
Islamedia - Adakah yang
dapat diharapkan dari sebuah kesendirian, jika ternyata kesendirian itu membawa
kita pada sebuah kehampaan yang melemahkan? Bila itu adanya, maka sadarilah,
tak ada kesendirian dalam dakwah ini. Tak ada kesendirian yang sejati bagi
seorang da’i. Karena kesendirian tak selaras dengan tabiat dakwah ini yang
semestinya berjama’ah, bertabur ukhuwah.
Kesendirian
itu hanya ada bagi mereka yang sengaja memenjarakan dirinya pada kesunyian yang
dingin. Dirinya keluar dari hangatnya geliat perjuangan dan kebersamaan, yang
kemudian ia jadikan kekecewaan-kekecewaan sebagai kambing hitam, yang akhirnya
melahirkan ketidakbergerakan bagi dirinya. Padahal, kekecewaan merupakan bukti
adanya tabir hikmah yang mungkin saja belum tersibak.
Saudaraku,
masihkah kesendirian itu mengebiri langkah kita, sehingga karena kesendirian,
kita merasa tak mampu bergerak dan beramal? Sementara Rasulullah SAW selalu
bergerak menuju kejayaan; Meninggalkan kelemahan; Melepaskan kesunyian. Beliau
tak ingin kesendirian itu melemahkannya dirinya. Itu sebabnya beliau mengajak
Istrinya, Siti Khodijah, sebagai orang kedua yang menerima kebenaran ini
setelahnya, sehingga dirinya keluar dari kondisi kesendirian kala pertama
menapaki jalan dakwah ini.
Begitu pula
saat berhijrah ke Yatsrib dan melepaskan diri dari cengkraman orang-orang kafir
Quraisy, Rasulullah SAW pun mengikutsertakan sahabatnya, Abu Bakar ash-Shidiq.
Saat para sahabat gamang menyikapi perjanjian al-Hudaibiyah, sehingga tak ada
yang merespon perintahnya, Rasulullah SAW menemui istrinya, Ummu Salamah. Saat
menghadapi suatu persoalan, Rasulullah SAW sering menemui sahabatnya, Abu Bakar
ash-Shidiq dan ‘Umar bin Khaththab, untuk meminta pendapat mereka.
Itulah yang
dilakukan Rasulullah SAW, keluar dari kesendirian. Itu pula yang sekiranya kita
temukan pada banyak kisah, seperti Nabi Musa a.s. yang ditemani Nabi Harun
a.s.; Kaum Muhajirin yang dipersaudarakan dengan Kaum Anshar; Juga seperti saat
Nabi Muhammad SAW menikahi Siti ‘Aisyah setelah menjadi duda karena ditinggal
wafat Siti Khodijah. Semua itu demi mengusir kesendirian yang lekat dengan
kerapuhan.
Lantas, buat
apa selama ini kita menyendiri, Saudaraku? Segeralah keluar dari kesendirian.
Berkumpullah dengan orang-orang yang dapat menyegarkan semangat kita dalam
berjuang!
“Hai
orang-orang yang beriman bertakwalah kepada Allah, dan hendaklah kamu bersama
orang-orang yang benar.” [QS. At-Taubah (9): 119]
Saudaraku,
masihkah kesendirian itu menyesakkan dada kita, jika ternyata yang disebut
‘sendiri’ itu menunjukkan keberadaan orang-orang yang tetap istiqomah di saat
teman-temannya yang lain telah lelah dan kalah? Ya, jumlah para pemenang memang
selalu sedikit. Lebih banyak mereka yang kalah. Untuk itu berbanggalah bila
kita masih termasuk ke dalam jajaran yang sedikit itu. Karena Allah SWT masih
memberi kita nikmat berdakwah, berperan aktif dalam memerjuangkan kebenaran,
tatkala yang lainnya banyak yang terseret arus kekeliruan!
Penggalan
sejarah telah mengajarkan kita betapa kemuliaan jalan ini tidak ditentukan oleh
banyaknya orang di dalamnya, melainkan seberapa teguh orang-orang yang
berjuang, meskipun mereka berjumlah sedikit. Ingatlah tatkala perang Badr, kaum
Muslimin yang berkisar tiga ratus orang, berhadapan dengan kafir Quraisy
sebanyak seribuan orang. Kala itu kaum Muslimin tidak gentar ataupun mundur,
hingga kemudian Allah SWT memberikan kemenangan kepada mereka. Dan bukankah
Allah SWT telah menjanjikan bantuan dan kemenangan bagi mereka yang istiqomah?
