Islamedia - Bosnia termasuk satu dari 41 negara yang abstain dalam voting di Majelis Umum PBB terkait perubahan status Palestina dari "entitas" menjadi "negara non-anggota". Padahal negara yang identik dengan sosok Alija Izetbegovic (l 1925 - w 2003) itu dikenal sebagai negara muslim. Di sana juga terdapat Masjid Soeharto yang disebut-sebut menandakan hubungan Indonesia-Bosnia.
Maka tak sedikit muslim Indonesia yang bertanya-tanya, mengapa Bosnia bersikap abstain. Jawabannya bisa diketahui dengan memahami bagaimana pengambilan keputusan politik luar negeri Bosnia.
Negara Bosnia atau lengkapnya Bosnia Herzegovina memiliki keunikan tersendiri dalam soal tata negara. Hal ini menyusul solusi damai atas konflik etnis-agama yang terjadi pada paruh awal 1990-an. Bosnia Herzegovina kini terdiri dari dua wilayah yakni Federasi Bosnia Herzegovina (dihuni mayoritas etnis Bosnia dan Kroasia) dan Republika Srpska (dihini mayoritas etnis Serbia) atau kerap disebut Republik Bosnia Serbia. Data kependudukan tahun 1991 menunjukkan di wilayah Federasi terdapat 52.3% muslim. Sedangkan di Republik terdapat 28.1% muslim.
![]() |
Masjid Soeharto di kota Sarajevo |
Sesuai konstitusi negara Pasal V, Bosnia Herzegovina dipimpin oleh dewan kepresidenan yang dipilih empat tahun sekali dan mewakili 3 kelompok: Muslim Bosnia, Kroasia, dan Serbia. Sehingga ada posisi kepala kepresidenan yang dijabat kubu pemenang pemilu, dan 2 orang lainnya sebagai anggota kepresidenan. Jabatan kepala kepresidenan sendiri selanjutnya dipergilirkan setiap delapan bulan sekali, untuk memastikan kesetaraan.
Lembaga kepresidenan inilah yang bertanggungjawab salah satunya dalam penetapan kebijakan luar negeri Bosnia Herzegovina. Sikap resmi kebijakan luar negeri harus diambil oleh kesepakatan bersama tiga orang "presiden" ini.
Tidak tanggung-tanggung, bahkan pada tahun 2011 lalu ketika Palestina berusaha mengegolkan status keanggotaan penuh di PBB, Menlu Israel Avigdor Lieberman datang langsung ke pusat pemerintahan di kota Banja Luka, Republik Srpska, untuk melakukan lobi tingkat tinggi agar Republik Bosnia Serbia itu tidak mendukung tuntutan Palestina. Adapun anggota kepresidenan dari Bosnia dan Kroasia, menyatakan dukungannya terhadap tuntutan Palestina.

Sementara itu pihak Palestina mengadakan pertemuan bersama di Tepi Barat yang melibatkan perwakilan kalangan Islam, Katolik, dan Kristen Ortodoks untuk mendukung dan menyerukan umatnya untuk mendukung pengakuan Palestina di PBB. Kristen Ortodox sendiri merupakan agama mayoritas yang dianut etnis Serbia.
Pada saat pemungutan suara "negara" Palestina berlangsung akhir November kemarin, kepala kepresidenan dijabat oleh Nebojša Radmanović dari Serbia. Hingga menjelang dilakukannya voting, belum ada kata sepakat dari lembaga kepresidenan ini. Sudah bisa ditebak mana "presiden" yang mendukung dan mana yang menolak. Karena belum ada sikap utuh inilah, maka perwakilan Bosnia Herzegovina di PBB pun memilih abstain.
![]() |
Bakir Izetbegović |
Sementara itu, seperti dilansir situs resmi kepresidenan Bosnia Herzegovina (30/11), Anggota Kepresidenan dari Bosnia, Bakir Izetbegović menyampaikan ungkapan selamat kepada Presiden Otoritas Nasional Palestina atas disetujuinya Palestina menjadi "negara pemantau non-anggota" di PBB.
Lebih lanjut, Bakir yang tak lain ialah putra dari Alija Izetbegovic itu, menyatakan harapannya bahwa langkah bersejarah (pengakuan Palestina) tersebut akan membantu pengakuan atas keberlanjutan dan kemerdekaan negara Palestina, serta mempermudah jalan menuju status "keanggotaan penuh" di PBB ke depannya. [pba/wp/hfp/wb/dem]