Islamedia - Terpilihnya kembali Obama sebagai Presiden AS untuk periode kedua, diperkirakan bakal membuka babak masalah baru bagi PM Israel Benjamin Netanyahu karena kegagalannya menjaga baik-baik sekutu utama Israel itu.
"Bukan pagi yang cerah bagi Netanyahu," kata Eli Yishai dari partai relijius Shas, salah satu anggota koalisi pemerintahan berkuasa Netanyahu, seperti laporan Reuters.
Obama terpilih lagi untuk kedua kalinya menduduki jabatan Presiden selama empat tahun ke depan, setelah mengalahkan pesaingnya dari Partai Republik, Mitt Romney.
Kemenangan itu memantik berbagai kritik terhadap Netanyahu, gara-gara ulahnya menyepelekan hubungan Israel dengan Amerika di bawah kepemimpinan Obama sebagai sekutu besarnya, menyusul manuver Netanyahu yang secara terbuka memberi dukungan bagi Romney.
"Menyusul apa yang dilakukan Netanyahu beberapa bulan lalu, muncul pertanyaan apakah perdana menteri kita ini punya teman atau tidak di Gedung Putih," kata mantan PM Ehud Olmert dalam sebuah pertemuan bersama para pemimpin Yahudi di New York pada Rabu lalu.
"Apa yang terjadi sekarang ialah dilanggarnya semua pakem, ketika perdana menteri kita terang-terangan ikut campur dalam Pemilu AS dengan menyebutkan nama bilyuner Amerika yang berkepentingan meraih suara pemilih," lanjut Olmert.
Hubungan antara Obama dan Netanyahu menjadi renggang gara-gara penolakan Israel untuk menghentikan pembangunan permukiman di tanah terjajah Tepi Barat demi memulai kembali pembicaraan damai dengan pihak Palestina.
Kedua belah pihak juga saling berbeda pendapat dalam menghadapi masalah dengan Iran, di mana Israel dan Barat menuding Iran tengah membikin bom atom, sebuah klaim yang dibantah Teheran.
Israel menyerukan sebuah tindakan militer melawan Iran untuk menghentikan program nuklirnya, sebuah seruan yang ditentang oleh Washington, mesikpun pihak Gedung Putih sendiri tidak menyingkirkan opsi tindakan militer tersebut.
Hubungan Obama dan Netanyahu mencapai titik terendah dua bulan lalu, setelah pemimpin Israel tersebut menyatakan, bahwa negara-negara yang gagal menetapkan "garis merah" terhadap Iran ialah negara-negara yang tidak punya "hak moral" untuk menghentikan Israel dari melakukan serangan.
Pernyataan semacam itu, diiringi dengan dukungan finansial untuk Romney dari seorang taipan kasino Amerika yang juga pendukung terbesar Netanyahu, ditanggapi dengan berbagai kritik yang memandangnya sebagai bukti bahwa PM Israel itu berusaha menyepelekan Obama.
"Netanyahu bertaruh kepada kandidat presiden yang salah dan mencemplungkan kita ke dalam "air panas" bersama Obama," kata pernyataan partai oposisi Kadima dalam akun facebooknya.
Masalah buat Netanyahu?
Para diplomat memperkirakan Obama tak akan sedemikian mudah melupakan bahwa Netanyahu menghendaki kekalahannya.
Obama ialah orang yang "sangat strategik, sangat disiplin", kata mantan Dubes Israel untuk Washington, Sallai Meridor seperti disampaikan dalam diskusi panel mengenai Pemilu AS yang diselenggarakan Institute for National Security Studies di Tel Aviv.
"Namun bukan berarti kita bisa mengasumsikan begitu saja apa yang terjadi di antara mereka selama empat tahun belakangan akan menguap dengan mudahnya," ujarnya.
"Ketika seseorang berjuang untuk kehidupan politiknya, dan memiliki persepsi bahwa mitranya berupaya merendahkan kesempatannya, wajar bahwa persepsi itu tidak bisa menghilang begitu saja," lanjut Meridor.
Kemenangan Obama dapat memperberat langkah Netanyahu dalam pertarungan pemilu nasional Israel 22 januari mendatang, di mana sementara ini polling menunjukkan dia bakal menang.
Sementara itu, sejumlah pejabat memperkirakan bahwa kemenangan Obama dapat menolong percepatan upaya untuk melanjutkan kembali proses pembicaraan damai yang terhenti antara Palestina dan Israel.
"Selalu saja nantinya ketemu jalan kembali ke agenda utama," kata Dubes AS untuk Israel Dan Shapiro dalam diskusi panel itu.
Terpilihnya kembali Obama telah memunculkan secuil harapan di antara warga Palestina.
Presiden Palestina di Tepi Barat Mahmoud Abbas mengatakan dalam pernyatannya bahwa ia mengharapkan Obama "melanjutkan berbagai upaya untuk mencapai perdamaian di Timur Tengah".
Di kota Ramallah, Tepi Barat, seorang tunakarya Narmeen Taha (37 th), menyuarakan harapannya, bahwa dengan terbebasnya Obama dari tekanan keterpilihan pemilu (karena ini masa jabatannya yang terakhir), maka Obama dapat lebih siap untuk lebih memihak kepentingan warga Palestina.
"Barangkali saja ketika kini ia tidak perlu kuatir soal bakal dipilih lagi atau tidak, Obama akan betul-betul berupaya menekan Israel dibanding periode pertama keperesidenannya.
