Pengamat media Muchlis Hasyim mengatakan, kini informasi bukan merupakan komoditas eksklusif yang diakses segelintir orang, melainkan dimiliki siapa saja. Setiap warga negara yang memiliki akses maksimal media dengan platform apapun dapat terlibat proses pembentukan opini umum.
"Industri media di Indonesia pasca reformasi tumbuh bagai jamur di musim hujan. Hal ini dimungkinkan karena semangat liberalisasi (bisnis) pers (media) yang mengikuti pergeseran model politik dari otoritarianisme ke demokrasi," kata Muchlis dalam Youth Public Lecture di Auditorium Komunikasi FISIP Universitas Indonesia, Jakarta, Kamis (28/2).
Pada masa sebelumnya jumlah media cetak diperkirakan kurang 300 buah. Sementara kini diperkirakan lebih 1.000 media cetak terbit dengan berbagai skala. Bila sebelumnya ada enam stasiun televisi melakukan siaran nasional, kini ada belasan TV nasional ditambah puluhan TV lokal dimiliki berbagai kelompok perusahaan media. Tadinya, yang diperkirakan terancam era baru pers adalah radio. Namun ternyata ratusan stasiun radio yang tersebar di seluruh penjuru negeri dapat mempertahankan diri umumnya dengan melokalisir dan membidik segmen audiens yang tepat.
"Apa yang tidak ada pada masa-masa sebelumnya dan saat ini menjadi fenomena yang luar biasa adalah social media. Kehadiran social media dimungkinan revolusi teknologi informasi yang semakin menjadi-jadi dalam beberapa tahun belakangan ini," sambung
Pada 1999 diperkirakan hanya ada 500 ribu pengakses internet di seluruh Indonesia. Pengakses internet generasi pertama ini tidak begitu aktif mengingat interaksi mereka dengan internet masih terbatas pada jam kerja perkantoran. Di tahun 2005, menurut Asosiasi Perusahaan Jasa Internet Indonesia (APJII) jumlah pengakses internet melonjak berkali-kali di angka belasan juta pengakses. Generasi kedua pengakses internet ini sudah lebih aktif, dan tidak tergantung pada koneksi yang ada di tempat kerja. Internet telah merambah ke rumah-rumah tangga.
Perkembangan IT yang semakin canggih, jelas jurnalis senior itu, mempertemukan piranti pintar (smartgadget) dengan berbagai program (applications) yang membuat setiap orang yang ingin terlibat dalam keriuhan informasi di ranah internet dapat dengan mudah menceburkan diri, dengan kemampuan koneksi bergerak (mobile connection access). Diperkirakan kini pengakses internet di Indonesia mencapai angka 50 juta pengakses. Menurut data yang dirilis APJII Desember tahun lalu, sekitar 65 persen pengguna internet di Indonesia saat ini terkoneksi dengan smartphone. Bandingkan dengan data tahun 2009 yang dirilis Indonesia Consumer Profiles yang menyebut bahwa pengakses internet melalui mobile phone ketika itu hanya 0,4 persen.
"Bila media konvensional atau mass media memiliki tradisi organisasi dan metode kerja yang ketat, sebaliknya social media dapat dikatakan merupakan representasi individu di ranah jejaring internet. Ia tidak harus terorganisir," sebut Muchlis yang merupakan pendiri Inilah.com.
Dia mengungkap, data Internet World Stats menyebut, sampai September 2012 pemilik akun Facebook di Indonesia sebanyak 47,5 juta. Sementara hingga bulan April di tahun yang sama pemilik akun Twitter di Indonesia sebanyak 19,5 juta. Ini menempatkan Indonesia sebagai salah satu titik konsentrasi pengguna jejaring media social di dunia.
Dengan femomena ini, bisakah jejaring sosial di Indonesia dioptimalkan sebagai sarana dakwah?(rmol/islamedia)