Islamedia - Boyamin Saiman, kuasa hukum Antasari Azhar, sangat optimis gugatan mereka terhadap Peninjauan Kembali (PK) dikabulkan Mahkamah Konstitusi (MK).
Demikian disampaikan Boyamin dalam kesimpulan pengujian Undang-Undang Pasal 268 ayat (3) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 KUHAP, Perkara Nomor 34/PUU-XI/2013 dan Pasal 263 ayat (3) dan Pasal 268 ayat (3) KUHAP, Perkara Nomor 21/PUU-XI/2013 di MK.
"Kalau urusan optimis, sangat optimis," ujar Boyamin dalam pesan singkatnya.
Boyamin bersama dengan Antasari Azhar dan Andi Syamsudin, menyimpulkan berdasarkan fakta persidangan pengertian keadaan baru (novum) yang menjadi dasar dapat diajukannya PK sebagaimana ketentuan pasal 263 ayat (2) UU Nomor 8/1081 KUHAP:
A. Keterangan meragukan dari saksi Jefry Lumampouw dan Etza Imelda Mumu yang menyatakan pernah melihat SMS “Ancaman”, sementara tidak terdapat print out, tidak ada data lalu lintas SMS dari operator Telkomsel (CDR), rusaknya Headseat HP milik korban Nasrudin, dan diperkuat keterangan ahli Dr. Agung Harsoyo yang menyatakan tidak terdapat SMS “ancaman”.
B. Keterangan saksi Wilardi Wizard dan Sigid Haryo Wibisono yang menyatakan Antasari Azhar tidak terlibat perencanaan pembunuhan, dimana posisi Wilardi Wizard dan Sigid Haryo Wibisono dalam skema berundak dalam dakwaan berada dibawah Antasari Azhar.
C. Ketentuan pasal 8 ayat (5) UU Kejaksaan menyangkut kententuan ijin tertulis dari Jaksa Agung untuk memeriksa dan memproses pidana seorang jaksa jelas-jelas telah dilanggar sehingga nampak upaya kriminalisasi dan rekayasa untuk dikebut dan dipaksakan dengan maksud untuk menutupi kekurangan bukti.
D. Keberadaan baju korban Nasrudin Zulkarnaen tidak pernah diperlihatkan ataupun dijadikan barang bukti, padahal darah yang melumuri baju korban akan memperlihatkan cara pembunuhan korban apakah ditembak dari samping atau dari depan.
E. Keberadaan uji balistik yang meragukan terhadap pistol revolver dan kaliber peluru yang menimbukan perdebatan karena tidak pernah dilakukan test terhadap kemampuan atas peristiwa yang didakwakan.
F. Antasari Azhar tidak pernah dihadirkan pada persidangan eksekutor di Pengadilan Negeri Tangerang sebagai rangkaian dakwaan turut serta atau menyuruh lakukan pembunuhan berencana.
G. Saksi-saksi eksekutor tidak pernah dan tidak bersedia memberikan keterangan pada persidangan Antasari Azhar di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, namun dalam pertimbangan Hakim mengambil keterangan saksi-saksi eksekutor seakan-akan bersaksi didepan persidangan.
H. Sistem pemecahan perkara dan persidangannya yaitu eksekutor selaku pembunuhan disidangkan di PN Tangerang, sementara Antasari Azhar dkk selaku turut serta dan menyuruh lakukan disidangkan di PN Jakarta Selatan dan dilakukan setelah selesai sidang eksekutor di PN Tangerang.
I. Pertimbangan Hakim Peninjauan Kembali Mahkamah Agung yang berasal dari keterangan dan bukti hasil sadapan telepon selular milik Antasari Azhar oleh Kapolri, padahal hal ini tidak pernah terungkap dan terbukti dalam persidangan tingkat Pertama Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Banding Pengadilan Tinggi DKI maupun Kasasi MA.(tribun)
Demikian disampaikan Boyamin dalam kesimpulan pengujian Undang-Undang Pasal 268 ayat (3) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 KUHAP, Perkara Nomor 34/PUU-XI/2013 dan Pasal 263 ayat (3) dan Pasal 268 ayat (3) KUHAP, Perkara Nomor 21/PUU-XI/2013 di MK.
"Kalau urusan optimis, sangat optimis," ujar Boyamin dalam pesan singkatnya.
Boyamin bersama dengan Antasari Azhar dan Andi Syamsudin, menyimpulkan berdasarkan fakta persidangan pengertian keadaan baru (novum) yang menjadi dasar dapat diajukannya PK sebagaimana ketentuan pasal 263 ayat (2) UU Nomor 8/1081 KUHAP:
A. Keterangan meragukan dari saksi Jefry Lumampouw dan Etza Imelda Mumu yang menyatakan pernah melihat SMS “Ancaman”, sementara tidak terdapat print out, tidak ada data lalu lintas SMS dari operator Telkomsel (CDR), rusaknya Headseat HP milik korban Nasrudin, dan diperkuat keterangan ahli Dr. Agung Harsoyo yang menyatakan tidak terdapat SMS “ancaman”.
B. Keterangan saksi Wilardi Wizard dan Sigid Haryo Wibisono yang menyatakan Antasari Azhar tidak terlibat perencanaan pembunuhan, dimana posisi Wilardi Wizard dan Sigid Haryo Wibisono dalam skema berundak dalam dakwaan berada dibawah Antasari Azhar.
C. Ketentuan pasal 8 ayat (5) UU Kejaksaan menyangkut kententuan ijin tertulis dari Jaksa Agung untuk memeriksa dan memproses pidana seorang jaksa jelas-jelas telah dilanggar sehingga nampak upaya kriminalisasi dan rekayasa untuk dikebut dan dipaksakan dengan maksud untuk menutupi kekurangan bukti.
D. Keberadaan baju korban Nasrudin Zulkarnaen tidak pernah diperlihatkan ataupun dijadikan barang bukti, padahal darah yang melumuri baju korban akan memperlihatkan cara pembunuhan korban apakah ditembak dari samping atau dari depan.
E. Keberadaan uji balistik yang meragukan terhadap pistol revolver dan kaliber peluru yang menimbukan perdebatan karena tidak pernah dilakukan test terhadap kemampuan atas peristiwa yang didakwakan.
F. Antasari Azhar tidak pernah dihadirkan pada persidangan eksekutor di Pengadilan Negeri Tangerang sebagai rangkaian dakwaan turut serta atau menyuruh lakukan pembunuhan berencana.
G. Saksi-saksi eksekutor tidak pernah dan tidak bersedia memberikan keterangan pada persidangan Antasari Azhar di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, namun dalam pertimbangan Hakim mengambil keterangan saksi-saksi eksekutor seakan-akan bersaksi didepan persidangan.
H. Sistem pemecahan perkara dan persidangannya yaitu eksekutor selaku pembunuhan disidangkan di PN Tangerang, sementara Antasari Azhar dkk selaku turut serta dan menyuruh lakukan disidangkan di PN Jakarta Selatan dan dilakukan setelah selesai sidang eksekutor di PN Tangerang.
I. Pertimbangan Hakim Peninjauan Kembali Mahkamah Agung yang berasal dari keterangan dan bukti hasil sadapan telepon selular milik Antasari Azhar oleh Kapolri, padahal hal ini tidak pernah terungkap dan terbukti dalam persidangan tingkat Pertama Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Banding Pengadilan Tinggi DKI maupun Kasasi MA.(tribun)