Ramadhan Yang Mempesona, Episode Yang Masih Bersambung -->

Ramadhan Yang Mempesona, Episode Yang Masih Bersambung

Minggu, 14 Juli 2013

http://4.bp.blogspot.com/_ekkAmYDZVxE/TGHQ4eZfGZI/AAAAAAAAAaQ/m66JrwiQWuY/s1600/ramadan+mubarak.gif
Islamedia - Ramadan selalu memberikan kesan indah, penuh pesona dan selalu menggores kenangan. Apalagi jika dipandang dari sudut keimanan. Lihatlah tubuh-tubuh yang secara fisik tampak lemah, namun kekuatan ruhani ketakwaan begitu tampak memancar di balik tatapan wajahnya. Lihat pula kaki-kaki yang mantap berjalan beriringan menuju masjid-masjid untuk mempersembahkan ketundukannya kepada sang Khaliq. Perhatikanlah wajah-wajah cerah dan ceria sesaat sebelum berbuka, keceriaan karena telah menunaikan kewajibannya lebih mendahului keceriaan menghadapi hidangan yang akan disantap. 

Namun, Ramadhan bukanlah drama satu babak yang selesai begitu saja sebagai cerita yang patut dikenang seiring dengan kepergiannya. Memahami Ramadan seperti ini, tak ubahnya sebuah panggung gembira di sebuah tanah lapang yang hiruk pikuk dengan sorak sorai dan tawa riang, namun keesokan harinya, setelah panggung itu ditutup dan dirobohkan, yang ada hanya tanah lapang yang lengang, sunyi senyap, tak ada lagi sorak sorai dan tawa riang.

Ramadan –begitulah setidaknya dari pesan yang dapat kita tangkap- sesungguhnya merupakan bagian yang tak terpisahkan dari episode-episode kehidupan ini dengan kita sebagai pemeran utama di dalamnya. Bagaikan sebuah drama seri, dia tidak menjadi lengkap dan indah sebagai sebuah cerita manakala episode-episode berikutnya tidak nyambung dan tidak seirama. Peran-peran yang telah ditampilkan dalam 'episode' Ramadhan sangat mudah ditangkap dan dipraktekkan, bahkan kita telah sama-sama telah ikut memerankannya. Kini, setelah Ramadhan berlalu, kita tinggal meneruskan peran-peran tersebut, agar kisah ini terangkai dengan indah dan mempesona. Berilah judul-judul indah dan menarik agar memotivasi kita meneruskan kebajikan-kebajikan yang telah kita semai dalam 'episode' Ramadhan. Kalau anda belum mendapatkannya, saya dapat membantu mencarikannya berikut ini;

Ikhlash, Tangga Pertama Meraih Bahagia

Keikhlasan menjadi salah satu fokus dari ibadah di bulan Ramadhan. Perhatikanlah keutamaan berpuasa dan beribadah di malam hari Ramadhan, keduanya disyaratkan dilakukan dengan iman dan semata mengharap pahala dari Allah Ta'ala. Maka, jika puasa menjanjikan dua kebahagiaan bagi orang yang berpuasa; bahagia saat dia berbuka, dan bahagia saat dia berjumpa dengan Tuhannya, keikhlasan jelas menjadi tangga pertama yang harus dia tapaki. 

Di sisi lain, keikhlasan erat kaitannya dalam upaya kita untuk mengurangi ketergantungan terhadap dunia yang secara teoritis maupun praktis sering menjadi sebab kegagalan meraih kebahagiaan. Karena tabi'at dunia adalah punah, rusak, layu dan membosankan, sehingga otomatis orang yang hidup bergantung kepadanya pun akan mendapatkan hal-hal serupa. Sedangkan sifat Allah Ta'ala adalah kekal, kuat, kokoh dan indah. Maka orang yang ikhlas kepada-Nya akan bahagia, karena sifat-sifat tersebut berbanding lurus dengan kebahagiaan. 

Oleh karena itu, lanjutkanlah peran tersebut. Wujudkan keikhlasan dalam setiap aktifitas kita, dalam shalat, puasa, mencari nafkah, mempergauli keluarga, berteman dll. Insya Allah, kunci kebahagiaan telah kita genggam. 

"Barangsiapa yang mengerjakan amal saleh, baik laki-laki maupun perempuan dalam Keadaan beriman, Maka Sesungguhnya akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik" (QS. An-Nahl: 97)

Masjid Semakin Indah Jika Banyak yang Shalat Berjamaah

Mari kita saksikan kembali 'tayangan' Ramadan yang menyorot masjid-masjid dan surau-surau di sekitar kita. Nyaris tidak kita dapatkan masjid atau surau yang tidak berdenyut. Langkah-langkah kaki yang terayun mantap, percikan air wudu yang bertumpahan, suara takbir yang berkumandang serta lantunan ayat-ayat suci yang dibacakan, ditingkahi si kecil yang kadang berlarian. Semuanya berpadu membentuk simponi indah bagi rumah Allah dengan segala keberkahan dan nilai-nilai sosial yang mengiringinya. 

