Islamedia -Ustadz, mohon pencerahan atas masalah makanan haram halal yang masih
diperdebatkan. Yaitu tentang Hukum memakan Bekicot. Fatwa MUI disebutkan bahwa
bekicot termasuk Hasyarot sehingga haram, namun ada beberapa kalangan yang
mengatakan halal karena tidak ada dalil yang mengharamkannya.
Terimakasih atas jawabannya. Jazakallahu khairan. (Anonim)
Jawaban:
Wa 'Alaikum Salam wa Rahmatullah wa Barakatuh. Bismillah wal hamdulillah wash Shalatu was Salamu 'ala Rasulillah wa ba'd:
Wa 'Alaikum Salam wa Rahmatullah wa Barakatuh. Bismillah wal hamdulillah wash Shalatu was Salamu 'ala Rasulillah wa ba'd:
Para ulama berselisih paham tentang hukum makan
Bekicot (Al Halazin), di antara mereka ada yang menetapkan keharamannya,
dan ada pula yang menetapkan kehalalannya.
Ulama yang menyatakan haramnya makan Bekicot
Di antara ulama yang mengharamkan adalah Imam Ibnu
Hazm Rahimahullah, katanya:
ولا يحل أكل الحلزون البرى ولا شئ من الحشرات كلها
كالوزغ، والخنافس. والنمل. والنحل. والذباب. والدبر. والدود كله.
“Dan tidak halal memakan bekicot darat dan juga
semua Al hasyarat (Serangga), juga cecak, semut, lebah, lalat,
kumbang, dan seluruh cacing.” (Imam Ibnu Hazm, Al Muhalla, Juz. 7,
Hal. 405)
Ulama yang membolehkan
Di antara ulama yang menghalalkanya dalah Imam
Malik Rahimahullah. Tertulis dalam kitab Al Mudawanah,
kitab Fiqih bermadzhab Maliki:
وَلَقَدْ سُئِلَ مَالِكٌ عَنْ شَيْءٍ يَكُونُ فِي الْمَغْرِبِ يُقَالُ لَهُ
الْحَلَزُونُ يَكُونُ فِي الصَّحَارَى يَتَعَلَّقُ بِالشَّجَرِ أَيُؤْكَلُ ؟ قَالَ
: أَرَاهُ مِثْلَ الْجَرَادِ مَا أُخِذَ مِنْهُ حَيًّا فَسُلِقَ أَوْ شُوِيَ فَلَا
أَرَى بِأَكْلِهِ بَأْسًا ، وَمَا وُجِدَ مِنْهُ مَيِّتًا فَلَا يُؤْكَلُ
“Malik ditanya tentang
sesuatu di daerah maghrib (Maroko/Barat) yang biasa disebut Bekicot yang
tedapat di gurun dan menempel di pohon, apakah boleh dimakan? Malik menjawab:
“Dalam pendapatku, sama saja dengan belalang, jika diambil hidup-hidup lalu
direbus atau dipangang maka tidak mengapa menyantapnya, sedangkan jika diambil
sudah mati, maka tidak boleh dimakan.” (Al Mudawanah, juz. 4, Hal.
51)
Mana yang lebih kuat?
Allah Ta’ala berfirman:
هُوَ الَّذِي خَلَقَ لَكُمْ مَا فِي الْأَرْضِ جَمِيعًا
ثُمَّ اسْتَوَى إِلَى السَّمَاءِ فَسَوَّاهُنَّ سَبْعَ سَمَوَاتٍ وَهُوَ بِكُلِّ
شَيْءٍ عَلِيمٌ
“Dia lah (Allah) Yang menjadikan untuk kamu Segala
Yang ada di bumi, kemudian ia menuju Dengan kehendakNya ke arah (bahan-bahan)
langit, lalu dijadikannya tujuh langit Dengan sempurna; dan ia Maha mengetahui
akan tiap-tiap sesuatu.” (QS. Al Baqarah (2):
29)
Berkata Imam Asy Syaukani Rahimahullah
dalam Fathul Qadir-nya tentang ayat ini:
قال ابن كيسان: "خلق لكم" أي من أجلكم،
وفيه دليل على أن الأصل في الأشياء المخلوقة الإباحة حتى يقوم دليل يدل على النقل
عن هذا الأصل، ولا فرق بين الحيوانات وغيرها مما ينتفع به من غير ضرر، وفي التأكيد
بقوله: "جميعاً" أقوى دلالة على هذا
Berkata Ibnu Kaisan
(yakni Thawus, pen): (Menjadikan untuk kalian) yaitu karena kalian. Di
dalamnya ada dalil bahwa hukum asal dari segala sesuatu ciptaan adalah mubah
sampai tegaknya dalil yang menunjukkan perubahan hukum asal ini. Tidak ada
perbedaan antara hewan-hewan atau selainnya, dari apa-apa yang dengannya
membawa manfaat, bukan kerusakan. Hal ini dikuatkan lagi dengan firmanNya:
(jami’an) “Semua”, yang memberikan korelasi yang lebih kuat lagi dalam hal ini.
