Islamedia - Ekspose Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (Fitra) menempatkan Sumbar menduduki peringkat ke-22 provinsi terkorup, membuat Gubernur Sumbar Irwan Prayitno angkat bicara. Orang nomor satu di Sumbar itu menegaskan bahwa data itu bukanlah data peringkat korupsi, tapi data potensi penggunaan keuangan tidak sesuai aturan dan mekanisme anggaran.
”Tadi saya sempat baca juga informasi itu dan dikatakan Sumbar peringkat ke-22 provinsi terkorup. Itu bukannya kasus korupsi. Tapi adanya potensi penggunaan keuangan yang tidak sesuai aturan dan mekanisme anggaran. Seperti anggaran salah kamar kemarin lah, tapi itu kan bukan korupsi tapi salah penempatan mata anggaran,” ujarnya Irwan Prayitno di Auditorium Gubernuran, kemarin (2/10).
Terkait penempatan anggaran tidak sesuai aturan atau mekanisme anggaran itu, menurut Irwan, Pemprov Sumbar telah melakukan perbaikan. LHP BPK tersebut adalah follow up dari pemeriksaan yang dilakukan auditor BPK terhadap penggunaan anggaran Pemprov Sumbar. Berdasarkan hal tersebut, BPK memberikan rekomendasi yang harus ditindaklanjuti pemerintah daerah dalam waktu 3 bulan.
”Kami sudah menindaklanjuti rekomendasi BPK itu, sehingga tak jadi temuan BPK di tahun berikutnya. Total anggaran yang diduga salah penempatan atau tidak sesuai mekanisme itu hanya Rp 27 miliar, angka ini jauh lebih kecil dari DKI Jakarta, Aceh dan Sumatera Utara. Namun, begitu tetap saja hal itu harus ditindaklanjuti karena menyangkut uang masyarakat,” ucapnya.
Irwan mengatakan, temuan BPK di Sumbar tidak selalu merugikan keuangan negara. Sebab, temuan itu bisa dikembalikan dan bisa pula disebabkan kesalahan administrasi. ”Ya contohnya seperti anggaran Rp 227 miliar kemarin lah. Kita kan lakukan penyesuaian di APBD-P. Apa yang direkomendasikan BPK, maka itulah yang kami tindaklanjuti,” ucapnya.
Sebelumnya, Koordinator Investigasi dan Advokasi Fitra Uchok SKY Khadafi mengatakan, dari 33 provinsi ada kerugian hegara Rp 4,1 triliun dengan jumlah kasus 9.703 kasus. Sumbar menduduki rating ke-22 dari 33 provinsi. Katanya, dugaan korupsi yang terjadi merata di seluruh provinsi di Indonesia. Dia mempertanyakan fungsi DPRD seharusnya menjadi pengawas pemerintah di daerah.
”Adanya kerugian negara sebesar Rp 4,1 triliun memperlihatkan bahwa wakil rakyat di DPRD lumpuh. Kelihatannya mereka bukan melakukan pengawasan, tapi lebih bekerja sama dengan eksekutif untuk mencari materi dari program-program APBD untuk kebutuhan pribadi dan partai mereka,” ucapnya.
Berdasarkan Ikhtisar Hasil Pemeriksaan (IHP) Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) semester II 2011, kerugian negara sebesar itu ditemukan mulai 2005-2008 dan belum dikembalikan kepada kas negara. ”Lihat saja APBD provinsi, kadang sengaja boros dan kadang juga korupsi,” ucapnya.
tentanggubernursumbar.wordpress.com
”Tadi saya sempat baca juga informasi itu dan dikatakan Sumbar peringkat ke-22 provinsi terkorup. Itu bukannya kasus korupsi. Tapi adanya potensi penggunaan keuangan yang tidak sesuai aturan dan mekanisme anggaran. Seperti anggaran salah kamar kemarin lah, tapi itu kan bukan korupsi tapi salah penempatan mata anggaran,” ujarnya Irwan Prayitno di Auditorium Gubernuran, kemarin (2/10).
Terkait penempatan anggaran tidak sesuai aturan atau mekanisme anggaran itu, menurut Irwan, Pemprov Sumbar telah melakukan perbaikan. LHP BPK tersebut adalah follow up dari pemeriksaan yang dilakukan auditor BPK terhadap penggunaan anggaran Pemprov Sumbar. Berdasarkan hal tersebut, BPK memberikan rekomendasi yang harus ditindaklanjuti pemerintah daerah dalam waktu 3 bulan.
”Kami sudah menindaklanjuti rekomendasi BPK itu, sehingga tak jadi temuan BPK di tahun berikutnya. Total anggaran yang diduga salah penempatan atau tidak sesuai mekanisme itu hanya Rp 27 miliar, angka ini jauh lebih kecil dari DKI Jakarta, Aceh dan Sumatera Utara. Namun, begitu tetap saja hal itu harus ditindaklanjuti karena menyangkut uang masyarakat,” ucapnya.
Irwan mengatakan, temuan BPK di Sumbar tidak selalu merugikan keuangan negara. Sebab, temuan itu bisa dikembalikan dan bisa pula disebabkan kesalahan administrasi. ”Ya contohnya seperti anggaran Rp 227 miliar kemarin lah. Kita kan lakukan penyesuaian di APBD-P. Apa yang direkomendasikan BPK, maka itulah yang kami tindaklanjuti,” ucapnya.
Sebelumnya, Koordinator Investigasi dan Advokasi Fitra Uchok SKY Khadafi mengatakan, dari 33 provinsi ada kerugian hegara Rp 4,1 triliun dengan jumlah kasus 9.703 kasus. Sumbar menduduki rating ke-22 dari 33 provinsi. Katanya, dugaan korupsi yang terjadi merata di seluruh provinsi di Indonesia. Dia mempertanyakan fungsi DPRD seharusnya menjadi pengawas pemerintah di daerah.
”Adanya kerugian negara sebesar Rp 4,1 triliun memperlihatkan bahwa wakil rakyat di DPRD lumpuh. Kelihatannya mereka bukan melakukan pengawasan, tapi lebih bekerja sama dengan eksekutif untuk mencari materi dari program-program APBD untuk kebutuhan pribadi dan partai mereka,” ucapnya.
Berdasarkan Ikhtisar Hasil Pemeriksaan (IHP) Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) semester II 2011, kerugian negara sebesar itu ditemukan mulai 2005-2008 dan belum dikembalikan kepada kas negara. ”Lihat saja APBD provinsi, kadang sengaja boros dan kadang juga korupsi,” ucapnya.
tentanggubernursumbar.wordpress.com