Islamedia - Menlu negara-negara OKI akan bertemu pada 14 April mendatang untuk membahas berlanjutnya kekerasan mematikan terhadap Muslim Myanmar, demikian seperti diumumkan Sekjen OKI, Ekmeleddin Ihsanoglu, Sabtu (30/3) lalu.
Berbicara di hadapan pertemuan kelompok kontak terkait kekerasan terhadap muslim Rohingya, Ihsanoglu mengatakan bahwa OKI telah "siap untuk mengambil semua langkah dan tindakan yang dibutuhkan untuk menanganinya".
Ihsanoglu juga mendesak pemerintah Myanmar agar "mengakhiri aksi dan kampanye kebencian kaum ekstrimis Buddha, dan juga menghentikan aksi pembersihan etnis yang mereka lancarkan terhadap warga Muslim di negara Myanmar."
"Kami menyerukan langkah-langkah yang mungkin dilakukan untuk membantu Muslim Rohingya dalam mendapatkan kembali tanah tempat tinggal mereka dan juga hak-hak mereka untuk memeroleh kewarganegaraan, serta menghentikan pelanggaran hak asasi manusia terhadap mereka," tegas Sekjen OKI.
Ihsanoglu juga menyerukan kepada kelompok kontak agar membangun saluran hubungan dengan komunitas internasional untuk mengimplementasikan hasil rekomendasi Konferensi Luar Biasa di Mekkah yang diselenggarakan Agustus tahun lalu.
Sementar itu, media pemerintah di myanmar melaporkan pada Sabtu (30/30 lalu, bahwa dalam kekerasan terhadap Muslim rohingya selama 10 hari terakhir, korban tewas telah meningkat hingga angka 43 orang, dan lebih dari 1300 rumah, masjid, serta bangunan Muslim Rohingya lainnya dihancurleburkan.
Ihsanoglu mengecam pemerintah Myanmar karena tidak bersikap kooperatif dengan permintaan komunitas internasional untuk mengakhiri aksi kekerasan dan berusaha merumuskan solusi damai.
"Kami telah mengetuk setiap pintu untuk mengangkat kesadaran dan mengajak komunitas internasional agar memahami (tragedi Muslim Rohingya). Pekan lalu kami menyampaikan isu ini di hadapan Liga Arab," ujar Ihsanoglu.
Pada Jum'at pekan lalu, pihak Myanmar menolak mentah-mentah komentar dari pelapor khusus PBB dalam urusan HAM Myanmar, Tomas Ojea Quintana, yang sehari sebelumnya menyatakan bahwa ia telah "menerima laporan tentang keterlibatan negara dalam sejumlah aksi kekerasan" terhadap Muslim Rohingya.
Massa Buddha melakukan aksinya di sejumlah kota di Myanmar tengah sejak kekerasan bernuansa agama terjadi lagi pada 20 Maret lalu, yang membuat pemerintah menerapkan aturan darurat dan jam malam di sejumlah wilayah. Kekerasan terbaru ini merupakan konflik sektarian terburuk yang pernah terjadi sejak terjadinya kekerasan serupa antara warga Buddha dan Muslim di provinsi Rakhine akhir tahun lalu, yang mengakibatkan 180 orang korban jiwa dan 110.000 muslim Rohingya harus pergi mengungsi. [iina]
Berbicara di hadapan pertemuan kelompok kontak terkait kekerasan terhadap muslim Rohingya, Ihsanoglu mengatakan bahwa OKI telah "siap untuk mengambil semua langkah dan tindakan yang dibutuhkan untuk menanganinya".
Ihsanoglu juga mendesak pemerintah Myanmar agar "mengakhiri aksi dan kampanye kebencian kaum ekstrimis Buddha, dan juga menghentikan aksi pembersihan etnis yang mereka lancarkan terhadap warga Muslim di negara Myanmar."
"Kami menyerukan langkah-langkah yang mungkin dilakukan untuk membantu Muslim Rohingya dalam mendapatkan kembali tanah tempat tinggal mereka dan juga hak-hak mereka untuk memeroleh kewarganegaraan, serta menghentikan pelanggaran hak asasi manusia terhadap mereka," tegas Sekjen OKI.
Ihsanoglu juga menyerukan kepada kelompok kontak agar membangun saluran hubungan dengan komunitas internasional untuk mengimplementasikan hasil rekomendasi Konferensi Luar Biasa di Mekkah yang diselenggarakan Agustus tahun lalu.
Sementar itu, media pemerintah di myanmar melaporkan pada Sabtu (30/30 lalu, bahwa dalam kekerasan terhadap Muslim rohingya selama 10 hari terakhir, korban tewas telah meningkat hingga angka 43 orang, dan lebih dari 1300 rumah, masjid, serta bangunan Muslim Rohingya lainnya dihancurleburkan.
Ihsanoglu mengecam pemerintah Myanmar karena tidak bersikap kooperatif dengan permintaan komunitas internasional untuk mengakhiri aksi kekerasan dan berusaha merumuskan solusi damai.
"Kami telah mengetuk setiap pintu untuk mengangkat kesadaran dan mengajak komunitas internasional agar memahami (tragedi Muslim Rohingya). Pekan lalu kami menyampaikan isu ini di hadapan Liga Arab," ujar Ihsanoglu.
Pada Jum'at pekan lalu, pihak Myanmar menolak mentah-mentah komentar dari pelapor khusus PBB dalam urusan HAM Myanmar, Tomas Ojea Quintana, yang sehari sebelumnya menyatakan bahwa ia telah "menerima laporan tentang keterlibatan negara dalam sejumlah aksi kekerasan" terhadap Muslim Rohingya.
Massa Buddha melakukan aksinya di sejumlah kota di Myanmar tengah sejak kekerasan bernuansa agama terjadi lagi pada 20 Maret lalu, yang membuat pemerintah menerapkan aturan darurat dan jam malam di sejumlah wilayah. Kekerasan terbaru ini merupakan konflik sektarian terburuk yang pernah terjadi sejak terjadinya kekerasan serupa antara warga Buddha dan Muslim di provinsi Rakhine akhir tahun lalu, yang mengakibatkan 180 orang korban jiwa dan 110.000 muslim Rohingya harus pergi mengungsi. [iina]