Izin Berjilbab Bagi Polwan Muslimah -->

Izin Berjilbab Bagi Polwan Muslimah

Kamis, 20 Juni 2013
Islamedia - Belakangan, ramai dibicarakan mengenai adanya pelarangan berjilbab bagi para polisi wanita. ‘Larangan’ tersebut, sebagaimana dirilis detikcom, berpangkal dari Surat Keputusan Kapolri No Pol: Skep/702/IX/2005 tentang sebutan, penggunaan pakaian dinas seragam Polri dan PNS Polri. Awalnya, topik ini menjadi ramai karena adanya ungkapan dari para polwan dan wanita TNI. Bisa dibaca di Republika.

Berbagai respon muncul, ada yang setuju agar Polri memberikan izin bagi polwan muslimah untuk berhijab, ada juga yang menganggap aturan tersebut sudah benar. Salah satunya dari komentar temennya teman saya di facebook, which sounds like this:
 
Tapi dilain sisi apa yg dibilang pak wakapolri ada benernya. kalo dibalik nih sekiranya ada polwan pake baju biarawati gmn perasaan yg muslim atau malah ada polisi yg juga biksu yang maksa pake atribut keagamaannya juga ? .. bagusnya memang posisi aparat negara itu netral. karena penggunaan jilbab itu meski hak asasi manusia tetapi merupakan atribut keagamaan. dikhawatirkan kalo ada perang suku/agama, akan menyulitkan serta menyudutkan institusi tsb sendiri karena simbol keberpihakannya.

Sounds a lil bit weird, no?

Bagi saya, iya.

Pertama, bagi kami para muslimah, perihal berjilbab bukanlah semata perkara hak asasi. More than that, berjilbab adalah bentuk ketaatan kami pada Allah, seperti kami melakukan shalat 5 waktu, shaum di bulan Ramadhan, membayar zakat, taat pada suami, dan kewajiban-kewajiban lain yang telah Allah perintahkan, yang bersumber dari AlQur’an dan hadits. Jadi, berjilbab isn’t merely atribut keagamaan. Bagi beberapa orang barangkali iya, ketika jilbab hanya dikenakan jika mau pergi ke acara pengajian, melayat, atau saat akan berangkat shalat Ied saja.

Namun sejatinya, tidaklah demikian hukum menutup aurat bagi muslimah. Ketika bekerja pun, kami wajib berjilbab. Ya, itu hak kami sebagai muslimah. Aurat kami hanya berhak kami tampakkan kepada yang berhak melihatnya. Jika sengaja kami tampakkan aurat pada yang bukan mahram, maka kami akan menanggung konsekuensi karena telah melanggar perintah Allah. Demikian :)

Jadi, jilbab bagi polwan bukan semata hak asasi atau atribut keagamaan. Ini tentang taat pada Allah dan menjalankan syari’at agama. Bukankah dalam Pasal 29 UUD 1945 disebutkan:

(1) Negara berdasar atas Ketuhanan Yang Maha Esa.
(2) Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu.

Lagipula, jilbab bagi polwan Insya Allah takkan mengganggu kinerja mereka :)

Kedua, jika memang kemudian ada polwan kristiani, hindu, budha, katolik, juga ingin menggunakan atribut keagamaan masing-masing, ya monggo. Jika tidak mengenakan atribut-atribut tersebut melanggar aturan agama masing-masing, kenakanlah. Karena dalam Islam, ketika wanita tidak berjilbab, artinya melanggar perintah Allah sebagaimana tertera dalam QS Al Ahzab ayat 59 dan QS An Nuur ayat 31. Begitu ^^

Jika boleh membandingkan Indonesia dengan negara lain seperti Swedia, Inggris, dan Australia, maka pelarangan berjilbab bagi Polwan ini benar-benar menyedihkan. Karena, di Australia, yang kita tau bukan merupakan negara berpenduduk muslim terbesar di dunia, sejak 2008 sudah punya Polwan berjilbab. Indonesia? Baru NAD saja. Indonesia kan bukan hanya Aceh ya :(

Baiklah. Kalau kita simak pernyataan dari Kapolri di detikNews sih, kata beliau peraturan dalam Surat Keputusan Kapolri No Pol: Skep/702/IX/2005 tentang sebutan, penggunaan pakaian dinas seragam Polri dan PNS Polri masih bisa berubah. Semoga saja segera berubah, dan para polwan muslimah bisa segera menjalankan kewajiban mereka untuk berjilbab :)

Dini Haiti Zulfany