Islamedia - Komisi V DPR RI mendesak PO Bus Mustika Mega Utama menanggung biaya perawatan dan memberikan santunan kepada seluruh korbankecelakaan bus di Ciloto.
Ketua Kelompok Komisi (Kapoksi) V Fraksi PKS DPR RI Ir. H Sigit Sosiantomo mengungkapkan hal tersebut usai mengunjungi lokasi dan korban kecelakaan bus PO Mustika Mega Utama di Ciloto, Kamis (28-02-2013).
Pada kesempatan yang sama, Sigit juga memberikan apresiasi kepada Pemerintah Daerah Kab. Bogor yang sudah sangat responsif menanggung biaya perawatan korban, dan kepada Kapolres Bogor yang sigap membantu pengurusan santunan bagi korban meninggal dunia kepada pihak Asuransi Jasa Raharja.
Sesuai dengan UU No 22 tahun 2009 tentang Lalu Lintas Angkutan Jalan (LLAJ) Pasal 188, 234 dan 235, perusahaan angkutan umum dan pengemudi wajib bertanggung jawab atas kerugian yang diderita akibat terjadinya kecelakaan. “Jadi, tidak ada alasan bagi perusahaan angkutan untuk tidak menanggung seluruh biaya perawatan dan santunan bagi korban yang meninggal. Apalagi, UU LLAJ juga sudah mewajibkan setiap perusahaan angkutan umum untuk ikut asuransi,” kata Sigit.
Dalam Undang-Undang Lalu Lintas Angkutan Jalan Pasal 234 dan 235, dinyatakan bahwa Pengemudi, pemilik Kendaraan Bermotor, dan/atau Perusahaan Angkutan Umum bertanggung jawab atas kerugian yang diderita oleh Penumpang dan/atau pemilik barang dan/atau pihak ketiga karena kelalaian Pengemudi.
Jika korban meninggal dunia akibat Kecelakaan Lalu Lintas,Pengemudi, pemilik, dan/atau Perusahaan Angkutan Umum wajib memberikan bantuan kepada ahli waris korban berupa biaya pengobatan dan/atau biaya pemakaman dengan tidak menggugurkan tuntutan perkara pidana. Jika terjadi cedera terhadap badan atau kesehatan korban akibat Kecelakaan Lalu Lintas, pengemudi, pemilik, dan/atau Perusahaan Angkutan Umum wajib memberikan bantuan kepada korban berupa biaya pengobatan dengan tidak menggugurkan tuntutan perkara pidana.
Selain berhak mendapatkan santunan dan biaya perawatan dari perusahaan angkutan, korban kecelakaan juga berhak mendapatkan pertolongan dan biaya perawatan dari pemerintah dan santunan dari asuransi, sebagaimana diatur dalam pasal 240 UU LLAJ.
Tagih Roadmap To Zero Accident
Sigit yang juga Anggota Panitia Kerja Keselamatan Transportasi Komisi V DPR RI juga menagih konsep rencana aksi roadmap to zero accident dari Kementerian perhubungan. “Sampai saat ini kita belum memiliki rencana aksi roadmap to zero accident. Itu seakan menunjukkan ketidakseriusan kemenhub menjalankan perintah Presiden SBY untuk menekan angka kecelakaan hingga nol (zero accident),” ujar Sigit.
Maraknya kecelakaan transportasi umum, khususnya kecelakaan bus ini menunjukan lemahnya pembinaan dan pengawasan pemerintah dalam hal ini kementerian perhubungan. Dalam kurun waktu Februari 2012 hingga Februari 2013, tercatat telah terjadi 6 kecelakaan di Jalur Puncak yang menyebabkan 34 orang meninggal dunia, 41 orang luka berat, dan 85 orang luka ringan. Selain itu, sebagai informasi, di lokasi yang sama juga pernah terjadi kecelakaan bis PO Turangga yang menabrak tebing pada tahun 1999 hingga menewaskan 59 orang. “Analisa lingkungan dalam pembangunan Jalan sangat penting untuk dilakukan.” Kata Sigit.
Berdasarkan UU No.22 tahun 2009 tentang lalu lintas angkutan jalan, upaya-upaya pencegahan kecelakaan sudah diatur secara secara komprehensif baik melalui kewajiban pemenuhan kelaikan jalan kendaraan, kewajiban setiap calon pengemudi untuk mengikuti kursus menyetir, hingga sanksi tegas.
“Oleh karena itu, keseriusan pihak-pihak yang terkait dengan penyelenggaraan lalu lintas dan angkutan jalan seperti instansi perhubungan yang mengeluarkan ijin Trayek dan KIR, Organda yang membina dan mengembangkan profesionalisme para anggota, serta pihak Kepolisian yang mengeluarkan Surat Ijin Mengemudi (SIM) perlu terus ditingkatkan guna meminimalisir bahkan mencegah peristiwa kecelakaan lalu lintas.” Tutup Sigit
Ketua Kelompok Komisi (Kapoksi) V Fraksi PKS DPR RI Ir. H Sigit Sosiantomo mengungkapkan hal tersebut usai mengunjungi lokasi dan korban kecelakaan bus PO Mustika Mega Utama di Ciloto, Kamis (28-02-2013).
