Islam edia - Assalamu ‘Alaikum Pak ustadz, apakah ada hadits shahih yang melarang wanita berziarah ke kuburan? (085217059xxx) Jaw...
Islamedia - Assalamu ‘Alaikum Pak ustadz,
apakah ada hadits shahih yang melarang wanita berziarah ke kuburan?
(085217059xxx)
Jawaban:
Wa ‘Alaikum Salam wa Rahmatullah wa Barakatuh.
Bismillah wal Hamdulillah wash Shalatu was Salamu ‘Ala Rasulillah wa
ba’d:
Sebelumnya akan kami sampaikan dulu beberapa hadits yang menganjurkan
untuk berziarah kubur secara umum.
Matan Hadits
Pertama
عن بُرَيْدَة - رضي
الله عنه - ، قَالَ : قَالَ رسول الله - صلى الله عليه وسلم - : (( كُنْتُ
نَهَيْتُكُمْ عن زِيَارَةِ القُبُورِ فَزُوروها )) رواه مسلم . وفي
رواية : (( فَمَنْ أرَادَ أنْ يَزُورَ القُبُورَ فَلْيَزُرْ ؛ فإنَّهَا
تُذَكِّرُنَا الآخِرَةَ ))
Dari Buraidah Radhiallahu
‘Anhu, katanya: Bersabda Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam: “Dahulu
saya melarang kalian dari berziarah kubur, maka sekarang berziarahlah.”
(HR. Muslim). Riwayat lain: “maka barangsiapa yang hendak berziarah kubur
maka berziarahlah, karena hal itu bisa mengingatkan akhirat.”
Hadits ini dikeluarkan
oleh:
- Imam Muslim dalam Shahihnya No. 1977
- Imam An Nasa’i dalam As Sunan Al Kubra No. 5162
- Imam Ibnu Majah dalam Sunannya No. 1571
- Imam Al Baihaqi dalam Syu’abul Iman No. 9289
- Imam Abu ‘Uwanah dalam Musnadnya No. 7879, 7882
- Imam Ahmad dalam Musnadnya No. 1235, 4319, 13512, 13640, 23053
- Imam Ibnu Abi Syaibah dalam Al Mushannaf No. 312, 11928, 11935
- Imam Al Bazzar dalam Musnadnya No. 4373, 4465, 7366
- Imam Ath Thabarani dalam Musnad Asy Syamiyin No. 604, 2442, dalam Al Ausath No. 6394
- Imam Ath Thahawi dalam Musykilul Aatsar No. 4130
- Imam Abdurrazzaq dalam Al Mushannaf No. 2708
Matan Hadits Kedua
عَنْ
عَائِشَةَ أَنَّهَا قَالَتْ
كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كُلَّمَا كَانَ لَيْلَتُهَا مِنْ رَسُولِ اللَّهِ
صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَخْرُجُ مِنْ آخِرِ اللَّيْلِ إِلَى
الْبَقِيعِ فَيَقُولُ السَّلَامُ عَلَيْكُمْ دَارَ قَوْمٍ مُؤْمِنِينَ وَأَتَاكُمْ
مَا تُوعَدُونَ غَدًا مُؤَجَّلُونَ وَإِنَّا إِنْ شَاءَ اللَّهُ بِكُمْ لَاحِقُونَ
اللَّهُمَّ اغْفِرْ لِأَهْلِ بَقِيعِ الْغَرْقَدِ
Dari ‘Aisyah Radhiallahu
‘Anha, dia berkata: dahulu Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam
ketika giliran malamnya bersama Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam,
Beliau keluar pada malam itu menuju pekuburan Baqi’, Beliau bersabda: Salam
sejahtera untuk kalian negeri kaum beriman, telah didatangkan kepada kalian
apa-apa yang dijanjikan, hari besok akan segera, dan kami –Insya Allah- akan
besama kalian, Ya Allah berikanlah ampunan kepada penghuni Baqi’. (HR. Muslim)
Hadits ini dikeluarkan
oleh:
- Imam Muslim dalam Shahihnya No. 974
- Imam Al Baihaqi dalam As Sunan Al Kubra No. 7002, 10077
- Imam Ibnu ‘Asakir dalam Mu’jamnya No. 1550
Hadits Ketiga
عَنْ سُلَيْمَانَ بْنِ
بُرَيْدَةَ عَنْ أَبِيهِ قَالَ
كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُعَلِّمُهُمْ إِذَا خَرَجُوا إِلَى الْمَقَابِرِ
فَكَانَ قَائِلُهُمْ يَقُولُ فِي رِوَايَةِ أَبِي بَكْرٍ السَّلَامُ عَلَى أَهْلِ
الدِّيَارِ وَفِي رِوَايَةِ زُهَيْرٍ السَّلَامُ عَلَيْكُمْ أَهْلَ الدِّيَارِ
مِنْ الْمُؤْمِنِينَ وَالْمُسْلِمِينَ وَإِنَّا إِنْ شَاءَ اللَّهُ لَلَاحِقُونَ
أَسْأَلُ اللَّهَ لَنَا وَلَكُمْ الْعَافِيَةَ
Dari Sulaiman bin
Buraidah, dari ayahnya, katanya: Dahulu Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa
Sallam mengajarkan mereka jika keluar menuju pekuburan, yang mereka ucapkan
–dia katakan dalam riwayat Abu Bakar- : “Salam sejahtera atas penduduk negeri
“–dalam riwayat Zuhair- “Salam sejahtera atas kalian penduduk negeri kaum
mu’minin dan muslimin, dan kami Insya Allah akan benar-benar menjumpai, aku minta kepada Allah keselamatan
untuk kami dan kalian.”