(Ingatlah),
ketika kamu memohon pertolongan kepada Tuhanmu, lalu diperkenankan-Nya bagimu:
“Sesungguhnya Aku akan mendatangkan bala bantuan kepada kamu dengan seribu
malaikat yang datang berturut-turut.” Dan Allah tidak menjadikannya (mengirim
bala bantuan itu), melainkan sebagai kabar gembira dan agar hatimu menjadi
tenteram karenanya. Dan kemenangan itu hanyalah dari sisi Allah. Sesungguhnya
Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana. (Ingatlah), ketika Allah menjadikan
kamu mengantuk sebagai suatu penenteraman daripada-Nya, dan Allah menurunkan
kepadamu hujan dari langit untuk mensucikan kamu dengan hujan itu dan
menghilangkan dari kamu gangguan-gangguan syaitan dan untuk menguatkan hatimu
dan memperteguh dengannya telapak kaki(mu), (Ingatlah), ketika Tuhanmu
mewahyukan kepada para malaikat: “Sesungguhnya Aku bersama kamu, maka teguhkan
(pendirian) orang-orang yang telah beriman.” Kelak akan Aku jatuhkan rasa
ketakutan ke dalam hati orang-orang kafir, maka penggallah kepala mereka dan
pancunglah tiap-tiap ujung jari mereka, (Ketentuan) yang demikian itu adalah
karena sesungguhnya mereka menentang Allah dan Rasul-Nya; dan barangsiapa
menentang Allah dan Rasul-Nya, maka sesungguhnya Allah amat keras siksaan-Nya. [QS. Al-Anfaal
(8): 9-13]
Secara
kuantitas, kaum Muslimin kerap berperang menghadapi musuh yang jumlahnya jauh
lebih besar dari mereka. Seperti di perang Khandaq, Khaibar, Mu’tah, dan
lainnya. Namun selalu Allah SWT memberikan kemenangan di pihak kaum Muslimin!
Cukuplah perang Uhud menjadi pelajaran bagi kita, kala perjuangan ini dikotori
oleh nafsu duniawi, maka kekalahan akan menghiasi kita. Begitu juga saat perang
Hunain, yang kali ini jumlah kita lebih banyak dari musuh. Kaum Muslimin
berjumlah 12.000 sementara musuh hanya 4.000. Namun rupanya jumlah yang banyak
ini menjadikan kita merasa di atas angin, hingga ada sekerat kesombongan yang
hinggap kepada mereka yang hatinya berpenyakit. Lantas kesombongan itulah yang
akhirnya membuat mereka lari tunggang langgang kala berhadapan musuh yang
jumlahnya hanya 4.000. Mereka lari kocar kacir meninggalkan pertempuran, bahkan
meninggalkan Rasulullah SAW yang tengah berada di situ!
Mereka
kemudian dipanggil oleh ‘Abbas ibn Abdul Muththalib untuk kembali. Berapakah
yang kembali? Hanya sekitar 600 orang yang terpanggil! Kini kondisinya menjadi
terbalik, 600 melawan 4.000! Namun karena 600 orang itu ikhlas serta teguh
dalam berjuang, Allah SWT memberikan kemenangan bagi mereka.
Sesungguhnya
Allah telah menolong kamu (hai para mukminin) di medan peperangan yang banyak,
dan (ingatlah) peperangan Hunain, yaitu diwaktu kamu menjadi congkak karena
banyaknya jumlah (mu), maka jumlah yang banyak itu tidak memberi manfaat
kepadamu sedikitpun, dan bumi yang luas itu telah terasa sempit olehmu,
kemudian kamu lari kebelakang dengan bercerai-berai. [QS. At-Taubah (9): 25]
Saudaraku,
janganlah bersedih atas jumlah kita yang sedikit! Karena di balik kesedikitan
atau kesendirian itu, ada pelajaran berharga untuk kita: Allah SWT tengah
menjadikan kita lebih kuat dari sebelumnya. Laiknya emas yang dibakar dan
diolah untuk menghilangkan kotoran yang melekat, sehingga nilainya menjadi
lebih mahal dari sebelumnya.
Kini, tak
perlu merisaukan mereka yang pergi. Tak perlu takut pada pengkhianatan mereka.
Karena cepat atau lambat mereka akan kembali, ataupun terganti. Allah SWT akan
mengganti mereka dengan orang yang lebih baik. Kalau bukan hari ini, mungkin
esok. Kalau bukan esok, mungkin lusa. Yang perlu kita tahu adalah, kita harus
tetap berjuang, baik hari ini, esok, lusa, dan seterusnya!
Kuatkan
langkah kita dalam berpijak di jalan ini dengan memerkuat kepemahaman dan
kesungguhan dalam beramal. Kelemahan mereka janganlah membuat kita juga
melemah. Karena yakinlah, kita berdakwah bukan karena ada hal-hal yang
menyenangkan, seperti teman-teman yang menyenangkan, amanah yang menyenangkan,
ataupun fasilitas yang menyenangkan. Karena apakah ketika tidak ada teman-teman
yang menyenangkan, amanah yang menyenangkan, dan fasilitas yang menyenangkan,
kita akhirnya tidak berdakwah? Tidak, Saudaraku! Dakwah kita bukan karena
senang, melainkan karena cinta. Cinta kita kepada-Nya. Itulah yang menjadikan
segala ketidakenakan yang kita rasakan, menjadi terasa menyenangkan. Biarlah
ditinggal rekan-rekan seperjuangan, asalkan kita tidak ‘ditinggalkan’ oleh-Nya
saat berjuang.
