Rencana KPK itu bukan malah mendapat dukungan justru dinilai sebagai pengkerdilan lembaga pemberantasan korupsi.
“Rencana penyidik KPK akan mendatangi Sri Mulyani di Washington DC AS adalah tindakan yang mengerdilkan institusi KPK dihadapan publik. Saya tidak setuju terhadap rencana tersebut,” kata Anggota Komisi III DPR, Ahmad Basarah dikutip laman Okezone, Selasa (5/3/2013).
Bila itu dilakukan kata dia, KPK telah menciderai amanat konstitusi dan rasa keadilan masyarakat karena tidak memperlakukan sama didepan mata hukum.
“Konsitutsi kita telah mengatur prinsip persamaan di hadapan hukum atas tiap-tiap warga negara Indonesia. Oleh karena itu sangat tidak patut dan mencederai amanat konstitusi dan rasa keadilan masyarakat jika untuk memeriksa Sri Mulyani sebagai saksi dugaan korupsi kasus Century saja KPK harus mendatangi yang bersangkutan ke Washington AS,” tegasnya.
Kata dia, pengangkatan Sri Mulyani sebagai pejabat teras World Bank di tengah hiruk pikuk dugaan keterlibatannya dalam kasus Century pada waktu itu telah menimbulkan kecurigaan publik bahwa pihak asing telah terlibat dan mengintervensi dalam upaya penyelamatan Sri Mulyani dari kemungkinan terjerat sanksi hukum atas kasus Century.
Maka kata dia, jika KPK memeriksa Sri Mulyani di AS, hal tersebut dapat diibaratkan sama dengan KPK sedang berburu kancil di kandang macan.
“Bukannya KPK akan mendapatkan keterangan yang obyektif bahkan bisa jadi hasil pemeriksaan KPK itu akan direkayasa yang menguntungkan Sri Mulyani dan kroni-kroninya atau bahkan bisa menimbulkan kesan, institusi KPK takut jika harus berhadapan dengan kepentingan asing,” imbuhnya.
Justru dia heran dengan langkah KPK yang ingin memeriksa Sri Mulyani ke AS, padahal anggaran operasionalnya masih sangat terbatas. Lalu mengapa harus membuang-membuang anggaran dengan membiayai para penyidik berangkat ke AS, bukankah itu menimbulkan pemborosan anggaran KPK?.
“Kecuali setelah tiga kali dipanggil Sri Mulyani ke KPK tidak hadir maka barulah masuk akal dan dapat disetujui jika penyidik KPK berangkat ke AS untuk menjemputnya secara paksa sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku,” pungkasnya.[okezone/im]