Islamedia - Tidak ada yang pernah menyangka bahwa misi awal hanya untuk menghadang
kafilah Quraisy yang membawa harta kekayaan penduduk Mekkah setelah berdagang
di Syam sebanyak 1.000 unta dan harta benda senilai 5.000 dinar emas yang hanya
dijaga tidak lebih dari 40 orang berbuah peperangan besar yang bersejarah.
Itulah kisah awal Perang Badr (Perang Badr Kubr-red) pada masa
Rasulullah. Rasulullah mengira bahwa
penghadangan ini akan memukul sisi politik, ekonomi dan militer karena jumlah
harta yang sangat banyak yang berhasil disita oleh pasukan muslimin. Sehingga
tidak seperti biasanya, yang selalu mengirim satuan pasukan khusus untuk
penghadangan, kali ini berbeda, Rasulullah hanya memberikan himbauan untuk ikut
bergabung dengan pasukan penghadangan, tanpa paksaan, sehingga kaum muslimin
ketika itu bebas memutuskan ikut atau tidak dalam pasukan penghadangan itu.
Setelah itu Rasulullah segera membentuk pasukan dari kaum muslimin
yang bersedia bergabung. Jumlahnya hanya sekitar 313 orang terdiri dari
gabungan kaum muhajirin dan kaum anshor yang diwakili oleh suku Aus dan
Khazraj. Pasukan tersebut tidak mengadakan pertemuan khusus untuk membahas
rencana penghadangan nantinya, bahkan mereka hanya membawa 2 ekor kuda dan 70
ekor unta untuk seluruh pasukan. Rasulullah sendiri memilih naik unta bersama
Ali bin Abu Thalib dan Martsad bin Abu Martsad Al-Ghanaw. Untuk ini, beliau
mengangkat Ibnu Ummi Maktum menjadi wakil beliau di Madinah selama beliau
pergi, namun hal tersebut tidak berlangsung lama, karena Rasulullah mengganti
kembali wakilnya menjadi Abu Lubabah bin Abdul Mundzir. Dan pasukan kaum
muslimin pun terus berangkat menuju Badr. Pasukan dibagi menjadi 2 batalyon,
batalyon muhajirin dipimpin oleh Ali bin Abi Thalib sementara pasukan anshar
dipimpin oleh Sa’ad bin Mu’adz.
Sementara itu, Abu Sofyan, salah satu tokoh Quraisy, telah
memperkirakan akan adanya penghadangan pasukan kafilah dagang tersebut oleh
pasukan kaum muslimin. Maka dalam perjalanan pulang dari Syam menuju Mekkah
itulah ia mencari-cari informasi mengenai pasukan kaum muslimin. Tidak mau
beresiko, ia pun mengupah Dhamdham bin Amr Al-Ghifari untuk berpura-pura telah
diserang pasukan kaum muslimin dengan mengoyak-ngoyak baju yang ia kenakan
serta mengacak-acak bekal yang ia bawa. Tujuannya hanya satu, meyakinkan warga
kota Mekkah untuk membantu Abu Sofyan melawan pasukan kaum muslimin. Akhirnya
terkumpulah pada awalnya sebanyak 1.300 orang dengan membawa 100 ekor unta dan
600 baju besi termasuk puluhan ekor unta. Dan komandonya langsung dipegang oleh
Abu Jahal bin Hisyam, tokoh Quraisy yang memang sudah dikenal karena
kebenciannya kepada Rasulullah. Tidak itu saja, pasukan Quraisy juga dibantu
oleh iblis yang menjelma menjadi seorang manusia dengan nama Suraqah bin Malik
bin Ju’stum Al-Mudliji. Setelah pasukan Quraisy siap menyelesaikan
perlengkapannya, maka mereka pun segera berangkat keluar kota Mekkah dengan
senjata terhunus dan rasa penuh kebencian kepada kaum muslimin. Keberangkatan
ini diabadikan oleh Allah SWT dalam firmanNya “..dengan rasa angkuh dan dengan maksud riya kepada manusia serta
menghalangi (orang) dari jalan Allah” Q.S. Al-Anfal : 47.
Setelah bertanya kepada setiap rombongan yang melewatinya, dan
menyelidiki daerah jalur alternatif yang akan dilewatinya, maka hati Abu Sofyan
merasa tenang, dia pun merasa tidak satu jalur dengan pasukan kaum muslimin,
oleh karena itu ia kembali mengirimkan surat kepada pasukan Mekkah yang sudah
tiba di Al-Juhfah untuk kembali lagi ke kota Mekkah. Namun pasukan Mekkah yang
sudah terlanjur berangkat tidak mematuhinya sebelum memastikan kondisinya
benar-benar aman. Akhirnya pasukan Quraisy Mekkah pun terbagi menjadi dua, ada
yang kembali dan ada pula yang melanjutkan perjalanan. Akhirnya pasukan Mekkah
yang melanjutkan perjalanan menuju Badr tersisa sebanyak 1.000 orang.