Hadits ini dikeluarkan
oleh:
- Imam Muslim dalam Shahihnya No. 975
- Imam Ibnu ‘Asakir dalam Mu’jamnya No. 185
- dll
Hadits Keempat
عَنْ ابْنِ
عَبَّاسٍ قَالَ
مَرَّ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِقُبُورِ الْمَدِينَةِ فَأَقْبَلَ عَلَيْهِمْ
بِوَجْهِهِ فَقَالَ السَّلَامُ عَلَيْكُمْ يَا أَهْلَ الْقُبُورِ يَغْفِرُ اللَّهُ
لَنَا وَلَكُمْ أَنْتُمْ سَلَفُنَا وَنَحْنُ بِالْأَثَرِ
Dari Ibnu Abbas Radhiallahu
‘Anhuma, katanya: Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam melewati
kuburan di Madinah, Beliau menghadapkan wajahnya kepada mereka. Beliau bersabda: Salam untuk kalian wahai
penghuni kubur, semoga Allah mengampuni kami dan kalian, kalian adalah
pendahulu kami dan kami mengikuti jejak kalian.
Hadits ini dikeluarkan
oleh:
- Imam At Tirmidzi dalam Sunannya No. 1053, katanya: hasan
- Imam Alauddin Al Muttaqi dalam Kanzul ‘Ummal No. 42561
- Dll
Kemudian ………….
Hadits-hadits
di atas menunjukkan bahwa ziarah kubur adalah sunah, khususnya bagi kaum laki-laki,
dan ini menjadi pandangan jumhur (mayoritas ulama), bahkan ada yang mengatakan ijma’
(konsesus para ulama).
Syaikh Abul ‘Ala Al Mubarkafuri Rahimahullah
menjelaskan:
( فزوروها ) الأمر للرخصة أو للاستحباب وعليه الجمهور بل ادعى بعضهم الاجماع بل
حكى بن عبد البر عن بعضهم وجوبها
(maka berziarahlah)
perintah ini menunjukkan keringanan atau menunjukkan kesunahannya, dan inilah
pendapat mayoritas ulama, bahkan sebagian mereka ada yang mengklaim adanya ijma’,
bahkan Ibnu Abdil Bar dan selainnya menceritakan tentang wajibnya berziarah
kubur. (Tuhfah Al Ahwadzi, 4/135)
Ada pun bagi wanita,
para ulama berbeda pendapat boleh atau tidaknya kaum wanita berziarah kubur.
Kelompok pertama, Sebagian
ulama mengatakan boleh, Apa dasarnya?
- Kata fazuuruuha (maka berziarahlah kalian) adalah berlaku umum, baik laki-laki atau wanita.
Imam At Tirmidzi Rahimahullah
mengatakan tentang hadits La’ana Az Zawaaraat Al Qubur (Rasulullah
melaknat wanita yang berziarah kubur):
قد رأى بعض أهل
العلم أن هذا كان قبل أن برخص النبي - صلى الله عليه وسلم - في زيارة القبور، فلما
رخص دخل في رخصته الرجال والنساء.
