
Islamedia - “Saya sangat kecewa dengan isteri saya”, kata seorang suami saat
melakukan konseling. “Dia tidak pernah bisa berbicara lembut. Ucapan dan
nada bicaranya selalu tinggi dan kasar. Setiap hari dia
membentak-bentak saya, seakan-akan saya itu pesuruh atau pembantunya.
Dia tidak menghargai saya sebagai suami”, lanjutnya.
Benarkah sang isteri bersikap kasar dalam berbicara dan sering
membentak-bentak? Ternyata tidak demikian versi sang isteri. Dalam sesi
selanjutnya, sang isteri mengungkapkan pembelaannya.
“Saya merasa selalu menghargai dan mengormati suami. Jika nada bicara
saya dianggap kasar, itu karena ia terbiasa dengan gaya bicara
keluarganya di Jawa yang lembut. Saya merasa berbicara dengan wajar
saja. Beginilah kebiasaan suku kami dalam berbicara satu dengan lainnya.
Ini bukan pembicaraan yang kasar”, kata sang isteri membela diri.
Ternyata yang terjadi adalah perbedaan kultur. Suami dan isteri lahir
serta besar dari kultur yang berbeda, sehingga cara berkomunikasi pun
berbeda. Sayangnya hal itu tidak segera disadari, sehingga membuat suami
merasa tidak dihargai. Sisi lain, mereka tidak mampu segera melakukan
penyesuaian diri, sehingga menemukan format komunikasi yang mereka
sepakati dalam keluarga.
Catatan penting lainnya adalah dalam cara memandang dan cara menilai
pasangan. Sang suami terlalu cepat menilai negatif isterinya. Hanya
karena cara berbicara sang isteri yang cenderung menggunakan nada
tinggi, ia langsung menganggap isterinya kasar, keras dan
membentask-bentak. Ia berpikir, isterrinya tidak bisa mengharagai dan
menghormatinya sebagai suami. Ini adalah salah satu contoh berpikir
negatif, yang akhirnya berdampak salah dalam mengambil kesimpulan.
Positive Thinking kepada Pasangan
Hendaknya kita selalu berpikir positif, melihat hal-hal kebaikan,
sisi-sisi kelebihan dari pasangan, bukan mencari-cari kesalahan,
kelemahan, kekurangan dan hal-hal negatif dari pasangan. Dalam contoh di
atas, dampak dari negative thinking yang dimiliki suami, ia
telah menganggap seakan-akan tidak ada lagi kebaikan pada isterinya.
Seakan-akan sang isteri memiliki perangai buruk dan tidak ada kebaikan
yang bisa diharap darinya. AKhirnya sang suami merasakan kekecewaan yang
berlebihan.
Ini bermula dari cara memandang pasangan. Jika suami menggunakan cara
pandang negatif, maka apapun perbuatan isteri masuk dalam cara pandang
ini. Tidak ada kebaikan dari perbuatan isterinya. Namun jika menggunakan
cara pandang positif, maka semua yang dilakukan isteri memiliki nilai
positif di mata suami.
Dalam kaitan dengan cara pandang positif ini, Kanjeng Nabi telah berpesan:
“Janganlah seorang laki-laki beriman membenci (menceraikan)
perempuan (istrinya). Jika ia tidak menyukai salah satu perangainya,
niscaya ia masih menyukai segi-segi lainnya”.
Selama pasangan Anda masih berjenis manusia, Anda akan selalu
mendapatkan kelemahan dan kekurangan darinya. Tidak ada manusia sempurna
di muka bumi ini. Semua memiliki sisi kelemahan, sebagaimana pasti juga
memiliki sisi kekuatan. Semua orang memiliki kekurangan, sebagaimana ia
juga memiliki kelebihan.
Kalaupun melihat hal yang kurang dan lemah dari pasangan, adalah
menjadi kewajiban kita untuk melakukan perbaikan dan pembinaan, agar
bisa lebih baik dan lebih kuat. Bukan untuk dicela, dicacat, dicaci
maki, dan diadili sisi kelemahan dan kekurangannya. Jangan jadikan
kelemahan sebagai titik pandang pertama melihat pasangan. Jadikan
kelebihan dan kebaikannya sebagai titik pandang, sehingga berbagai
kelemahan yang ada lebih bisa diterima, untuk diperbaiki dan
ditingkatkan.
Seorang penyair Arab menuliskan ungkapan yang sangat tepat untuk memahami masalah ini:
Idza kunta fi kullil umuri ’atiban, shadiqaka lam talqalladzi laa tu’atibuhu…..
Apabila dalam segala hal Anda selalu mencela, maka Anda tidak akan menjumpai orang yang tidak Anda cela…..
Ya, jika cara pandang adalah negative thinking maka semua
akan negatif, jelek, dan tidak ada yang menyenangkan Anda. Hal-hal yang
sebenarnya positif dan baik pun, bisa dinilai sebagai jelek dan salah
apabila sudah telanjur berpikir negatif.
Kalau kita kembali kepada ajaran agama, Tuhan melihat kebaikan hamba
dengan berlipat ganda besar pahalanya, sementara melihat keburukan hamba
hanya sebesar poin yang dikerjakan, tidak dilipatkan.
Ini memberikan
spirit pelajaran, bahwa semestinya kita lebih banyak melihat sisi
kebaikan orang lain, bukan fokus melihat sisis kekurangannya. Apalagi
dalam kehidupan rumah tangga, hendaknya memberi nilai yang besar dan
berlipat ganda atas kebaikan pasangan kita, dan tidak melebih-lebihkan
dalam melihat sisi kekurangan dan kelemahan pasangan.
Berpikir positiflah kepada pasangan, dan Anda akan selalu merasa bahagia bersama pasangan. Selamat pagi, selamat beraktivitas.
Cahyadi Takariawan