Pada kesempatan yang sama, Sigit juga memberikan apresiasi kepada Pemerintah Daerah Kab. Bogor yang sudah sangat responsif menanggung biaya perawatan korban, dan kepada Kapolres Bogor yang sigap membantu pengurusan santunan bagi korban meninggal dunia kepada pihak Asuransi Jasa Raharja.
Sesuai dengan UU No 22 tahun 2009 tentang Lalu Lintas Angkutan Jalan (LLAJ) Pasal 188, 234 dan 235, perusahaan angkutan umum dan pengemudi wajib bertanggung jawab atas kerugian yang diderita akibat terjadinya kecelakaan. “Jadi, tidak ada alasan bagi perusahaan angkutan untuk tidak menanggung seluruh biaya perawatan dan santunan bagi korban yang meninggal. Apalagi, UU LLAJ juga sudah mewajibkan setiap perusahaan angkutan umum untuk ikut asuransi,” kata Sigit.
Dalam Undang-Undang Lalu Lintas Angkutan Jalan Pasal 234 dan 235, dinyatakan bahwa Pengemudi, pemilik Kendaraan Bermotor, dan/atau Perusahaan Angkutan Umum bertanggung jawab atas kerugian yang diderita oleh Penumpang dan/atau pemilik barang dan/atau pihak ketiga karena kelalaian Pengemudi.
Jika korban meninggal dunia akibat Kecelakaan Lalu Lintas,Pengemudi, pemilik, dan/atau Perusahaan Angkutan Umum wajib memberikan bantuan kepada ahli waris korban berupa biaya pengobatan dan/atau biaya pemakaman dengan tidak menggugurkan tuntutan perkara pidana. Jika terjadi cedera terhadap badan atau kesehatan korban akibat Kecelakaan Lalu Lintas, pengemudi, pemilik, dan/atau Perusahaan Angkutan Umum wajib memberikan bantuan kepada korban berupa biaya pengobatan dengan tidak menggugurkan tuntutan perkara pidana.
Selain berhak mendapatkan santunan dan biaya perawatan dari perusahaan angkutan, korban kecelakaan juga berhak mendapatkan pertolongan dan biaya perawatan dari pemerintah dan santunan dari asuransi, sebagaimana diatur dalam pasal 240 UU LLAJ.
Tagih Roadmap To Zero Accident
Sigit yang juga Anggota Panitia Kerja Keselamatan Transportasi Komisi V DPR RI juga menagih konsep rencana aksi roadmap to zero accident dari Kementerian perhubungan. “Sampai saat ini kita belum memiliki rencana aksi roadmap to zero accident. Itu seakan menunjukkan ketidakseriusan kemenhub menjalankan perintah Presiden SBY untuk menekan angka kecelakaan hingga nol (zero accident),” ujar Sigit.
Maraknya kecelakaan transportasi umum, khususnya kecelakaan bus ini menunjukan lemahnya pembinaan dan pengawasan pemerintah dalam hal ini kementerian perhubungan. Dalam kurun waktu Februari 2012 hingga Februari 2013, tercatat telah terjadi 6 kecelakaan di Jalur Puncak yang menyebabkan 34 orang meninggal dunia, 41 orang luka berat, dan 85 orang luka ringan. Selain itu, sebagai informasi, di lokasi yang sama juga pernah terjadi kecelakaan bis PO Turangga yang menabrak tebing pada tahun 1999 hingga menewaskan 59 orang. “Analisa lingkungan dalam pembangunan Jalan sangat penting untuk dilakukan.” Kata Sigit.
Berdasarkan UU No.22 tahun 2009 tentang lalu lintas angkutan jalan, upaya-upaya pencegahan kecelakaan sudah diatur secara secara komprehensif baik melalui kewajiban pemenuhan kelaikan jalan kendaraan, kewajiban setiap calon pengemudi untuk mengikuti kursus menyetir, hingga sanksi tegas.
“Oleh karena itu, keseriusan pihak-pihak yang terkait dengan penyelenggaraan lalu lintas dan angkutan jalan seperti instansi perhubungan yang mengeluarkan ijin Trayek dan KIR, Organda yang membina dan mengembangkan profesionalisme para anggota, serta pihak Kepolisian yang mengeluarkan Surat Ijin Mengemudi (SIM) perlu terus ditingkatkan guna meminimalisir bahkan mencegah peristiwa kecelakaan lalu lintas.” Tutup Sigit