Islamedia - Assalamu ‘alaikum wr wb, afwan
ust Farid Nu’man mengganggu, ada pertanyaan yang ana butuh bantuan jawaban dari
antum, apakah orang yang mati bunuh diri tidak wajib dishalatkan? Bagaimana
hukumnya warga yang tidak mau menyolatkan orang yang mati bunuh diri?
Jazakallah Ust Farid atas jawabannya. (Sofyan,
02197688xxx)
Jawaban:
Wa ‘Alaikum Salam wa
Rahmatullah wa Barakatuh. Bismillah wal hamdulillah wash Shalatu wa Sallam ‘Ala Rasulillah wa ‘Ala
Aalihi wa Shahbihi wa man waalah, wa ba’d:
Dari Jabir bin
Samurah Radhiallahu ‘Anhu, katanya:
أُتِيَ النَّبِيُّ
صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِرَجُلٍ قَتَلَ نَفْسَهُ بِمَشَاقِصَ فَلَمْ يُصَلِّ
عَلَيْهِ
Dihadapkan kepada Nabi Shallallahu
‘Alaihi wa Sallam seorang laki-laki yang membunuh dirinya dengan
menggunakan Masyaaqis,[1] lalu Beliau tidak menshalatkannya. (HR.
Muslim No. 978, At Tirmidzi No. 1068, Abu Daud No. 3185, Ahmad No. 20816,
20848)
Hadits ini menyebutkan bahwa Nabi
Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam tidak mau menshalatkan orang yang bunuh
diri. Apakah sikap Beliau menunjukkan larangan menshalatkannya? Ataukah
bermakna sekedar tidak suka? Ataukah itu bermakna hilangnya syafaat dari
Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam untuk orang tersebut? Ataukah
itu merupakan sikap peringatakan bagi yang lainnya agar tidak melakukan hal
serupa?
Sebagian ulama mengatakan bahwa
secara mutlak orang bunuh diri tidak boleh dishalatkan. Sebagian lain
mengatakan orang bunuh diri tetap dishalatkan, sebab perbuatan nabi hanyalah
peringatan dan pelajaran bagi orang lain agar tidak melakukannya. Ada pula yang mengatakan,
imam kaum muslimin tidak usah menshalatkan adapun selainnya boleh menshalatkan.
Imam
At Tirmidzi menerangkan:
واختلف أهل العلم
في هذا فقال بعضهم يصلي على كل من صلى إلى القبلة وعلى قاتل النفس وهو قول الثوري و
إسحق وقال أحمد لا يصلي الإمام على قاتل النفس ويصلي عليه غير الإمام
Para
ulama telah berbeda pendapat dalam hal ini. Sebagian mereka mengatakan tetap
dishalatkan untuk orang yang masih melaksanakan shalat menghadap kiblat
(maksudnya muslim, pen) dan bagi orang yang membunuh dirinya. Inilah
pendapat Sufyan Ats Tsauri dan Ishaq. Sedangkan Ahmad berpendapat bahwa Imam tidak usah
menyolatkan orang yang bunuh diri, dan selain Imam boleh menshalatkannya. (Sunan At Tirmidzi No. 1068)
Tertulis
dalam Al Bahr Az Zakhar – Musnad Al Bazzar:
وإنما ترك النبي صلى الله عليه وسلم الصلاة عليه عندنا والله أعلم عقوبة
لئلا يعود غيره فيصنع مثل ذلك بنفسه .
Menurut kami,
Sesungguhnya Nabi Shallallahu “Alaihi wa Sallam tidak mau menshalatkannya -wallahu a’lam- sebagai hukuman agar tidak
ada orang lain yang mengulangi perbuatan itu, agar tidak melakukan
itu terhadap dirinya sendiri.” (Al
Bahr Az Zakhar, No. 4278, pada Bab Musnad Jabir bin Samurah)
Hal serupa juga dikatakan Imam An
Nawawi Rahimahullah:
وَفِي هَذَا الْحَدِيث
دَلِيل لِمَنْ يَقُول : لَا يُصَلَّى عَلَى قَاتِل نَفْسه لِعِصْيَانِهِ ، وَهَذَا
مَذْهَب عُمَر بْن عَبْد الْعَزِيز وَالْأَوْزَاعِيِّ ، وَقَالَ الْحَسَن وَالنَّخَعِيُّ
وَقَتَادَةُ وَمَالِك وَأَبُو حَنِيفَة وَالشَّافِعِيّ وَجَمَاهِير الْعُلَمَاء : يُصَلَّى
عَلَيْهِ ، وَأَجَابُوا عَنْ هَذَا الْحَدِيث بِأَنَّ النَّبِيّ صَلَّى اللَّه عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ لَمْ يُصَلِّ عَلَيْهِ بِنَفْسِهِ زَجْرًا لِلنَّاسِ عَنْ مِثْل فِعْله ،
وَصَلَّتْ عَلَيْهِ الصَّحَابَة
Pada
hadits ini terdapat dalil bagi pihak yang mengatakan: “Orang yang bunuh diri
tidaklah dishalatkan karena kedurhakaannya.” Inilah madzhab Umar bin Abdul Aziz
dan Al Auza’i. Sedangkan Al Hasan, An Nakha’i, Qatadah, Malik, Abu Hanifah, Asy
Syafi’i, dan mayoritas ulama mengatakan: “Dia dishalatkan.” Mereka memberikan
jawaban terhadap hadits ini bahwa Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam
tidak menyolatkannya sebagai peringatakan bagi manusia dari perbuatan semisal
itu, dan para sahabat menshalatkannya. (Al Minhaj Syarh Shahih Muslim,
3/405. Mawqi’ Ruh Al Islam)
Begitu
pula dikatakan oleh Imam Ibnu Abdil Bar Rahimahullah:
حملوه على أنه صلى
عليه غيره والله أعلم وذهبوا إلى أن كل من كان من أهل القبلة لا تترك الصلاة عليه وعلى
هذا جماعة العلماء إلا أبا حنيفة وأصحابه فإنهم خالفوا في البغاة وحدهم فقالوا لا نصلي
عليهم
Mereka
menafsirkannya bahwa selainnya (Nabi, pen) menshalatkannya. Wallahu
A’lam. Mereka berpendapat bahwa semua ahli kiblat tidaklah ditinggalkan shalat
atasnya, dan atas inilah pendapat jamaah para ulama, kecuali Abu Hanifah dan
para sahabatnya. Mereka berbeda pendapat tentang pemberontak, kata mereka: Kami
tidak menshalatkan mereka (para pemberontak). (Imam Ibnu Abdil Bar, At
Tamhid, 24/131. Muasasah Al Qurthubah)
Manakah pendapat yang kuat?
