
Islamedia - Memiliki sepasang kaki adalah kenangan
bagi Budi Santoso. Hari ini ia memilih bertahan dan melipatgandakan manfaat
satu kakinya dengan berbagi. Berkiprah sebagai relawan Rumah Zakat menjadi
pilihannya. Dengan ditemani sebuah tongkat, lelaki kelahiran Sidoarjo ini
mengabdi sebagai relawan sejak 2011.
Sama
seperti hari ini, Budi kecil amat lincah dan cekatan. Pada usia enam tahun,
bermain di kebut tebu adalah kesukaannya. Setiap hari ia bertemu dengan Kereta
Lori pengangkut tebu. Ia dan segerombolan temannya berlarian mengambil tebu
yang ada di Kereta Lori. Takdiperhitungkan, Budi menginjak rel yang licin
hingga terpeleset dan jatuh. Kakinya melintangi rel, terlindas Kereta Lori
hingga bagian atas pahanya remu. Amputasi adalah satu-satunya jalan terbaik
yang harus diambil oleh dokter.
Setelah
amputasi, dunia Budi tentu berubah. Ia takbisa lagi berlari bersama
teman-temannya. Tetapi perubahan itu tentu tidak mungkin dijadikannya hambatan
untuk tetap maju. Memasuki bangku Sekolah Dasar, Budi mulai mampu menyesuaikan
diri dengan kondisi dirinya dan teman-temannya. "Kalau lagi main sepakbola
saya gak kan bisa nendang, jadi saya ditaruh di posisi kiper. Saya bisa ikutan
main meskipun akhirnya kebobolan juga hahaha!" kata Budi lepas.
Kehilangan
sebelah kaki hanyalah kenangan yang sedikit buruk bagi lelaki yang sehari-hari
menjadi takmir masjid ini. Pendidikannya terus berlanjut hingga ia menduduki
bangku kuliah di jurusan Sosiologi UNESA. Ia mendapatkan informasi penerimaan
relawan Rumah Zakat dari seorang temannya. Keterbatasan tidak menyurutkan
langkahnya untuk menjadi relawan. Ia diterima bergabung menjadi relawan tanpa
banyak pertanyaan. “Saya bergabung menjadi relawan karena ingin lebih maksimal
lagi dalam membantu sesama dan masyarakat yang membutuhkan,” ujar Budi Santoso.

Karakternya
yang semangat, ceria, dan mudah bergaul menjadikannya selalu tampak bersinar. Ia
aktif dalam NPC (National Paralympic Committee) Kota Surabaya, dibawahi KONI
Surabaya. Organisasi ini menjadi wadah altet-atlet yang memiliki kekurangan
fisik. Dalam dua tahun terakhir Budi berhasil menaklukkan dua kejuaraan. Pada tahun
2012 lalu ia mengikuti lomba lempar lembing khusus orang-orang berkebutuhan
khusus Jawa Timur. Ia berhasil meraih peringkat dua. “badan lawan saya besar
sekali. Dia mantan tentara yang kakinya hancur karena terkena bom dan
diamputasi. Badannya sudah benar-benar bagus dan terlatih, lebih besar dari
saya. Itulah mengapa saya hanya menjadi juara dua,” ujar Budi sambil tertawa. Pertengahan
tahun ini, tepatnya 13 Juni 2013, Budi menjadi juara satu dalam lomba lari.
Kakinya yang hanya satu membawanya memenangkan kejuaraan lari, satu hal yang
dikhawatirkan tidak dapat dilakukan oleh orang-orang yang kehilangan kaki.
Kata
“terbatas” sudah hilang dari kamus kehidupan Budi. Itulah sebabnya ia menyukai travelling, backpacker, dan touring. Kiprahnya sebagai relawan
membuatnya dapat mengunjungi berbagai tempat untuk membantu masyarakat dalam
berbagai kegiatan sosial. “Saya suka menjadi relawan Rumah Zakat. Di sini saya
mendapat keluarga baru, pengalaman baru, banyak ilmu baru yang tidak saya
dapatkan di kampus. Saya juga dapat terjun langsung ke masyarakat,” ujar Budi.

Keaktifannya
dalam berkiprah menjadi relawan membawanya terpilih menjadi salah satu relawan
Rumah Zakat Surabaya yang mengikuti Dreambook Training yang diselenggarakan di
Yogyakarta. Setiap daerah mengirimkan empat relawan terbaik dan bergabung
dengan relawan Jawa Tengah, Jawa Timur, dan DI Yogyakarta. Pemuda yang memiliki cita-cita menjadi
motivator ini selalu aktif dalam Bakti sosial, pengobatan gratis, khitan
massal, nikah massal, dan berbagai kegiatan Rumah Zakat lainnya. “Saya pernah
nyoba pakai kaki palsu, tapi ndak enak. Saya tidak bebas bergerak mengangkut
kornet superqurban, obat-obatan, atau keperluan lainnya” tuturnya. Ia tidak
pernah berpikir untuk menggunakan kaki palsu. Satu kaki kini sudah amat cukup
baginya.[Munawaroh]