Islamedia - Ramah, familiar dan antusias itulah kesan pertama ketika kami dari
Tim ACTNews mewawancari seorang penulis muslimah muda yang mempunyai nama
populer Asma Nadia. Dengan jilbab pink dan berjaket hitam Ia menyambut kedatangan
kami. Tidak beberapa lama interview pun berlangsung dengan serunya, alur
interview berjalan bersifat diskusi kecil yang begitu hangat.
Asma Nadia yang
bernama asli Asmarani Rosalba saat ini dikenal sebagai Pendiri sekaligus Ketua
Forum Lingkar Pena, suatu perkumpulan yang ikut dibidanginya untuk membantu
penulis-penulis muda. Ia juga merintis
penerbitan sendiri: Asma Nadia Publishing House. Salah satu buku yang
diterbitkan telah dialihkan ke layar lebar, berjudul Emak Ingin Naik Haji.
Terakhir melalui Yayasan Asma Nadia, ia merintis Rumah Baca Asma Nadia (RBA).
Banyak yang kami
diskusikan dengan Beliau, terutama terkait dengan 3 pilar ACT (Humanity,
Philantrophy dan Volenteerism) dalam konteks didunia tulis menulis dan
jurnalistik. Menurutnya Perkembangan Jurnalisme kemanusiaan, saat ini sudah
cukup bagus, meskipun bukan bencana besar, pengungkapan kasus Tasripin,
sehingga seluruh masyarakat tahu, itu tak lepas dari peran media yang menguak
atau mengangkatnya.
Namun terkadang media terutama media infotainment
kurang manusiawi tidak mempunyai sense off humanity dalam melakukan liputan
nya, dan itu pekerjaan rumah (PR) bagi seluruh media di Indonesia.
“Saat ini banyak bencana di Nusantara ini,
masyarakat akan lebih peduli kalau mereka itu tahu. Media mempunyai peran untuk
memberitakan potret kemanusiaan itu.” ujar Ibu dua anak ini memaparkan.
Alumnus SMU
Boedi Oetomo ini berpendapat bahwa jurnalisme kemanusiaan saat ini masih
tenggelam, media saat ini lebih asik memberitakan peristiwa politik dan saat
ini pemberitaan masih di dominasi dengan pemberitaan KPK dalam pemberantasan
korupsi.
“ Kita pernah dihentakan media itu ketika
berita bencana besar seperti Tsunami, padahalkan saat ini di beberapa daerah
terjadi beberapa kali bencana banjir bandang situasinya juga parah dan
memperhatinkan.” ungkapnya.
Pendonor royalti
dari buku Emak Ingin Naik Haji yang diberikan 100 persen keuntungannya untuk
sosial kemanusiaan ini mengatakan Indonesia adalah tanah air kita bersama,
alangkah lebih baiknya, para kolumnis, cerpenis, jurnalis, sama-sama bergerak
mengenyampingkan agenda masing-masing.
“ Saya pernah menulis di resonansi koran
Republika tentang bencana, yang orang-orang seringkali mengatakan ini bencana
alam, padahal kalau bencana alam berulang itu berarti itu bukan bencana lagi
tapi missmanagement.” Katanya.
Salah satu
penulis lirik lagu Snada ini berpendapat bahwa jurnalis/penulis selain
memberitakan berita atau tulisan kemanusiaan sehingga orang banyak peduli, juga
diharapkan ikut terlibat langsung mengetuk orang-orang yang punya kewenangan
tadi, sehingga mereka lebih tanggap dan lebih serius.
Asma juga ingin
ikut berkonstribusi banyak dalam kemanusiaan di luar bencana alam, konsentrasi beliau adalah dalam
advokasi rumah tangga terutama upaya menghilangkan perilaku kekerasan dalam
rumah tangga (KDRT). “Saya kira tindakan kekerasan terhadap anak-anak dan KDRT
masih tinggi, kalau ada yang mengajak untuk memberikan penyuluhan saya siap
memberikan penyuluhan bagi ibu-ibu.” Tekadnya dengan lantang.
Menurutnya yang
dilakukan rumah baca saat ini tidak hanya menyediakan buku-buku buat anak-anak,
namun buat orang tua juga.
“ Kekerasaan itu terjadi biasanya dikalangan
minim ekonomi, jadi kita berikan penyuluhan khususnya untuk anak-anak nanti
kita berikan buku-buku yang mendorong
ayahnya untuk berwirausaha, atau punya daya ungkit secara perekonomian mereka.
Kemudian yang ke dua menurut Beliau bisa memberikan buku-buku untuk wawasan
para ibu, dengan harapan itu bisa meminimalisir kekerasan terhadap anak.”
Jelasnya dengan rinci. (Muhajir ACT)