
Islamedia - Pada tulisan kali ini, setelah sekian lama tak menulis di rubric pernikahan ini. Sedikit melanjutkan cerita saja dari kisah seorang ukhti muslimah nan salih dan selalu sinari ukhti muslimah lain disekitarnya. Lanjutan dari kisah tulisan saya sebelumnya “Ukhti, Yang Terbaik Telah Dipersiapkan Untuk Mu”. Sudah cukup lama ingin menuliskan kisah ini sebuah ibrah yang bisa kita ambil bersama terutama untuk para akhwat yang sedang dalam rindu penantian dan khususnya untuk para IKHWAN yang setia untuk hidup membujang atau sibuk dengan banyaknya pilihan.
Allah SWT menyampaikan di dalam Al Qur’an surat An Nuur ayat 26 sebagaimana yang kita ketahui bersama yang artinya “Wanita-wanita yang keji adalah untuk laki-laki yang keji, dan laki-laki yang keji adalah buat wanita-wanita yang keji (pula), dan wanita-wanita yang baik adalah untuk laki-laki yang baik dan laki-laki yang baik adalah untuk wanita-wanita yang baik (pula). Mereka (yang dituduh) itu bersih dari apa yang dituduhkan oleh mereka (yang menuduh itu). Bagi mereka ampunan dan rezki yang mulia (surga)”. Ayat ini di turunkan berkenaan fitnah yang menyebar antara Aisyah RA yang merupakan istri dari Rasulullah SAW dengan Shafwan bin al-Mu’attal RA pada penaklukan Bani Musthaliq. Fitnah yang berasal dari Yahudi dan golongan munafik mengatakan bahwa telah terjadi apa-apa diantara keduanya.
Hakam Ibnu Utaibah yang menceritakan, bahwa ketika orang-orang mempergunjingkan perihal Aisyah RA, Rasulullah SAW menyuruh seseorang mendatangi Siti Aisyah RA Utusan itu mengatakan, “Hai Aisyah! Apakah yang sedang dibicarakan oleh orang-orang itu?” Aisyah RA menjawab, “Aku tidak akan mengemukakan suatu alasan pun hingga turun alasanku dari langit”. Maka Allah menurunkan firman-Nya sebanyak lima belas ayat di dalam surah An Nur mengenai diri Siti Aisyah RA. Selanjutnya Hakam Ibnu Utaiban membacakannya hingga sampai dengan firman-Nya, “Ucapan-ucapan yang keji adalah dari orang-orang yang keji…” (Q.S. An Nur, 26). Hadits ini berpredikat Mursal dan sanadnya shahih.
Ini adalah sepengggal kisah sebelum kita melanjutkan pada bahasan selanjutnya sebagai penyambung dari tulisan pertama saya. Adapun lanjutan tulisan ini hubungannya dengan kisah di atas adalah pada sepenggal ayat surat An Nuur ayat 26 yang disampaikan bahwa wanita-wanita yang keji adalah untuk laki-laki yang keji begitupula sebaliknya.
Seorang ukhti muslimah yang dalam tulisan pertama ditinggal oleh si ikhwan dalam proses ta’aruf dikarenakan si ikhwan mencari yang juga mempunya hafalan yang sama, bisa berbahasa arab yang sama, dan penduduk negri akhwat tersebut terasa tak cocok bagi dirinya. Yang kemudian si ikhwan berakhir pada pernikahan yang justru pada penduduk negri si akhwat tersebut dan juga dengan jalan atau cara bisa di baca pada tulisan pertama.
Si akhwat berselang tahun berganti tahun begitupula bulan berganti bulan. Tetap optimis seperti biasaya dengan agenda keseharian dan agenda dakwah yang padat, tak tersirat kesedihan terpancar dari wajahnya dan begitupula justru tetap setia memotivasi akhwat lainnya.
Hingga akhirnya waktu itupun datang juga. Ketika saya mendengar ini sungguh kabar yang snagat luar biasa. Jantung berdetak kkencang seolah tak percaya. Telah datang seorang pemuda salih akhlak dan imannya dengan usia terpaut 7 (tujuh) tahun lebih muda dari si akhwat. Si ikhwanpun sigap dan tanpa ragu menerima tawaran dari sang murabbi dengan modal tak miliki apa-apa dan hanya bermaisyah seorang guru sederhana di sebuah pesantren.
Si ikhwanpun saya tau bagaimana perjalanan tarbiyahnya yang usianyapun lebih muda dari saya. Tapi perkembangannya dalam menuntut ilmu selangkah lebih maju dari diri ini yang hina. Si akhwat telah berada dalam dekapan kerinduan yang tepat. Seorang ikhwan muda dengan kelimuan yang cakap dan kedewasaan serta kebijaksanaan dalam menjalani masa mudanya.
Saudaraku yang di rahmati Allah
Kisah ini adalah kisah nyata dan mungkin cukup langka saat ini kita temukan. Hikmah yang bisa kita petik bersama, bahwa penantian itu sangatlah indah, penolakan itu ujian istiqamah, dan ketika tak kunjung datang adalah sabar yang berujung jannah. Bahwa ternyata yang terbaiklah yang telah dipersiapkan untuk mengisi relung-relung kosong di hati yang istiqamah. Pemahaman tidaklah selamanya melahirkan jannah, karena jannah hanya di isi oleh orang-orang yang istiqamah. Istiqamah dalam beragama, istiqamah dalam belajar, istiqamah dalam akhlak yang benar, dan istiqamah dalam penantian dengan skenario indah.
Belajarlah untuk istiqamah dalam menanti dan belajarlah untuk istiqamah dalam memilih. Bekerja adalah sebuah jawaban dari sebuah penantian. Bukan mengeluh ketika murabbi tak kunjung temukan pendamping, bukan resah ketika usia semakin senja, bukan galau ketika sahabat semakin banyak yang berdua. Nilai kita dihadapan Allah bukanlah siapa yang pertama memperoleh kenikmatan dunia tapi takwa itu poin pertama pandangan Allah terhadap diri kita.
Aku semakin yakin
Bahwa dia akan datang
Datang dengan kondisi yang sesuai dengan diriku
Aku semakin yakin
Ketika dia tak kunjung datang
Allah masih mempersiapkannya
Mempersiapkannya agar ku bisa meraih jannah
Meraih jannah nanti bersamanya
...
Kini…
Ukhti kau telah temukan yang terbaik
Yang terbaik sesuai dengan kondisi imanmu
Dan Allah pun menjawab janji atas keistiqamahanmu
Bahwa selama ini
Dia sedang persiapkan yang terbaik untuk dirimu
Untuk meraih jannah
Meraih jannah bersamanya
Dengan menikah dijalan dakwah
Al Fakir : Faguza Abdullah