Taha Ozhan: "Morsi vs Mubarakisme" -->

Taha Ozhan: "Morsi vs Mubarakisme"

Zak
Minggu, 02 Desember 2012
Islamedia - "(Ini merupakan sebuah) bencana dalam sejarah kehakiman Mesir"

"Penghormatan terhadap penegakan hukum ialah prinsip utama yang mesti dijalankan demi memastikan stabilitas dalam arena politik, dan (sebagai bentuk) penghormatan terhadap negara dan rakyat."

Kalimat pertama di atas bukanlah reaksi atas langkah dekrit Morsi pekan lalu di Mesir. Kalimat kedua pun bukan dimaksudkan sebagai suara dukungan terhadap langkah yang diambil Morsi dan IM tadi.

Kedua kalimat di atas dipilih dari beragam komentar mengenai pembubaran parlemen Mesir terpilih oleh mahkamah agung -- langkah yang didukung oleh mereka para tokoh liberal. Mohamed el-Baradei, yang menjuluki Morsi sebagai "Fir'aun baru", menampakkan dukungannya terhadap pembubaran ini melalui pernyataan sebagai berikut, "Putusan yang memastikan pembubaran parlemen ini ialah langkah pertama bagi mereka yang sedang berkuasa, agar memahami bahwa lembaga legislasi merupakan tiang utama membangun negara."

Adapun kalimat pertama di atas, dikemukakan oleh penasehat hukum FJP Mohamed Abu-Baraka, sedangkan kalimat kedua diceploskan oleh Amr Moussa. (Ada 3 tokoh yang harus disebut di sini.) Pertama, Mousa, seorang politisi sisa-sisa dari rezim Mubarak. Moussa -- sosok yang baru datang belakangan dan numpang pose di tengah massa aksi di alun-alun kota, serta orang yang menyaksikan langsung (aksi walk out) PM Turki Recep Tayyip Erdogan di Davos tapi tak mengucapkan sepatah pun kata terhadap kelakuan agresor Presiden Israel Shimon Peres. Kedua, El-Baradei -- orang yang terus membisu tak bersuara vokal terhadap mantan Presiden AS George Bush bahkan ketika ia masih menjabat sebagai Kepala IAEA sewaktu Bush menyerang Iraq. Lalu ketiga, Hamdeen Sabahi -- yang mensyukuri pembubaran Parlemen padahal mengaku dirinya "orang liberal". Ketiga tokoh tadilah yang secara ujug-ujug menjuluki Morsi sebagai Fir'aun baru.

Apa yang sebenarnya telah terjadi di Mesir? Rezim (lama) Mesir bergerak menyerang gara-gara (kekalahannya) dalam pemilu presiden. Kubu militer di satu sisi, dan kubu kehakiman di sisi lain melakukan segalanya sesuai kekuasaan mereka demi mencegah Morsi menjadi presiden. Mereka membabat kewenangan Morsi. Morsi menjadi presiden terpilih dengan kekuasaan terbatas, tanpa parlemen, tanpa prakarsa konstitusi.

Lebih dari itu, Morsi dihadapkan pada kondisi ekonomi yang tengah terpuruk dan (bercokolnya) oligarki birokrasi dari aliansi militer-kehakiman-intelejen. Beberapa bulan setelah dilantik, Morsi mencopot pejabat sementara Mohamed Hussein Tantawi dan kepala intelejen Mourad Mowafy dari posisi mereka, untuk membersihkan jalan agar proses pembentukan konstitusi terus berjalan dan terwujudnya harapan baru bagi proses demokratisasi ke depannya.

Morsi, dalam momentum terbarunya terkait situasi di Gaza, kemudian mencoba masuk ke dalam kekuasaan semena-mena dari lembaga kehakiman. Dengan kata lain, ia mencoba menghentikan kudeta kenegaraan yang terus dilakukan oleh lembaga kehakiman. Ia berusaha mencegah kudeta, dengan tetap memerhatikan batasan-batasan yang dimungkinkan etika dan demokrasi.

Kubu liberal Mesir dan antek-antek rezim lama yang menjuluki Morsi sebagai "fir'aun baru" padahal kekuasaannya bersifat temporer, seharusnya ingat, bahwa mereka tetap bisa menggerakkan aksi protes, berbicara sedemikian bebas kepada media, dan malah pada kenyataannya mereka menyerang gedung-gedung milik partai petahana di sebuah negara yang dianggap "sedang dikuasai oleh fir'aun".

Ketika dilihat dari sudut pandang ini, jelaslah jawaban atas pertanyaan apakah kubu liberal ataukah "sang fir'aun" yang tengah memerangi kudeta semena-mena, yang lebih demokratis? Mengenai apakah Morsi bakalan menjadi sekuat "fir'aun" seperti ditudingkan, itu akan bisa terlihat dalam beberapa bulan ke depan seiring dengan keputusan-keputusan dan langkah-langkah yang ia ambil. Akan tetapi, kini kita telah melihat dengan jelas, bahwa kubu liberal ternyata cukup terampil menciptakan kembali Mubarakisme!

Taha Ozhan
Director General of the Foundation for the Political, Economic, and Social Research (SETA)
Diterjemahkan bebas dari laman hurriyetdailynews.