Ayahku Pekerja Keras -->

Ayahku Pekerja Keras

Sabtu, 31 Agustus 2013
http://farm5.static.flickr.com/4043/4634773192_1ab44e2abb_b.jpg
Islamedia - Aku tidak tahu sejak kapan ayahku merantau ke Pulau Jawa.  Awalnya aku juga tidak tahu, ternyata bahwa aku bukan anak asli daerah ini, yang menjadi tempat tinggal keluargaku saat ini.  Bahkan aku lebih fasih menggunakan bahasa jawa, dibanding bahasa asli dari daerah asalku, yaitu bahasa Sunda. 

Aku tahu kalau ayahku seorang perantau, setelah aku kira-kira berada di bangku sekolah Sekolah Menengah Pertama (SMP).  Dibanding ketika masih Sekolah Dasar (SD), mungkin karena waktu SMP itu sudah bisa berfikir kali ya…? Sehingga aku baru bisa berpikir, bahwa sebenarnya aku adalah anak rantau, bukan anak asli daerah ini.

Karena saat SMP itu, ketika sedang berkumpul,  bercanda dengan teman-teman, seringkali memanggil-manggil dengan nama ‘gelaran’ yaitu nama ayahnya. “Hey… Syamsudin cilik…” begitu teman-teman memanggilku, saat bercanda. Mungkin tidak untuk bermaksud mengolok-olok, hanya bercanda saja.  Karena memang nama ayahku adalah Syamsudin.

“Hey…cah mbandungan…” begitu juga kadang-kadang teman-teman di rumah, atau disekolah menjuluki aku sebagai ‘cah mbandungan’.  Aku juga tidak tahu sebabnya, kenapa disebut itu, mungkin karena asalku dari dataran Sunda, dan teman-teman menganggap bahwa semua yang datangnya dari Sunda itu Bandung, logat orang jawa jadi mbandung…, he…he…lucu juga ya.  Padahal kedua orang tuaku berasal dari daerah Ciamis, bukan dari Bandung…

Tetapi aku justru senang dengan julukan itu, sebab didaerah tempat tinggalku, banyak sekali orang perantau dari Sunda, yang membuat koloni.  Dan sebagian besar dari koloni orang-orang Sunda ini dikenal sebagai pekerja keras, tidak sedikit pula yang cukup sukses. Sehingga mereka mampu membuat rumah sendiri di daerah perantauan itu, tentunya hasil dari usahanya.

Termasuk orang tuaku, secara pribadi aku mengenal ayah, sebagai seorang yang ulet, pekerja keras. Walaupun saat ini ayahku telah tiada, tetapi keuletannya itu sampai hari ini masih terus menginspirasi aku.  Betapa tidak, aku teringat betul, karena aku melihatnya sendiri, bagaimana ayahku memulai bekerja, dengan membawa sepeda onthel yang penuh ‘barang-barang kreditan’ untuk dijajakan keliling kampung. 
Itulah awal aku melihat ayahku bekerja, sepertinya tidak mengenal lelah.  Ditekuninya terus usaha itu. Lambat laun, dari tahun ke tahun usaha kreditan barangnya cukup maju, sehingga ayahku berani membuat usaha lagi, peternakan ayam petelur.  Kedua usaha itu dilakukan bersamaan. Berlangsung lama, bertahun-tahun juga, sampai akhirnya ayahku mampu membeli sebidang tanah dibelakang rumah kontrakan, yang selama ini menjadi basis usahanya.

Dengan insting bisnisnya, ayah mampu mendirikan bangunan diatas tanah seluas hampir 800 m2 untuk rumah, dan usaha pembuatan krupuknya.  Nah, usaha pembuatan krupuk inilah yang terakhir dijalankan, sementara dua usaha sebelumnya di tutup.  Sampai saat ini pun usaha pembuatan krupuk itu masih aktif, dijalankan oleh Ibuku, dibantu oleh kakak perempuanku.

Ada alasan yang penting, kenapa sampai hari ini, usaha pembuatan krupuk itu masih dijalankan…, walaupun ayah telah tiada.  Bukan lain dan bukan tidak, karena masih banyak orang, lebih lagi tetangga, yang menggantungkan penghasilannya dari usaha yang dijalankan oleh Ayah.  Sehingga ketika ayah meninggal, semua anaknya sepakat untuk tidak menutup usaha itu, sampai nanti usaha itu tidak lagi mendatangkan manfaat pada orang lain.  Subhanallah…

Menurut aku, perjuangan ayahku lebih dari sukses, betapa tidak, dari semua usaha, kerja keras yang dilakukan ayahku itulah, banyak membuahkan hasil.  Mampu menjadikan semua anaknya hidup mandiri, yang tidak lagi menggantungkan pemberian dari orang tuanya.  Prinsip ayahku, anak-anaknya semua harus mempunyai penghasilan sendiri, walaupun saat ini usaha ayah masih berjalan. 
Dari keuletan dan kerja keras itu juga, mengantarkan kedua orang tuaku untuk menunaikan ibadah haji sebanyak dua kali.  Alhamdulillah…rukun Islam sudah terpenuhi semua.

Itulah pengalaman kerja keras, usaha ayahku. Sekulimit hikmah tentang kerja keras, dari banyak hikmah perjalanan hidup ayahku. Dibanding aku sekarang, tidak ada apa-apanya,  tidak ada satu usahapun yang sukses aku jalankan, karena memang aku bukan pengusaha, tetapi  seorang PNS.  Walau sebagai PNS, tetapi suatu saat nanti aku ‘bermimpi’ mempunyai usaha, karena jiwa usaha itu masih terus membara dalam diriku.

Saat ini ayahku telah tiada, beliau telah perpulang ke Rahmatullah tanggal 13 januari 2011 yang lalu, meninggal dalam usia 73 tahun, usia yang telah melebihi usia Nabi Muhammad ketika meninggal.  Semoga Allah memberikan kenikmatan pada Almarhum ayah saya, menerima semua amal baiknya, mengampuni semua dosanya, dan menempatkan di Surga-Nya Allah SWT.

Walaupun ayah telah meninggal, aku bertekad untuk menjadi orang yang menjadikan pahala ayahku tidak terputus, terus mengalir.  Ya… tidak lain dan tidak bukan, menjadi anak yang solih, yang selalu mendoakan orang tuanya…

Jakarta, 19 Agustus 2011
Abu Fathi