Sebagian ulama
mengatakan bahwa hal ini terjadi ketika sebelum diberikan keringanan oleh Nabi Shallallahu
‘Alaihi wa Sallam tentang ziarah kubur, maka ketika sudah diberikan
keringanan, maka keringanan itu mencakup laki-laki dan wanita. (Lihat Sunan
At Tirmidzi No. 1056, lihat juga Imam As Suyuthi dalam Syarh Sunan Ibni
Majah, 1/113, Imam Al Baghawi dalam Syarhus Sunnah, 2/417 )
- Begitu pula kata: “karena hal itu bisa mengingatkan akhirat.” Mengingat akhirat dan kematian bukan hanya kebutuhan kaum laki-laki, tetapi juga wanita.
Berkata Al ‘Allamah Asy Syaikh Waliyuddin At
Tibrizi Rahimahullah:
لأن الزيارة عللت
بتذكير الموت ، ويحتاج إليه الرجال والنساء جميعاً
Karena berziarah
merupakan sebab untuk mengingat kematian, dan hal itu dibutuhkan oleh laki-laki
dan wanita sekaligus. (Misykah Al Mashabih, 5/1033)
Berkata Imam Mulla Ali
Al Qari Rahimahullah:
وقد عللت الزيارة
فيها بأنها ترق القلب وتدمع العين وتذكر الآخرة والموت ، وبأن فيها عبرة ما لفظه
هذه الأحاديث بتعليلاتها تدل على أن النساء كالرجال في حكم الزيارة
Telah ada berbagai sebab berziarah bagi wanita, di
dalamnya hal itu bisa melembutkan hati, mengalirkan air mata, dan mengingat
akhirat dan kematian, dan pelajaran yang terdapat pada berbagai hadits
yang menyebutkan sebab itu menunjukkan bahwa wanita adalah sama dengan
laki-laki tentang hukum berziarah (kubur). (Ibid)
- Aisyah Radhiallahu ‘Anha pernah berziarah ke kubur saudaranya, bernama Abdurrahman bin Abu Bakar.
عن ابن أبي مليكة
عن عائشة رضي الله عنها أنها كانت إذا قدمت مكة جاءت إلى قبر أخيها عبد الرحمن بن
أبي بكر رضي الله عنهما فسلمت عليه
Dari Ibnu Abi Malikah,
dari ‘Aisyah Radhiallahu ‘Anha, bahwa Beliau jika datang ke Mekkah,
mendatangi ke kubur saudaranya Abdurrahman bin Abu Bakr Radhiallahu ‘Anhuma,
dan mengucapkan salam kepadanya. (HR. Al Fakihi, Akhbar Makkah, No.
2443, Ibnu Abdil Bar, At Tamhid, 3/235)
Apa yang ‘Aisyah Radhiallahu
‘Anha lakukan menunjukkan kebolehannya, sebab jika berziarah ke kubur terlarang
bagi wanita, tentu ‘Aisyah adalah pihak yang paling tahu itu, karena Beliau
isteri terdekat Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam.
- Anas bin Malik Radhiallahu ‘Anhu menceritakan:
مَرَّ النَّبِيُّ
صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِامْرَأَةٍ تَبْكِي عِنْدَ قَبْرٍ فَقَالَ
اتَّقِي اللَّهَ وَاصْبِرِي قَالَتْ إِلَيْكَ عَنِّي فَإِنَّكَ لَمْ تُصَبْ
بِمُصِيبَتِي وَلَمْ تَعْرِفْهُ فَقِيلَ لَهَا إِنَّهُ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَأَتَتْ بَابَ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
فَلَمْ تَجِدْ عِنْدَهُ بَوَّابِينَ فَقَالَتْ لَمْ أَعْرِفْكَ فَقَالَ إِنَّمَا
الصَّبْرُ عِنْدَ الصَّدْمَةِ الْأُولَى
Nabi Shallallahu
‘Alaihi wa Sallam melewati seorang wanita yang menangis di sisi kubur. Nabi
bersabda: “Bertaqwa-lah kepada Allah dan bersabarlah.” Wanita itu berkata:
“Enyah kau dariku, kau tidak mendapatkan
musibah seperti yang aku terima.” Wanita itu tidak mengenalinya, lalu dikatakan
kepadanya bahwa itu adalah Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam. Lalu
wanita itu mendatangi pintu rumah Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam,
tidak menemui penjaga pintu. Lalu dia berkata: “Aku tadi tidak mengenali
engkau.” Nabi bersabda: “Sabar itu dihantaman yang pertama.” (HR. Bukhari No. 1283)
Hadits ini sangat
jelas menunjukkan kebolehannya, jika terlarang tentulah wanita itu sudah
dilarang oleh Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam.