Pendapat yang lebih rajih
(kuat) adalah orang bunuh diri tetap dishalatkan, sebagaimana pendapat
mayoritas ulama. Sebab, disebutkan dalam riwayat lain bahwa ada beberapa
keadaan manusia yang Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam tidak mau
shalatkan, ternyata walau Beliau tidak menshalatkan, Beliau tetap memerintahkan
sahabatnya untuk menshalatkan.
Dari
Zaid bin Khalid Al Juhni Radhiallahu
‘Anhu, katanya:
أَنَّ رَجُلًا مِنْ أَصْحَابِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
تُوُفِّيَ يَوْمَ خَيْبَرَ فَذَكَرُوا ذَلِكَ لِرَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ فَقَالَ صَلُّوا عَلَى صَاحِبِكُمْ فَتَغَيَّرَتْ وُجُوهُ النَّاسِ لِذَلِكَ
فَقَالَ إِنَّ صَاحِبَكُمْ غَلَّ فِي سَبِيلِ اللَّهِ فَفَتَّشْنَا مَتَاعَهُ فَوَجَدْنَا
خَرَزًا مِنْ خَرَزِ يَهُودَ لَا يُسَاوِي دِرْهَمَيْنِ
Bahwa ada seorang laki-laki dari
sahabat Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam wafat pada perang Khaibar,
mereka melaporkan kepada Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, lalu
Beliau bersabda: “Shalatlah kalian terhadap sahabat kalian.” Maka
berubahlah wajah manusia karena itu. Beliau bersabda: “Sesungguhnya sahabat
kalian ini berkhianat dalam jihad
fisabilillah, maka kami menggeledah perhiasannya, lalu kami menemukan
kharazan (susunan permata) dari orang Yahudi, yang tidak setara dengan dua
dirham.” (HR. Abu Daud No. 2710,
Syaikh Al Albani menshahihkan dalam Ahkamul Janaiz, Hal. 79, No. 58)
Dari Jabir Radhiallahu ‘Anhu, dia berkata:
كَانَ رَسُولُ اللَّهِ
صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَا يُصَلِّي عَلَى رَجُلٍ مَاتَ وَعَلَيْهِ دَيْنٌ
فَأُتِيَ بِمَيِّتٍ فَقَالَ أَعَلَيْهِ دَيْنٌ قَالُوا نَعَمْ دِينَارَانِ قَالَ صَلُّوا
عَلَى صَاحِبِكُمْ
Adalah Rasulullah Shallallahu
‘Alaihi wa Sallam tidak menshalatkan laki-laki yang memiliki hutang. Lalu
didatangkan mayit ke hadapannya. Beliau bersabda: “Apakah dia punya
hutang?” Mereka menjawab: “Ya, dua
dinar.” Beliau bersabda: “Shalatlah
untuk sahabat kalian.” (HR. Abu Daud No. 3343, dishahihkan Syaikh Al
Albani dalam Shahih wa Dhaif Sunan Abi Daud No. 3343)
Tentu, jika menshalatkan mereka
adalah perbuatan terlarang sama sekali pasti Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam juga akan melarang para
sahabatnya untuk menshalatkan. Faktanya, justru Beliau memerintahkan para
sahabatnya untuk shalat jenazah kepada mayit tersebut. Ini menunjukkan bolehnya menshalatkan orang yang berbuat
curang dalam jihad, berhutang, dan –dengan jalan qiyas- juga orang yang bunuh
diri. Ada pun
Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam sendiri tidak mau menshalatkan, hal
itu bermakna sebagai peringatan bagi orang lain agar tidak melakukan hal serupa
dan ketidaksukaannya terhadap perbuatan itu.
Ada pun bagi orang yang tidak mau
menshalatkannya karena meyakini tidak boleh menshalatkannya, maka dia tidak
salah menurut keyakinannya itu, dan tidak boleh diingkari. Ada pun orang yang tidak menshalatkan walau
dia meyakini kewajiban shalat jenazah atas orang bunuh diri, maka dia tidak berdosa selama sudah ada
orang yang menshalatkannya, karena ini
fardhu kifayah. Demikian
Wallahu A’lam
Wa Shallallahu ‘Ala
Nabiyyina Muhamamadin wa ‘Ala
Aalihi wa Shahbihi ajmain.
Farid Nu'man Hasan
نصلُ السَّهم إذا كان طويلاً غير عَريضٍ فإذا كانَ عريضاً فهو
المِعْبَلة
Melepaskan anak panah
api, jika panjang tapi tidak lebar. Jika
lebar maka itu adalah Mi’balah (tombak). (Abu As Sa’adaat Al Jazari, An
Nihayah fi Gharibil Hadits, 2/1193)