Islamedia -Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (FPKS) DPR RI akan terus memperjuangkan bantuan bagi etnik Muslim Rohingya di Myanmar. FPKS memiliki misi agar demokratisasi yang mulai diberlakukan di Myanmar dapat terus dipraktikkan.
"Dengan cara itu maka akan menghadirkan parlemen komitmen dengan penegakkan hukum dan penghormatan HAM, berlaku adil dan tidak diskriminatif terhadap sesama warga bangsa/rakyat di negara tersebut," kata Ketua Rombongan Delegasi FPKS DPR ke Myanmar, Hidayat Nur Wahid lewat pernyataan tertulis, Senin (27/8).
FPKS sendiri mengirim tujuh orang delegasinya ke Myanmar pada 21-26 Agustus lalu. Mereka menggelar dialog dengan Pemerintah, DPR dan DPD Myanmar serta perwakilan masyarakat etnik Muslim Rohingya dan organisasi masyarakat muslim Myanmar.
Menurut Hidayat, dengan berjalannya misi fraksinya maka akar masalah konflik di Arakan atau Rakhine soal status kewarganegaraan bisa dicari solusinya.
“PKS meyakini misi ini dapat mendorong pemerintah dan parlemen menjadi lokomotif transformasi demokrasi yang kini berlangsung di Myanmar,” ujar Anggota DPR dari Daerah Pemilihan Jawa Tengah V ini.
FPKS mengapresiasi pembentukan tim pencari fakta kasus Rohingya. Diinformasikan kepada delegasi PKS, tim tersebut beranggotakan 27 orang dan enam di antaranya adalah warga negara Muslim.
“Ini baik sekali sebagai awal dari penyelesaian menyeluruh atas konflik horizontal yang terjadi disana,” ujar Hidayat.
Hidayat mengatakan, Myanmar sendiri pernah mengakui etnik Muslim Rohingya sebagai warga negara. Hal itu terjadi di masa pemerintahan Jenderal Aung San, ayah dari tokoh demokrasi Myanmar saat ini, Aung San Suu Kyi. Saat itu Myanmar juga adalah negeri yang memiliki posisi terhormat di mata dunia.
Sementara itu Parlemen Myanmar mengapresiasi kunjungan FPKS DPR dan sepakat dengan prinsip-prinsip demokrasi. Bahkan wakil dari pimpinan parlemen Myanmar menyatakan jaminannya bahwa masalah ini akan diselesaikan secepatnya.
Menteri Sosial Myanmar U Aung Kyi, juga menghargai upaya diplomatik FPKS dan menyatakan siap untuk menyalurkan bantuan kemanusiaan bagi korban konflik baik dari pihak etnik muslim maupun warga negara dari etnik atau agama Buddha.
Dari dialog intensif dengan beragam institusi tersebut, FPKS semakin memahami akar konflik kemanusiaan yang dialami etnik muslim Rohingya yaitu intoleransi perbedaan etnik, sejarah, agama termasuk kinerja pemerintah pusat maupun lokal.
Hal positif yang didapatkan dari kunjungan resmi delegasi FPKS DPR di antaranya adalah pemerintah maupun parlemen Myanmar menyepakati bahwa berbagai permasalahan HAM di setiap negara dapat mempengaruhi keseimbangan hubungan regional maupun internasional. Pemerintah Myanmar sepakat akan membuka akses atas bantuan lembaga internasional kepada korban kemanusiaan dalam konflik di Rakhine, baik dari pihak etnik muslim Rohingya maupun korban warga Budha.
Sementara itu, dengan ormas Islam dan partai politik yang didirikan oleh etnik Rohingya, Hidayat mendapatkan penegasan bahwa kaum Muslim di Rakhine tidak punya niat sedikitpun ingin memerdekakan diri dari Myanmar. “Mereka ingin menjadi warga negara Myanmar seutuhnya dengan segala hak dan kewajiban, yang dilindung oleh konstitusi dasar negara,” jelas Hidayat.(metro)
"Dengan cara itu maka akan menghadirkan parlemen komitmen dengan penegakkan hukum dan penghormatan HAM, berlaku adil dan tidak diskriminatif terhadap sesama warga bangsa/rakyat di negara tersebut," kata Ketua Rombongan Delegasi FPKS DPR ke Myanmar, Hidayat Nur Wahid lewat pernyataan tertulis, Senin (27/8).
FPKS sendiri mengirim tujuh orang delegasinya ke Myanmar pada 21-26 Agustus lalu. Mereka menggelar dialog dengan Pemerintah, DPR dan DPD Myanmar serta perwakilan masyarakat etnik Muslim Rohingya dan organisasi masyarakat muslim Myanmar.
Menurut Hidayat, dengan berjalannya misi fraksinya maka akar masalah konflik di Arakan atau Rakhine soal status kewarganegaraan bisa dicari solusinya.
“PKS meyakini misi ini dapat mendorong pemerintah dan parlemen menjadi lokomotif transformasi demokrasi yang kini berlangsung di Myanmar,” ujar Anggota DPR dari Daerah Pemilihan Jawa Tengah V ini.
FPKS mengapresiasi pembentukan tim pencari fakta kasus Rohingya. Diinformasikan kepada delegasi PKS, tim tersebut beranggotakan 27 orang dan enam di antaranya adalah warga negara Muslim.
“Ini baik sekali sebagai awal dari penyelesaian menyeluruh atas konflik horizontal yang terjadi disana,” ujar Hidayat.
Hidayat mengatakan, Myanmar sendiri pernah mengakui etnik Muslim Rohingya sebagai warga negara. Hal itu terjadi di masa pemerintahan Jenderal Aung San, ayah dari tokoh demokrasi Myanmar saat ini, Aung San Suu Kyi. Saat itu Myanmar juga adalah negeri yang memiliki posisi terhormat di mata dunia.
Sementara itu Parlemen Myanmar mengapresiasi kunjungan FPKS DPR dan sepakat dengan prinsip-prinsip demokrasi. Bahkan wakil dari pimpinan parlemen Myanmar menyatakan jaminannya bahwa masalah ini akan diselesaikan secepatnya.
Menteri Sosial Myanmar U Aung Kyi, juga menghargai upaya diplomatik FPKS dan menyatakan siap untuk menyalurkan bantuan kemanusiaan bagi korban konflik baik dari pihak etnik muslim maupun warga negara dari etnik atau agama Buddha.
Dari dialog intensif dengan beragam institusi tersebut, FPKS semakin memahami akar konflik kemanusiaan yang dialami etnik muslim Rohingya yaitu intoleransi perbedaan etnik, sejarah, agama termasuk kinerja pemerintah pusat maupun lokal.
Hal positif yang didapatkan dari kunjungan resmi delegasi FPKS DPR di antaranya adalah pemerintah maupun parlemen Myanmar menyepakati bahwa berbagai permasalahan HAM di setiap negara dapat mempengaruhi keseimbangan hubungan regional maupun internasional. Pemerintah Myanmar sepakat akan membuka akses atas bantuan lembaga internasional kepada korban kemanusiaan dalam konflik di Rakhine, baik dari pihak etnik muslim Rohingya maupun korban warga Budha.
Sementara itu, dengan ormas Islam dan partai politik yang didirikan oleh etnik Rohingya, Hidayat mendapatkan penegasan bahwa kaum Muslim di Rakhine tidak punya niat sedikitpun ingin memerdekakan diri dari Myanmar. “Mereka ingin menjadi warga negara Myanmar seutuhnya dengan segala hak dan kewajiban, yang dilindung oleh konstitusi dasar negara,” jelas Hidayat.(metro)