegar’. Saat dia mendapatkan awalan, dia tidak luluh, justru menarik huruf lain, yaitu huruf N (huruf yang sama juga, sama seperti yang menggantikan T). kata dengar menjadi mendengar, bukan medengar. Huruf D tetap ada, lalu disisipkan huruf N.

Mungkin ini biasa. Tapi bagi saya menjadi sangat menarik. Ada filosofi hidup di sana. Begitulah juga dalam kehidupan kita, manusia. Seperti huruf T, jika karakter kita ‘lembek’, gampang menyerah, malas berusaha, sibuk dengan diri sendiri; maka keberadaan kita sebetulnya antara ada dan tiada, tak ada ‘suara’nya. Tak begitu didengar orang saat bicara, dan kadang malah orang lain merasa lebih baik mengajak orang lain (baca: huruf N) dari pada Mr atau Mrs T. Dengan mudah peran T tergantikan orang lain yang dianggap lebih kapabel, yaitu mas/mbak N. Kalau dari sisi jenis manusia menurut Emha, ini jenis manusia yang mubah mendekati makruh. Ada dan tiadanya tak ada pengaruh apa-apa bagi sekitarnya, malah kadang jauh lebih baik jika dia tak ada.

Sebaliknya, seperti huruf D, jika karakter kita tegar, tekun, rajin berusaha, tak mudah menyerah, peduli pada orang lain; maka keberadaan kita akan diakui di sekitarnya. ‘Suara’ kita akan didengar orang lain. Bukan hanya didengar dan diakui, bahkan akan ada orang-orang yang setia mengikuti, seperti mbak N. Karakter D, bagaikan magnet bagi sekitarnya, orang tertarik padanya, karena karakternya yang kuat. Menilik jenis manusia menurut Emha, ini jenis manusia sunnah atau wajib. Ketidakhadirannya dicari orang, banyak merasa orang kehilangan jika dia tak ada, bahkan pada saat tertentu dia begitu diharapkan dan tak ada orang lain yang dianggap mampu menggantikannya.

Nah, mau jadi seperti Mrs. T atau Mrs. D, dikembalikan pada kita lagi.
Dari huruf, kita belajar.



Muktia Farid