Itulah yang
kita yakini. Sehingga laiknya main catur, kesedihan karena kehilangan satu
‘ster’ tak akan membungkam perjuangan kita. Karena kita tahu, masih ada
‘pion-pion’ yang lain, yang lebih siap untuk menjadi ‘ster-ster’ selanjutnya!
Janganlah kamu
bersikap lemah, dan janganlah (pula) kamu bersedih hati, padahal kamulah
orang-orang yang paling tinggi (derajatnya), jika kamu orang-orang yang
beriman. [QS. Ali ‘Imron (30): 139]
Saudaraku,
masihkah kesendirian itu menyeret kita pada kesunyian tak berujung, jika
ternyata tak ada kesendirian yang sejati di dakwah ini. Karena Allah SWT selalu
bersama kita. Tak satupun tetes peluh dan tangis terjatuh, melainkan Allah SWT
mengetahuinya!
Saudaraku,
perjuangan ini akan terasa berat jika kita bergerak sendiri. Maka janganlah
bergerak sendiri. Ajak Allah SWT dalam dakwah kita. Hadirkan Allah SWT dalam
setiap langkah kita. Adakah yang lebih meneguhkan hati kita daripada
selain-Nya? Maka mengapa kita masih merasa terasing dalam kesendirian,
Saudaraku? Janganlah merasa sepi. Karena kita tak pernah berjuang sendiri. Ada
Allah SWT yang memberikan kita kemudahan. Ada Allah SWT yang memberikan kita
kemenangan. Tugas kita hanyalah berusaha secara maksimal, maka bertawakallah
agar Allah SWT menggenapkan hasilnya. Untuk itu, doa menjadi senjata utama kita
dalam berdakwah. Kalaupun ada saudara-saudara kita yang pergi, hanya Allah
SWT-lah yang mampu membawa mereka kembali ke jalan ini. Maka kepada siapa lagi
kita memohon selain kepada-Nya, agar mereka yang semula pergi dapat kembali dan
memperkuat barisan dakwah ini? Hingga kemudian kita benar-benar keluar dari
kesepian dan merasakan betapa hangatnya ukhuwah.
Jika Allah
menolong kamu, maka tak adalah orang yang dapat mengalahkan kamu; jika Allah
membiarkan kamu (tidak memberi pertolongan), maka siapakah gerangan yang dapat
menolong kamu (selain) dari Allah sesudah itu? Karena itu hendaklah kepada
Allah saja orang-orang mukmin bertawakkal. [QS. Ali ‘Imron (3): 160]
Tak ada yang
sulit ketika Allah SWT jadikannya mudah. Tak ada yang berat ketika Allah SWT
jadikannya ringan. Tak ada yang rumit ketika Allah SWT jadikannya sederhana.
Itulah yang disampaikan Rasulullah SAW kepada Abu Bakar ash-Shidiq yang saat
itu tengah gelisah kala berhijrah dan bersembunyi di gua,
“Janganlah
kamu beduka cita, sesungguhnya Allah beserta kita.” [QS. At-Taubah (9): 40]
Saudaraku, tak
ada lagi istilah kesendirian dalam dakwah ini. Karena kesendirian hanya bagi
mereka yang lemah dan tidak memiliki pelindung. Sementara kita meyakini, selalu
ada Allah SWT yang menyertai kita. Buanglah jauh-jauh kesempitan di hati kita,
yang pada akhirnya melahirkan prasangka negatif kepada-Nya, juga kepada
saudara-saudara kita. Lapangkan dada kita, agar kita dapat lebih ikhlas, lebih
sabar, lebih teguh, serta lebih jelas menyikapi takdir-takdir baik yang Allah
SWT berikan pada kita, hingga tak luput kita bersyukur terhadap segala kondisi
yang ada.
Bersemangatlah
dalam dakwah, sebagaimana yang pernah disampaikan oleh ‘Umar bin Khaththab, “Jika
ada 1000 orang yang membela kebenaran, aku salah seorang diantaranya. Jika ada
100 orang yang membela kebenaran, aku berada diantaranya. Jika ada 10 orang
pembela kebenaran, aku tetap ada di barisan itu. Dan jika hanya ada 1 orang
yang tetap membela kebenaran, maka akulah orangnya!”
Allahu a’lam…
Deddy
Sussantho
Referensi :
1. Sejarah
Ringkas Muhammad SAW (Tahia al-Ismail)
2. Artikel di
Kompasiana.com, tanggal 25 Arpil 2012, berjudul “Man Jadda Wajada” –Kesungguhan
Akan Membuahkan Hasil (Ruli Mustafa)