Akankah simponi yang indah tersebut segera sirna seiring dengan kepergian Ramadan? Majid-masjid kembali terkunci rapat kecuali untuk satu dua kali shalat, atau ramai hanya untuk seremoni sesaat. Di sini kita dituntut untuk meneruskan peran kita untuk meramaikan masjid dalam ta'at. 

Keindahan masjid bukan terletak pada ketinggian seni arsiteknya, juga bukan pada indahnya ornamen-ornamen yang menghiasinya, tetapi justeru pada banyaknya hamba-hamba Allah yang mendatanginya untuk menyatakan ketundukan kepada sang Khalik, meskipun bangunannya hanya terbuat dari tanah liat dan beratap rumbia. Sebagaimana peran kita bukan hanya membangunnya, tetapi juga meramaikannya dengan ibadah dan ketaatan, minimal dengan shalat berjamaah lima waktu, sekaligus sebagai bukti keimanan kita kepada Allah Ta'ala.

"Hanya yang memakmurkan masjid-masjid Allah ialah orang-orang yang beriman kepada Allah dan hari Kemudian." (QS. At-Taubah: 18)

Dan, raihlah naungan Allah di hari kiamat yang –berdasarkan sabda Rasulullah saw- hanya Allah berikan kepada delapan golongan, salah satunya adalah; 'Seseorang yang hatinya bergantung kepada masjid' (Muttafaq alaih). 

Indahnya Hidup Saling Berbagi

Ramadan, di sisi lain, juga menayangkan sebuah fragmen kehidupan yang sering terabaikan, yaitu bahwa hidup saling berbagi itu sangat indah. Anjuran banyak bersedekah di bulan mulia ini tidak hanya sebatas pentingnya si kaya memberi kepada si miskin, tetapi lebih jauh dari itu adalah bagaimana sebuah masyarakat terbentuk dalam susunan yang saling mengisi dan melengkapi, saling memberi dan berbagi. Pilar-pilar kehidupan bermasyarakat akan sangat rapuh dan tinggal menunggu waktu keruntuhannya saja, apabila ada kesenjangan di dalamnya, yang kaya sombong dengan apa yang dimilikinya sedang si miskin acuh dengan kegetiran hidupnya. 

Selesai bulan Ramadan, peran ini masih harus kita teruskan dan kita budayakan. Bahkan kehidupan berbagi ini tidak hanya terbatas pada aspek materi. Kita dapat berbagi nasehat, doa, semangat dan motivasi, bahkan sesungging senyuman pun Rasulullah saw menamakannya sebagai shodaqah. Dan hendaknya hal itu dilakukan apa adanya, tanpa dibuat-buat, murni karena keinginan kita meraih ridha Allah Ta'ala dan menciptakan hubungan harmonis di tengah masyarakat. Meskipun tak ada kamera wartawan yang menjepretnya, meskipun tidak ada surat kabar yang memuat beritanya. 

Kalau pernah kita dapatkan pihak-pihak tertentu yang ingin menampakkan rasa berbaginya kepada masyarakat, karena namanya tercatat dalam daftar urut caleg sebuah partai, atau karena dirinya sedang digadang-gadang menduduki posisi-posisi ekskutif, mudah-mudahan mereka menyadari bahwa terwujudnya masyarakat yang saling berbagi tanpa pamrih dan hilangnya kesenjangan sosial di tengah masyarakat, jauh lebih berharga dari sejumput jabatan yang mereka kejar. Sehingga kalaupun jabatan tersebut tak juga dapat mereka raih, sikap berbagi tersebut tetap ditampilkan apa adanya tanpa kurang sedikit pun. 

Demikianlah contoh dari peran-peran yang dapat kita teruskan dalam episode-episode berikutnya. Dan masih banyak lagi tema-tema yang dapat kita ambil. Kita dapat menulis skenarionya dan bahkan langsung menjadi pemeran utamanya. Yang penting dia harus seirama dan senafas dengan Episode Ramadan yang sangat mempesona itu.

Semoga Allah memberikan kita kekuatan lahir dan batin agar dapat melanjutkan kisah ini sehingga menjadi kisah utuh tentang anak manusia yang sedang menjalani fungsi penghambaannya, hingga akhirnya kisah ini dapat ditutup dengan 'happy ending' berupa husnul khotimah, akhir kehidupan yang baik. Dan jika pada saatnya nanti Allah Ta'ala membentangkan kembali kisah tersebut di hari pembalasan, kita dapat tersenyum bahagia karena 'acting' kita yang menawan dan mendapat pujian. 

Sesungguhnya orang yang berbakti itu benar-benar berada dalam kenikmatan yang besar (syurga). Mereka (duduk) di atas dipan-dipan sambil memandang. Kamu dapat mengetahui dari wajah mereka kesenangan mereka yang penuh kenikmatan. Mereka diberi minum dari khamar murni yang dilak (tempatnya), Laknya adalah kesturi; dan untuk yang demikian itu hendaknya orang berlomba-lomba. (QS. Al-Muthaffifin: 22-26)

Wallohu 'alam,
Abu Rumaisha