"Tetapi ya saya juga tidak berpikir kita bakal melihat perubahan yang mendadak," pungkas Taha. [onislam]
"Bukan pagi yang cerah bagi Netanyahu," kata Eli Yishai dari partai relijius Shas, salah satu anggota koalisi pemerintahan berkuasa Netanyahu, seperti laporan Reuters.
Obama terpilih lagi untuk kedua kalinya menduduki jabatan Presiden selama empat tahun ke depan, setelah mengalahkan pesaingnya dari Partai Republik, Mitt Romney.
Kemenangan itu memantik berbagai kritik terhadap Netanyahu, gara-gara ulahnya menyepelekan hubungan Israel dengan Amerika di bawah kepemimpinan Obama sebagai sekutu besarnya, menyusul manuver Netanyahu yang secara terbuka memberi dukungan bagi Romney.
"Menyusul apa yang dilakukan Netanyahu beberapa bulan lalu, muncul pertanyaan apakah perdana menteri kita ini punya teman atau tidak di Gedung Putih," kata mantan PM Ehud Olmert dalam sebuah pertemuan bersama para pemimpin Yahudi di New York pada Rabu lalu.
"Apa yang terjadi sekarang ialah dilanggarnya semua pakem, ketika perdana menteri kita terang-terangan ikut campur dalam Pemilu AS dengan menyebutkan nama bilyuner Amerika yang berkepentingan meraih suara pemilih," lanjut Olmert.
Hubungan antara Obama dan Netanyahu menjadi renggang gara-gara penolakan Israel untuk menghentikan pembangunan permukiman di tanah terjajah Tepi Barat demi memulai kembali pembicaraan damai dengan pihak Palestina.
Kedua belah pihak juga saling berbeda pendapat dalam menghadapi masalah dengan Iran, di mana Israel dan Barat menuding Iran tengah membikin bom atom, sebuah klaim yang dibantah Teheran.
Israel menyerukan sebuah tindakan militer melawan Iran untuk menghentikan program nuklirnya, sebuah seruan yang ditentang oleh Washington, mesikpun pihak Gedung Putih sendiri tidak menyingkirkan opsi tindakan militer tersebut.
Hubungan Obama dan Netanyahu mencapai titik terendah dua bulan lalu, setelah pemimpin Israel tersebut menyatakan, bahwa negara-negara yang gagal menetapkan "garis merah" terhadap Iran ialah negara-negara yang tidak punya "hak moral" untuk menghentikan Israel dari melakukan serangan.
Pernyataan semacam itu, diiringi dengan dukungan finansial untuk Romney dari seorang taipan kasino Amerika yang juga pendukung terbesar Netanyahu, ditanggapi dengan berbagai kritik yang memandangnya sebagai bukti bahwa PM Israel itu berusaha menyepelekan Obama.
"Netanyahu bertaruh kepada kandidat presiden yang salah dan mencemplungkan kita ke dalam "air panas" bersama Obama," kata pernyataan partai oposisi Kadima dalam akun facebooknya.
Masalah buat Netanyahu?
Para diplomat memperkirakan Obama tak akan sedemikian mudah melupakan bahwa Netanyahu menghendaki kekalahannya.
Obama ialah orang yang "sangat strategik, sangat disiplin", kata mantan Dubes Israel untuk Washington, Sallai Meridor seperti disampaikan dalam diskusi panel mengenai Pemilu AS yang diselenggarakan Institute for National Security Studies di Tel Aviv.
"Namun bukan berarti kita bisa mengasumsikan begitu saja apa yang terjadi di antara mereka selama empat tahun belakangan akan menguap dengan mudahnya," ujarnya.
"Ketika seseorang berjuang untuk kehidupan politiknya, dan memiliki persepsi bahwa mitranya berupaya merendahkan kesempatannya, wajar bahwa persepsi itu tidak bisa menghilang begitu saja," lanjut Meridor.
Kemenangan Obama dapat memperberat langkah Netanyahu dalam pertarungan pemilu nasional Israel 22 januari mendatang, di mana sementara ini polling menunjukkan dia bakal menang.
Sementara itu, sejumlah pejabat memperkirakan bahwa kemenangan Obama dapat menolong percepatan upaya untuk melanjutkan kembali proses pembicaraan damai yang terhenti antara Palestina dan Israel.
"Selalu saja nantinya ketemu jalan kembali ke agenda utama," kata Dubes AS untuk Israel Dan Shapiro dalam diskusi panel itu.
Terpilihnya kembali Obama telah memunculkan secuil harapan di antara warga Palestina.
Presiden Palestina di Tepi Barat Mahmoud Abbas mengatakan dalam pernyatannya bahwa ia mengharapkan Obama "melanjutkan berbagai upaya untuk mencapai perdamaian di Timur Tengah".
Di kota Ramallah, Tepi Barat, seorang tunakarya Narmeen Taha (37 th), menyuarakan harapannya, bahwa dengan terbebasnya Obama dari tekanan keterpilihan pemilu (karena ini masa jabatannya yang terakhir), maka Obama dapat lebih siap untuk lebih memihak kepentingan warga Palestina.
"Barangkali saja ketika kini ia tidak perlu kuatir soal bakal dipilih lagi atau tidak, Obama akan betul-betul berupaya menekan Israel dibanding periode pertama keperesidenannya.
"Tetapi ya saya juga tidak berpikir kita bakal melihat perubahan yang mendadak," pungkas Taha. [onislam]