Islamedia - Wakil Ketua Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) Dr. H. Maulana
Hasanuddin, M.Ag menegaskan, sertifikat pergadangan syariah yang
dijalankan Golden Traders Indonesia Syariah (GTIS) otomatis tercabut,
begitu yang bersangkutan melakukan pelanggaran hukum syariah yang
merugikan orang lain.
“Klausul pencabutan otomatis itu sudah tercantum dalam semua teks sertifikat MUI,” katanya dikutip Islampos, menanggapi persoalan yang menimpa GTIS.
Seperti diberitakan, Kepala Bidang Humas Polrestabes Jawa Timur Kombes Hilman Thoyib membernarkan bahwa setidaknya ada tiga nasabah Raihan Jewellary, yang merupakan bagian dari pelaksanaan bisnis syariah GTIS, melaporkan penipuan yang dilakukan pihak menejemen. Menurut pelapor, pihaknya sejak Desember 2012 sudah tidak lagi menerima pembagian keuntungan sebagaimana yang dijanjikan perusahaan.
Bahkan, seperti diberitakan Harian Kompas, pimpinan GTIS Taufik Michel Ong, yang warganegara asli Malaysia, ditengarai telah melarikan diri bersama dana sebesar sepuluh triliun rupiah. Ketua DPR RI dari Partai Demokrat Marzuki Ali membantah keras namanya disebut-sebut sebagai salah seorang yang tercantum dalam pimpinan GTIS itu. Namun Marzuki mengaku, Taufik Michel Ong pernah datang bersama KH. Azidin dari MUI sekedar berbincang dan berfoto bersama.
Sementara itu, dari Milan, Italia, Sekjen MUI Drs. H. Ichwan Sam mengaku bahwa pihak MUI diberikan saham kosong sepuluh persen oleh perusahaan GTIS. Saham kosong itu tidak ada wujudnya dan merupakan good will dari perusahaan terkait dengan pengawasan syariah MUI. Saham itu juga tidak terkait sama sekali dengan kesewenang-wenangan dan kenakalan yang dilakukan pimpinan GTIS.
“Saham itu diberikan dengan sukarela oleh perusahaan. Kalau memang Ternyata nantinya dalam perkembangan berikutnya praktik GTIS itu nakal dan tidak lagi memenuhi ketentuan syariah sebagaimana ditetapkan MUI, ya sertifikat itu pasti otomatis dicabut. Jadi, saham yang diberikan kepada MUI itu tidak ada kaitan dengan semacam sogok agar sebuah perusahaan boleh melakukan apa saja. MUI tetap tidak akan mentolerir siapapun melakukan transaksi-transaksi yang di luar ketentuan syariah, walaupun bayar berapapun,” tegasnya.
Di bagian lain dikemukakan Maulana Hasanuddin, yang juga Wakil Sekretaris Badan Pelaksana Harian Dewan Syariah Nasional (BPH DSN) MUI, pihaknya sudah membicarakan soal perkembangan terakhir GTIS dalam rapat internal DSN pada Rabu (27/2) lalu. Pembicaraan final akan dilanjutkan pada pekan depan menunggu para petinggi MUI kembali ke Tanah Air. Saat ini, sebagian pengurus teras MUI ada yang melaksanakan umroh dan sebagian lagi ada yang melaksanakan tugas kunjungan kerja ke Itali dan Rusia.
Dewan Syariah Nasional (DSN) MUI, menurut Maulana, memberikan sertifikat bisnis syariah kepada GTIS karena sudah memenuhi kriteria-kriteria syariah sesuai ketentuan MUI. Seperti diketahui, sesuai fatwa MUI, semua operasional bisnis syaraiah harus mendapatkan sertifikat syariah MUI. Dan selama pelaksanaan aktifitasnya, perusahaan itu tentunya harus tunduk dan terikat dengan ketentuan MUI sebagaimana tercantum dalam sertifikat syariah MUI.
Ketentuan itu misalnya, dalam melaksanakan operasionalnya, perusahaan tersebut harus tidak ada unsure tipuan, bukan transaksi spekulasi yang berpotensi merugikan sala satu pihak dan lain sebagainya. “Bahwa di tengah perlaksanaannya perusahaan itu menyimpang dari ketentuan syariah, ya MUI berhak untuk mencabut sertifikat yang sudah diberikan. Jangankan menipu orang lain, tidak menipu pun, kalau dalam pelaksanaannya dinilai menyimpang dari aturan syariah, ya pasti sertifikat itu dicabut,” ujar Maulana sambil menambahkan bahwa pihaknya akan terus mempelajari lebih lanjut sejauh mana kasus GTIS itu.[fimadani]
“Klausul pencabutan otomatis itu sudah tercantum dalam semua teks sertifikat MUI,” katanya dikutip Islampos, menanggapi persoalan yang menimpa GTIS.
