Islamedia - "Saya jatuh cinta lagi." Bagaimana bila pernyataan itu terucap dari seseorang yang sudah menikah? Tentu saja yang mendengarnya akan bereaksi heboh. "Hey, kamu kan sudah menikah? Bagaimana mungkin?" Akan seperti itu kira-kira reaksi dari orang yang mendengar kata-kata itu.
Tetapi jatuh cinta lagi itu mungkin saja untuk setiap orang. Bahkan, untuk yang sudah menikah, itu diharuskan. Hanya saja, jatuh cintanya kepada orang yang sama, bukan kepada selainnya.
Ada sebuah kutipan yang didapat dari jejaring sosial twitter (sayang, tidak ditemukan siapa pengucap kata-kata ini pertama kali): "Pernikahan itu seharusnya menjadi tempat untuk kita jatuh cinta berkali-kali, lagi dan lagi pada orang yang sama.. Yaitu pasangan kita."
Jatuh cinta berkali-kali kepada orang yang sama mungkin terdengar aneh, tapi coba berkaca pada cinta seorang ibu yang mencintaimu dari sebelum kamu ada hingga kamu atau ibumu tiada. Tidak pernah ada kata bosan karena ibu seringkali mengerti bagaimana menyegarkan rasa cinta kepada anaknya. Menyegarkan rasa cinta!
Kalau Cinta itu soal rasa, mungkinkah kita merasakan sesuatu yang sama dalam hitungan bulan? Tahun? belasan Tahun? Puluhan tahun? Jawabannya Tidak mungkin. Itulah mengapa harus mampu mengelola 'rasa' hingga tetap ada 'rasa'. Jangan sampai terpuruk menjadi tiada rasa (hambar). Kelolah lah rasa itu agar tetap dapat dirasakan manis walaupun getir atau dirasakan nikmat walau tak nyaman. Asal rasa getir dan ketidak nyamanan bukanlah rasa yang mendominasi, cukuplah hanya sekedar menjadi bumbu.
Mencintai pasangan dengan rasa yang berbeda dari hari kehari, hingga berhitung tahun. Tentu beda rasanya antara mencintai pasangan saat pertama kali bertemu dengan pertama kali punya buah hati.
Cinta itu pengorbanan yang berasal dari tanggung jawab yang melahirkan empati dan kasih sayang. Jadi, tetaplah Jatuh Cinta!
http://www.eson.co.nr/
Tetapi jatuh cinta lagi itu mungkin saja untuk setiap orang. Bahkan, untuk yang sudah menikah, itu diharuskan. Hanya saja, jatuh cintanya kepada orang yang sama, bukan kepada selainnya.
Ada sebuah kutipan yang didapat dari jejaring sosial twitter (sayang, tidak ditemukan siapa pengucap kata-kata ini pertama kali): "Pernikahan itu seharusnya menjadi tempat untuk kita jatuh cinta berkali-kali, lagi dan lagi pada orang yang sama.. Yaitu pasangan kita."
Jatuh cinta berkali-kali kepada orang yang sama mungkin terdengar aneh, tapi coba berkaca pada cinta seorang ibu yang mencintaimu dari sebelum kamu ada hingga kamu atau ibumu tiada. Tidak pernah ada kata bosan karena ibu seringkali mengerti bagaimana menyegarkan rasa cinta kepada anaknya. Menyegarkan rasa cinta!
Kalau Cinta itu soal rasa, mungkinkah kita merasakan sesuatu yang sama dalam hitungan bulan? Tahun? belasan Tahun? Puluhan tahun? Jawabannya Tidak mungkin. Itulah mengapa harus mampu mengelola 'rasa' hingga tetap ada 'rasa'. Jangan sampai terpuruk menjadi tiada rasa (hambar). Kelolah lah rasa itu agar tetap dapat dirasakan manis walaupun getir atau dirasakan nikmat walau tak nyaman. Asal rasa getir dan ketidak nyamanan bukanlah rasa yang mendominasi, cukuplah hanya sekedar menjadi bumbu.
Mencintai pasangan dengan rasa yang berbeda dari hari kehari, hingga berhitung tahun. Tentu beda rasanya antara mencintai pasangan saat pertama kali bertemu dengan pertama kali punya buah hati.
Cinta itu pengorbanan yang berasal dari tanggung jawab yang melahirkan empati dan kasih sayang. Jadi, tetaplah Jatuh Cinta!
http://www.eson.co.nr/