Islamedia - Presiden Myanmar Thein Sein memutuskan untuk melarang Organisasi
Konferensi Islam (OKI) membuka kantor cabang di negeri itu untuk
membantu muslim Rohingya.
Keputusan ini diumumkan setelah sejumlah aksi demo digelar oleh para biksu untuk menentang keberadaan OKI.
"Presiden tak mengizinkan kantor OKI karena itu tidak sesuai dengan keinginan rakyat," kata seorang pejabat dari kantor Presiden Thein Sein seperti dilansir kantor berita AFP, Senin [15/10/2012].
Pejabat Myanmar yang enggan disebutkan namanya itu, menolak berkomentar mengenai kesepakatan yang telah ditandatangani dengan OKI pekan lalu mengenai pembukaan kantor cabang OKI di negeri itu.
Sebelum pengumuman ini, ribuan biksu kembali menggelar aksi unjuk rasa di sejumlah kota di Myanmar hari ini, untuk menentang keberadaan kantor organisasi negara-negara muslim tersebut.
"Kami tak bisa menerima adanya kantor OKI di sini," cetus Oattamathara, seorang biksu yang memimpin aksi demo di kota Mandalay. Dikatakannya para demonstran, ingin mendapat jaminan tegas dari pemerintah bahwa OKI yang beranggotakan 57 negara muslim, tak akan diizinkan beroperasi di negeri tersebut.
Ketegangan sektarian di Myanmar meningkat menyusul bentrokan antara warga Buddha dan Rohingya di negara bagian Rakhine pada Juni lalu. Puluhan orang tewas dalam insiden itu dan ribuan lainnya kehilangan tempat tinggal mereka.
Sejak peristiwa itu, para biksu telah menggelar serangkaian aksi protes menentang OKI dan keberadaan Rohingya di Myanmar.
Sekitar 800 ribu warga Rohingya diperkirakan berada di Myanmar namun mereka tidak diakui sebagai warga negara oleh pemerintahnya. Badan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) bahkan menyebut muslim Rohingya sebagai minoritas paling teraniaya di dunia.[dtk/im]
Keputusan ini diumumkan setelah sejumlah aksi demo digelar oleh para biksu untuk menentang keberadaan OKI.
"Presiden tak mengizinkan kantor OKI karena itu tidak sesuai dengan keinginan rakyat," kata seorang pejabat dari kantor Presiden Thein Sein seperti dilansir kantor berita AFP, Senin [15/10/2012].
Pejabat Myanmar yang enggan disebutkan namanya itu, menolak berkomentar mengenai kesepakatan yang telah ditandatangani dengan OKI pekan lalu mengenai pembukaan kantor cabang OKI di negeri itu.
Sebelum pengumuman ini, ribuan biksu kembali menggelar aksi unjuk rasa di sejumlah kota di Myanmar hari ini, untuk menentang keberadaan kantor organisasi negara-negara muslim tersebut.
"Kami tak bisa menerima adanya kantor OKI di sini," cetus Oattamathara, seorang biksu yang memimpin aksi demo di kota Mandalay. Dikatakannya para demonstran, ingin mendapat jaminan tegas dari pemerintah bahwa OKI yang beranggotakan 57 negara muslim, tak akan diizinkan beroperasi di negeri tersebut.
Ketegangan sektarian di Myanmar meningkat menyusul bentrokan antara warga Buddha dan Rohingya di negara bagian Rakhine pada Juni lalu. Puluhan orang tewas dalam insiden itu dan ribuan lainnya kehilangan tempat tinggal mereka.
Sejak peristiwa itu, para biksu telah menggelar serangkaian aksi protes menentang OKI dan keberadaan Rohingya di Myanmar.
Sekitar 800 ribu warga Rohingya diperkirakan berada di Myanmar namun mereka tidak diakui sebagai warga negara oleh pemerintahnya. Badan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) bahkan menyebut muslim Rohingya sebagai minoritas paling teraniaya di dunia.[dtk/im]