Seperti diberitakan, Kepala Bidang Humas Polrestabes Jawa Timur Kombes Hilman Thoyib membernarkan bahwa setidaknya ada tiga nasabah Raihan Jewellary, yang merupakan bagian dari pelaksanaan bisnis syariah GTIS, melaporkan penipuan yang dilakukan pihak menejemen. Menurut pelapor, pihaknya sejak Desember 2012 sudah tidak lagi menerima pembagian keuntungan sebagaimana yang dijanjikan perusahaan.
Bahkan, seperti diberitakan Harian Kompas, pimpinan GTIS Taufik Michel Ong, yang warganegara asli Malaysia, ditengarai telah melarikan diri bersama dana sebesar sepuluh triliun rupiah. Ketua DPR RI dari Partai Demokrat Marzuki Ali membantah keras namanya disebut-sebut sebagai salah seorang yang tercantum dalam pimpinan GTIS itu. Namun Marzuki mengaku, Taufik Michel Ong pernah datang bersama KH. Azidin dari MUI sekedar berbincang dan berfoto bersama.
Sementara itu, dari Milan, Italia, Sekjen MUI Drs. H. Ichwan Sam mengaku bahwa pihak MUI diberikan saham kosong sepuluh persen oleh perusahaan GTIS. Saham kosong itu tidak ada wujudnya dan merupakan good will dari perusahaan terkait dengan pengawasan syariah MUI. Saham itu juga tidak terkait sama sekali dengan kesewenang-wenangan dan kenakalan yang dilakukan pimpinan GTIS.
“Saham itu diberikan dengan sukarela oleh perusahaan. Kalau memang Ternyata nantinya dalam perkembangan berikutnya praktik GTIS itu nakal dan tidak lagi memenuhi ketentuan syariah sebagaimana ditetapkan MUI, ya sertifikat itu pasti otomatis dicabut. Jadi, saham yang diberikan kepada MUI itu tidak ada kaitan dengan semacam sogok agar sebuah perusahaan boleh melakukan apa saja. MUI tetap tidak akan mentolerir siapapun melakukan transaksi-transaksi yang di luar ketentuan syariah, walaupun bayar berapapun,” tegasnya.
Di bagian lain dikemukakan Maulana Hasanuddin, yang juga Wakil Sekretaris Badan Pelaksana Harian Dewan Syariah Nasional (BPH DSN) MUI, pihaknya sudah membicarakan soal perkembangan terakhir GTIS dalam rapat internal DSN pada Rabu (27/2) lalu. Pembicaraan final akan dilanjutkan pada pekan depan menunggu para petinggi MUI kembali ke Tanah Air. Saat ini, sebagian pengurus teras MUI ada yang melaksanakan umroh dan sebagian lagi ada yang melaksanakan tugas kunjungan kerja ke Itali dan Rusia.
Dewan Syariah Nasional (DSN) MUI, menurut Maulana, memberikan sertifikat bisnis syariah kepada GTIS karena sudah memenuhi kriteria-kriteria syariah sesuai ketentuan MUI. Seperti diketahui, sesuai fatwa MUI, semua operasional bisnis syaraiah harus mendapatkan sertifikat syariah MUI. Dan selama pelaksanaan aktifitasnya, perusahaan itu tentunya harus tunduk dan terikat dengan ketentuan MUI sebagaimana tercantum dalam sertifikat syariah MUI.
Ketentuan itu misalnya, dalam melaksanakan operasionalnya, perusahaan tersebut harus tidak ada unsure tipuan, bukan transaksi spekulasi yang berpotensi merugikan sala satu pihak dan lain sebagainya. “Bahwa di tengah perlaksanaannya perusahaan itu menyimpang dari ketentuan syariah, ya MUI berhak untuk mencabut sertifikat yang sudah diberikan. Jangankan menipu orang lain, tidak menipu pun, kalau dalam pelaksanaannya dinilai menyimpang dari aturan syariah, ya pasti sertifikat itu dicabut,” ujar Maulana sambil menambahkan bahwa pihaknya akan terus mempelajari lebih lanjut sejauh mana kasus GTIS itu.[fimadani]