- Dari ‘Aisyah Radhiallahu ‘Anha, -haditsnya cukup panjang kami ambil bagian akhirnya saja:
فَقَالَ إِنَّ رَبَّكَ
يَأْمُرُكَ أَنْ تَأْتِيَ أَهْلَ الْبَقِيعِ فَتَسْتَغْفِرَ لَهُمْ قَالَتْ قُلْتُ
كَيْفَ أَقُولُ لَهُمْ يَا رَسُولَ اللَّهِ قَالَ قُولِي السَّلَامُ عَلَى أَهْلِ
الدِّيَارِ مِنْ الْمُؤْمِنِينَ وَالْمُسْلِمِينَ وَيَرْحَمُ اللَّهُ
الْمُسْتَقْدِمِينَ مِنَّا وَالْمُسْتَأْخِرِينَ وَإِنَّا إِنْ شَاءَ اللَّهُ
بِكُمْ لَلَاحِقُونَ
Beliau bersabda:
Sesungguhnya Rabbmu memerintahkan kamu untuk mendatangi ahlul baqi’ (kuburan
baqi’), hendaknya memohonkan ampun buat mereka.” ‘Aisyah berkata: Aku bertanya:
“Bagaimana yang aku ucapkan untuk mereka wahai Rasulullah?” Beliau menjawab:
“katakanlah: As Salamu ‘Ala Ahlad Diyar minal mu’minin wal Muslimin
.............dst.” (HR. Muslim No. 974)
Kisah ini menunjukkan
secara terang benderang kebolehannya. Jika berziarah kubur dilarang, tentulah
pertanyaan ‘Aisyah itu tidak akan dijawab, atau sekalipun dijawab akan dijawab
dengan larangan ke kubur bagi dirinya.
Demikianlah
alasan-alasan pihak yang membolehkan. Pendapat ini didukung juga oleh Syaikh Al
Albani Rahimahullah. Syaikh Al Mubarkafuri mengutip dari Imam ibnu Hajar
bahwa ini adalah pendapat mayoritas ulama. (Tuhfah Al Ahwadzi, 4/137)
Kelompok Kedua, pihak yang melarang,
mereka beralasan dengan hadits:
عن أبي هريرة أن رسول الله صلى الله عليه و سلم لعن زوارات
القبور
Dari Abu Hurairah Radhiallahu
‘Anhu, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam melaknat zawaaraat (wanita peziarah)
kubur. (HR. At Tirmidzi No. 1056, katanya: hasan shahih)
Hadits lain:
عن ابن عباس
قال لعن رسول الله صلى الله عليه و سلم
زائرات القبور والمتخذين عليها المساجد والسرج .
Dari Ibnu Abbas,
katanya: Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam melaknat para wanita
yang berziarah kubur, dan orang-orang yang menjadikan masjid dan penerangan di
atasnya. (HR. Abu Daud No. 3236)
Inilah pendapat Syaikh
Abdul Aziz bin Abdullah bin Baaz, Syaikh Abdul Muhsin Al ‘Abbad Al Badr, dan
lainnya. Menurut mereka hadits ini tegas menjadi larangan bagi wanita, yakni
haram berziarah kubur. Makna zawarat menurut mereka bukan sering atau
banyak berziarah, tetapi bermakna asalnya yakni berziarah itu sendiri.
