Islamedia - Penolakan rencana studi banding Komisi III DPR keempat negara di Eropa, yaitu Inggris, Perancis, Belanda, dan Rusia terkait penggodokan revisi KUHP dan KUHAP semakin meluas.
Muhammadiyah se-Eropa yang tergabung dalam Pimpinan Cabang Istimewa Muhammadiyah (PCIM) Rusia, Perancis, Inggris dan Belanda menolak rencana kunjungan yang sedianya akan dilakukan pada 14-19 April 2013.
Diakui, dana yang bakal dihabiskan anggota Dewan disinyalir mencapai Rp 6,5 miliar untuk 60 orang yang terbagi dalam 4 rombongan itu sudah berdasarkan Peraturan Menteri Keuangaan 37/2012 tentang Standar Biaya Tahun 2013.
Tapi, Muhammadiyah se-Eropa tetap meminta Komisi III DPR RI untuk segera membatalkan rencana studi banding tersebut karena tidak tepat sasaran dan cenderung menghambur-hamburkan uang rakyat.
Dalam keterangan persnya (Kamis, 11/4), Kusen (PCIM Rusia), Afifuddin Latif (PCIM Perancis), Tri Widayatno (PCIM United Kingdom) dan Alia Baidhowi (PCIM Belanda) membeberkan alasan penolakan studi banding tersebut.
Pertama, selama ini kunjungan DPR RI ke luar negeri tidak pernah dilaporkan secara terbuka mengenai temuan dan hasil yang dapat memberikan manfaat kepada rakyat.
Kedua, sekarang bukan jamannya lagi untuk melaksanakan kegiatan berbasis anggaran, namun harus berbasis ‘outcome’, yaitu memberikan manfaat sebesar-sebesarnya untuk rakyat.
Pendalaman RUU KUHAP/KUHP bukanlah proyek fisik yang menuntut perlunya observasi lapangan, tapi ia merupakan ranah pemikiran. Karena itu draf akademiknya cukup dimintakan pendapat dari pakar-pakar hukum di tanah air kita sendiri.
Ketiga, studi banding dapat memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi, misalnya studi literatur melalui internet dan diskusi dengan pejabat kedutaan masing-masing negara di Jakarta, sedangkan konsultasi bisa melalui media teleconference sehingga dapat menghemat waktu, tenaga dan biaya.
Terakhir, hancurnya tatanan hukum di Indonesia lebih disebabkan oleh para penegak hukumnya yang tidak amanah, tidak cerdas, dan tidak memiliki kepekaan hati nurani.
Kacaunya hukum di Indonesia, tidak akan tersudahi jika tidak ada tekad kuat dari masing-masing aparat untuk menegakkan hukum itu sendiri. Karena itu alangkah baiknya jika anggaran yang setara 6,5 miliar itu dialihkan untuk pembenahan sumber daya manusianya.
Muhammadiyah se-Eropa juga mengimbau kepada seluruh mahasiswa dan masyarakat yang berada di Rusia, Perancis, Inggris dan Belanda untuk memperhatikan, mengkritisi dan bahkan jika sependapat menolak kedatangan rombongan Komisi III DPR RI.
"Carut-marutnya hukum di Indonesia, salah satu sebabnya adalah sikap anggota dewan yang gagal membaca kemauan rakyat. Dan kemauan rakyat saat ini adalah meminta Komisi III DPR RI untuk membatalkan niatnya studi banding ke Eropa.(rmol)
Muhammadiyah se-Eropa yang tergabung dalam Pimpinan Cabang Istimewa Muhammadiyah (PCIM) Rusia, Perancis, Inggris dan Belanda menolak rencana kunjungan yang sedianya akan dilakukan pada 14-19 April 2013.
Diakui, dana yang bakal dihabiskan anggota Dewan disinyalir mencapai Rp 6,5 miliar untuk 60 orang yang terbagi dalam 4 rombongan itu sudah berdasarkan Peraturan Menteri Keuangaan 37/2012 tentang Standar Biaya Tahun 2013.
Tapi, Muhammadiyah se-Eropa tetap meminta Komisi III DPR RI untuk segera membatalkan rencana studi banding tersebut karena tidak tepat sasaran dan cenderung menghambur-hamburkan uang rakyat.
Dalam keterangan persnya (Kamis, 11/4), Kusen (PCIM Rusia), Afifuddin Latif (PCIM Perancis), Tri Widayatno (PCIM United Kingdom) dan Alia Baidhowi (PCIM Belanda) membeberkan alasan penolakan studi banding tersebut.
Pertama, selama ini kunjungan DPR RI ke luar negeri tidak pernah dilaporkan secara terbuka mengenai temuan dan hasil yang dapat memberikan manfaat kepada rakyat.
Kedua, sekarang bukan jamannya lagi untuk melaksanakan kegiatan berbasis anggaran, namun harus berbasis ‘outcome’, yaitu memberikan manfaat sebesar-sebesarnya untuk rakyat.
Pendalaman RUU KUHAP/KUHP bukanlah proyek fisik yang menuntut perlunya observasi lapangan, tapi ia merupakan ranah pemikiran. Karena itu draf akademiknya cukup dimintakan pendapat dari pakar-pakar hukum di tanah air kita sendiri.
Ketiga, studi banding dapat memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi, misalnya studi literatur melalui internet dan diskusi dengan pejabat kedutaan masing-masing negara di Jakarta, sedangkan konsultasi bisa melalui media teleconference sehingga dapat menghemat waktu, tenaga dan biaya.
Terakhir, hancurnya tatanan hukum di Indonesia lebih disebabkan oleh para penegak hukumnya yang tidak amanah, tidak cerdas, dan tidak memiliki kepekaan hati nurani.
Kacaunya hukum di Indonesia, tidak akan tersudahi jika tidak ada tekad kuat dari masing-masing aparat untuk menegakkan hukum itu sendiri. Karena itu alangkah baiknya jika anggaran yang setara 6,5 miliar itu dialihkan untuk pembenahan sumber daya manusianya.
Muhammadiyah se-Eropa juga mengimbau kepada seluruh mahasiswa dan masyarakat yang berada di Rusia, Perancis, Inggris dan Belanda untuk memperhatikan, mengkritisi dan bahkan jika sependapat menolak kedatangan rombongan Komisi III DPR RI.
"Carut-marutnya hukum di Indonesia, salah satu sebabnya adalah sikap anggota dewan yang gagal membaca kemauan rakyat. Dan kemauan rakyat saat ini adalah meminta Komisi III DPR RI untuk membatalkan niatnya studi banding ke Eropa.(rmol)