Atas izin Allah, lolosnya kafilah Abu Sofyan itu tercium juga oleh
Rasulullah SAW. Ada mata-mata yang menyampaikan berita tersebut. Namun justru
kondisi malah genting, informasi tadi mulai menyebabkan kebimbangan di kalangan
kaum muslimin. Karena jika pasukan Mekkah tersebut dibiarkan akan menyebabkan
posisi mereka semakin kuat di kabilah arab ketika itu, dan Islam akan semakin
terkucil karena ketidakmampuannya menghadang kafilah dagang Abu Sofyan.
Dalam kondisi genting itulah Rasulullah mengadakan musyawarah dengan
para sahabatnya. Rasulullah menceritakan semua kondisi sebenarnya dan semua
sahabat diberikan kesempatan untuk mengemukakan pendapat seluas-luasnya. Pada saat itu ada sebagaian diantara mereka
yang merasa takut, mereka inilah yang diisyaratkan Allah SWT dalam firmanNya
surat Al-Anfal ayat 5-6. Suasana terus mencekam dan ramai, hingga akhirnya
Miqdad bin Amr berdiri mewakili komandan kaum Muhajirin, seraya berkata dengan
lantang “Wahai Rasulullah majulah terus seperti diperlihatkan Allah kepada
engkau, kami akan bersama engkau. Demi Allah, kami tidak akan berkata kepada
engkau sebagaimana Bani Israel yang berkata kepada Musa ‘Pergi engkau sendiri
bersama Rabb-mu lalu berperanglah kalian berdua’. Demi yang mengutusmu dengan
kebenaran, andaikata engkau pergi membawa kami ke dasar sumur yang gelap, maka
kami pun siap bertempur bersama engkau hingga engkau bisa mencapai tempat itu”.
Rasulullah tersenyum “bagus” kemudian beliau mendoakan kebaikan untuk Miqdad.
Seruan ini juga disambut baik oleh komandan pasukan Anshar, Sa’ad bin Mu’adz.
Sehingga pasukan kaum muslimin segera berangkat kembali hingga akhirnya mereka
berhenti di dekat Badr.
Dari sini Rasulullah mengadakan operasi mata-mata, bahkan untuk ini
beliau sendiri bersama Abu Bakar Ash-Shiddiq yang menjadi mata-mata dengan
berjalan-jalan di daerah sekitarnya. Pun begitu pula dengan sore hari, beliau
kembali mengirimkan mata-mata untuk mencari data mengenai musuh, untuk kali ini
tugas diserahkan kepada Ali bin Abi Thalib, Az-Zubair bin Al-Awwam dan Sa’ad
bin Abi Waqqash, para sahabat nabi yang tidak diragukan lagi keimanan dan
kecintaannya kepada Allah dan Rasulullah. Dalam operasi mata-mata kali ini
mereka menangkap pesuruh pasukan Mekkah yang sedang mengambil air di sumur Badr.
Dari informasi inilah diketahui jumlah pasukan Mekkah termasuk anggota pemuka
quraisy yang ikut berperang. Di titik inilah kemudian Rasulullah mengingatkan
kepada para sahabatnya dengan penuh wibawa “Wahai semua orang, inilah Mekkah
yang telah menghantarkan jantung hatinya kepada kalian”.
Pada malam itu Allah mentakdirkan menurunkan hujan yang deras, hujan
yang membuat kaum musyrikin basah kuyup dan menghambat laju pasukan, sementara
di pasukan kaum muslimin, hujan telah mengeyahkan ketakutan menjadi keberanian,
dan perpecahan menjadi kesatuan. Pagi
harinya, Rasulullah membawa pasukan ke mata air Badr mendahului pasukan Mekkah.
Mereka membuat kolam-kolam air atas usulan Al-Hubab bin Al-Mundzir, sekaligus
tenda khusus di tempat yang lebih tinggi untuk Rasulullah memberikan komando
selama perang berlangsung. Malam pun menjelang, Rasulullah sholat dengan
khusyuk, sementara para sahabat diberikan kenikmatan oleh Allah dengan tidur
terpulas dalam kondisi yang sudah genting. Kondisi ini diabadikan Allah SWT dalam
surat Al-Anfal ayat 11 “..kalian
mengantuk sebagai suatu penentram dari-Nya..”. Malam itu bertepatan dengan
malam Jumat tanggal 17 Ramadhan 2 H setelah hampir 10 hari meninggalkan kota
Madinah. bersambung...
Yusvi Adi M