Syaikh Abdul Muhsin Al
‘Abbad Al Badr Hafizhahullah menjelaskan:
فالقول الصحيح هو
القول بالتحريم، وأن النساء لا يجوز لهن أن يزرن القبور، ثم أيضاً -كما هو واضح-
أن المرأة إذا تركت الزيارة فأكثر ما في الأمر أنها تركت أمراً مستحباً، وأما إذا
فعلت الزيارة فإنها تتعرض للعنة كما في هذا الحديث، ومعلوم أن ترك هذا الفعل الذي
تسلم فيه من اللعنة أولى ومقدم على كونها تفعل شيئاً لو تركته لم يحصل لها شيء إلا
أنها تركت أمراً مستحباً لا يترتب على تركه شيء. إذاً: القول بالتحريم والمنع هو
الأظهر والأولى
Maka, pendapat yang
benar adalah pendapat yang mengharamkannya, bahwa wanita tidak boleh berziarah
kubur, lalu juga –sebagaimana yang telah jelas- bahwa wanita jika dia
meninggalkan ziarah, maka paling banyak dia
akan meninggalkan perkara sunah saja, ada pun jika dia melakukan ziarah,
maka dia akan mendapatkan laknat sebagaimana disebutkan oleh hadits, telah
maklum bahwa meninggalkan perbuatan ini, yang dengan itu akan membuatnya
selamat dari laknat, adalah lebih utama dan didahulukan dibanding dia melakukan
perbuatan yang jika dia tinggalkan tidak berdampak apa-apa, melainkan hanya dia
telah meninggalkan anjuran saja, dan
jika dia tinggalkan tidak apa-apa. Jadi, pendapat yang mengharamkannya lebih
kuat dan utama. (Syarh Sunan Abi Daud, 17/150)
Pihak yang membolehkan
telah mengkoreksi alasan-alasan pihak yang melarang ini. Imam Ibnu Abdil Bar
menyebutkan:
قال أبو بكر وسمعت
أبا عبد الله يعني أحمد بن حنبل يسأل عن المرأة تزور القبر فقال أرجو إن شاء الله
أن لا يكون به بأس عائشة زارت قبر أخيها قال ولكن حديث ابن عباس أن النبي صلى الله
عليه وسلم لعن زوارات القبور ثم قال هذا أبو صالح ماذا كأنه يضعفه ثم قال أرجو إن
شاء الله عائشة زارت قبر أخيها قيل لأبي عبد الله فالرجال قال أما الرجال فلا بأس
به
Berkata Abu Bakar: Aku
mendengar Abu Abdillah –yakni Imam Ahmad bin Hambal- ditanya tentang wanita
yang berziarah kubur. Beliau menjawab: “Aku harap hal itu tidak apa-apa, Insya
Allah. ‘Aisyah menziarahi kubur saudaranya. ” Orang itu berkata: “Tetapi ada
hadits Ibnu Abbas bahwa Nabi Shallallahu ’Alaihi wa Sallam melaknat wanita
peziarah kubur.” Imam Ahmad menjawab: “Hadits ini terdapat Abu Shalih.” Apa yang dikatakannya seakan dia mendhaifkan
hadits ini. Lalu Imam Ahmad berkata: “Aku harap tidak apa-apa, Insya Allah,
‘Aisyah berziarah ke kubur saudaranya.” Ditanyakan kepada beliau: “Kalau kaum
laki-laki?” Beliau menjawab: “Ada pun laki-laki, tidak apa-apa.” (At
Tamhid, 3/234)
Syaikh Al Albani telah
mendhaifkan hadits Ibnu Abbas di atas, dan Beliau telah mengkritik para ulama
yang telah berhujjah dengan hadits ini. Katanya:
أن هذا الحديث مع
شهرته ضعيف الاسناد، لا تقوم به حجة، وإن تساهل كثير من المصنفين فأوردوه في هذا
الباب وسكتوا عن علته، كما فعل ابن حجر
في (الزواجر)، ومن قبله العلامة ابن القيم في (زاد المعاد)، واغتر به
جماهير السلفيين وأهل الحديث فاحتجوا به في كتبهم ورسائلهم ومحاضراتهم.
Hadits ini walau
terkenal, isnadnya lemah (dhaif). Tidak boleh berhujjah dengannya.
Sesungguhnya telah banyak penyusun kitab meremahkan hal ini, mereka
menyampaikan hadits ini dalam permasalahan ini dan mereka diam saja terhadap
cacat yang ada dalam hadits ini, sebagaimana yang dilakukan Ibnu Hajar dalam Az
Zawajir. Juga sebelum beliau, Al ‘Allamah Ibnul Qayyim dalam Zaadul
Ma’ad, yang dengannya mayoritas salafiyin dan ahli hadits terperdaya.
Mereka berdalil dengan hadits ini baik pada kitab, risalah, dan ceramah-ceramah
mereka. (Ahkamul Janaiz, Hal. 232)
Lalu, hadits Abu
Hurairah bahwa Rasulullah melaknat zawaaraat, adalah hadits shahih,
tetapi ada beberapa catatan:
1. Artinya
bukan melaknat wanita yang berziarah, tetapi melaknat wanita yang banyak atau
sering-sering berziarah. Zawaaraat menunjukkan jumlah yang banyak.
Disebutkan dalam Tuhfah
Al Ahwadzi:
قال القارىء لعل
المراد كثيرات الزيارة وقال القرطبي هذا اللعن إنما هو للمكثرات من الزيارة
Berkata Al Qari bahwa
bisa jadi maknanya adalah banyak berziarah. Al Qurthubi berkata: laknat ini
adalah untuk yang banyak melakukan ziarah. (Syaikh Abul ‘Ala Mubarkafuri, Tuhfah
Al Ahwdzi, 4/126)
Imam As Suyuthi
mengatakan, bahwa yang dilaknat dalam hadits ini adalah wanita yang berziarah
dengan tanpa menjaga adab dan akhlak, katanya:
إن اللعن محمول على
زيارتهم بما لا يجوز كالتبرج والجزع والصياح وغير ذلك مما لا ينبغي ، وأما إذا أمن
جميع ذلك فلا مانع من الإذن لهن
Sesungguhnya laknat di
sini dimaknai bahwa ziarahnya mereka itu dibarengi dengan hal-hal yang tidak
diperbolehkan seperti tabarruj (bersolek), mengeluh, berteriak, dan hal-hal tidak pantas lainnya. Ada pun
jika aman dari semua hal ini, maka tidak terlarang mengizinkan mereka (untuk
ziarah). (Misykah Al Mashabih, 5/1033)
Imam Asy Syaukani mengomentari
penjelasan para imam ini, katanya:
وهذا الكلام هو
الذي ينبغي اعتماده في الجمع بين أحاديث الباب المتعارضة في الظاهر
Dan ini adalah perkataan yang tepat untuk dijadikan pegangan di dalam
mengkompromikan hadits-hadits yang secara zahirnya nampak bertentangan dalam
bab ini. (Nailul Authar, 4/95)
2.
Hadits ini telah mansukh (dihapus)
sebagaimana yang disebutkan oleh Imam At Tirmidzi, Imam Al Baghawi, dan
lainnya, bahwa laknat ini terjadi ketika sebelum diberikan kebolehan berziarah.
Mansukh-nya hadits ini semakin jelas dengan
riwayat ketika ‘Aisyah berziarah ke
kubur saudaranya:
فقيل لها أليس قد
نهى النبي صلى الله عليه و سلم عن ذلك قالت نعم كان نهى ثم أمر بزيارتها انتهى
Dikatakan kepada
‘Aisyah, bukankah Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam telah melarang hal
itu? Beliau menjawab: “Ya, dahulu Beliau
melarang, kemudian Beliau memerintahkan untuk berziarah.” Selesai. (Tuhfah
Al Ahwadzi, 4/137)
Kesimpulan:
Telah nampak bahwa pendapat yang membolehkan adalah pendapat yang lebih kuat. Dilihat dari banyak sisi:
- Hadits-haditsnya jauh lebih banyak, lebih kuat dalam periwayatannya, dan lebih beragam jenisnya, baik qauliyah (ucapan) dan taqririyah (persetujuan) nabi, yakni disebutkan dalam Shahih Bukhari, Shahih Muslim, dan lainnya. Hadits-hadits ini ada yang berlaku umum (laki-laki dan wanita), dan ada pula yang khusus wanita.
- Sementara hadits yang paling kuat tentang pelarangan diriwayatkan lebih sedikit, dan diragukan keshahihannya, yang paling kuat adalah yang diriwayatkan oleh Imam At Tirmidzi dari Abu Hurairah.
- Hadits riwayat Imam At Tirmdzi itu pun dimungkinkan telah mansukh sebagaimana keterangan sebagian ulama, dan diperkuat oleh pernyataan ‘Aisyah Radhiallahu ‘Anha.
- Kalau pun hadits itu tidak mansukh, maknanya bukan berarti terlaknat wanita yang berziarah kubur, tetapi terlaknat yang banyak-banyak berziarah, sebagaimana dikatakan oleh Imam Ali Al Qari, Imam Al Qurthubi, Imam As Suyuthi, dan lainnya, dan yang dikuatkan oleh Imam Asy Syaukani dan Syaikh Al Albani.
Peringatan:
Walau pun dibolehkan namun ada beberapa patokan yang mesti diperhatikan oleh kaum wanita:
1. Tidaklah sering-sering ziarah kubur, agar terhindar dari makna zawaaraat.
2. Tidak melakukan aktifitas terlarang seperti histeris dan meratap.
3. Tidak bersolek dan berhias dengan cara yang menyerupai wanita kafir.
4. Menutup aurat secara sempurna dan pakaian yang layak dilingkungan kuburan.
Selesai. Wallahu A’lam
Wa Shallallahu ‘Ala
Nabiyyina Muhammadin wa ‘Ala Aalihi wa Shahbihi Ajmain

Farid Nu'man Hasan