“ (Imam Asy Syaukani, Fathul Qadir, Juz. 1, Hal. 64. Mauqi’ Tafasir)
Ayat lainnya:
الَّذِي أَحْسَنَ كُلَّ شَيْءٍ خَلَقَهُ وَبَدَأَ خَلْقَ
الْإِنْسَانِ مِنْ طِين
Yang menciptakan tiap-tiap sesuatu Dengan
sebaik-baiknya, dan dimulakanNya kejadian manusia berasal dari tanah. (QS. As Sajdah (32): 7)
Dalam Fathul Qadir disebut: أعطى كل شيء خلقه,
yakni Dia memberikan kepada segala seuatu dengan sebaik-baiknya.
الحلال احل الله في كتابه والحرام ما حرم الله في كتابه
وما سكت عنه وهو مما عفو عنه
“Yang halal adalah apa yang Allah halalkan dalam kitabNya, yang haram adalah yang Allah haramkan dalam kitabNya, dan apa saja yang di diamkanNya, maka itu termasuk yang dimaafkan.” (HR. At Tirmidzi, Juz. 6, Hal. 335, No. 1648. Dia berkata: hadits ini gharib, kami tidak mengetahui kemarfu’annya kecuali melalui jalur ini. Ibnu Majah, Juz. 10, Hal. 133, No. 3358. Al Hakim, dalam Al Mustadrak-nya, Juz. 16, Hal. 440, No. 7215. Katanya: hadits ini shahih mufassar (shahih yang dirinci). Ibnu Taimiyah menjadikannya hujjah dalam Majmu’ al Fatawa-nya. Namun didhaifkan oleh Syaikh al Albany dalam Tamamul Minah)
Namun demikian, jika terbukti Bekicot memiliki mudharat bagi kesehatan maka
dia mesti dijauhi dan dilarang. Sesuai kaidah: Laa dharara wa dhiraar (Janganlah
merusak dan menjadi rusak)
PANDANGAN JITU IMAM IBNU TAIMIYAH DALAM MAJMU’ AL FATAWA, JILID 21, HAL.
534-542, saya ringkas)
Beliau berkata: Asal segala sesuatu –dengan segala perbedan bentuk dan
sifatnya- adalah halal bagi Anak Adam secara mutlak, suci dan tidak diharamkan
atas mereka untuk menyentuh dan memegangnya.
Katanya lagi: Ini merupakan ungkapan yang komprehensif, yang mencakup
banyak hal, masalah yang pasti, memiliki manfaat yang besar dan berkah
yang luas yang membuat orang-orang yang peduli kepada syariat bernaung
padanya. sebab, di dalamnya terdapat banyak pekerjaan dan peristiwa yang
dihadapi dalam jumlah tak terhitung. Sepanjang yang saya tahu ada sepuluh dalil
syariat mengenai hal ini, yaitu Kitabullah, Sunah RasulNya, mengikuti jalan
kaum beriman, yang Allah sebutkan dalam firnanNya:
Taatilah Allah, dan Taatilah RasulNya, dan ulil amri kalian.” (QS. An Nisa: 59)
Sesungguhnya penolong kamu hanyalah Allah, RasulNya, dan orang-orng
beriman. (QS. Al Maidah: 55)
Kemudian juga melalui qiyas, i’tibar, dan akal, serta pandangan yang tajam.
Lalu Syaikhul Islam menyebutkan dalil-dalil itu. Dia memulainya dengan ayat Al
Quran: “Dialah Allah, yang menjadikan segala sesuatu di bumi untuk kalian.”
(QS. Al Baqarah: 29). Seruan ini diarahkan kepada manusia seluruhnya, karena
Dia membuka firmanNya dengan, “Hai manusia sembahlah Tuhanmu yang telah
menciptakanmu.” (QS. Al Baqarah: 21)
Allah Ta’ala memberitahu bahwa Dia menciptakan semua yang di muka bumi
untuk segenap manusia. Maka wajib bagi ereka menguasai dan memanfaatkannya.
Sebagianan firmanNya: Dan Dia menundukkan bagimu apa yang ada di langit dan
yang di bumi, semuanya. (QS. Al Jatsiyah: 13)
Lalu, Syaikhul Islam menyebutkan dalil-dalil dari sunah. Di antaranya
diriwayatkan dari Abu Daud, dari Salman al Farisi, dia berkata: “Yang halal
adalah apa yang Allah halalkan dalam kitabNya, yang haram adalah yang Allah
haramkan dalam kitabNya, dan apa saja yang di diamkanNya, maka itu termasuk
yang dimaafkan.” (HR. Abu Daud dan At Tirmidzi)
Lalu Imam Ibnu Taimiyah mengatakan: Benda suci karena tiga hal. Pertama,
karena dia halal untuk dipegang, maka dia suci. Kedua, halal untuk dimakan maka
dia suci. Ketiga, yang tidak masuk dalam kategori najis, maka dia suci, dan hal
itu (najis) sangat sedikit.
Dari uraian di atas semoga bisa menjelaskan bahwa seluruh benda di dunia ini (termasuk hewan) hukum asalnya adalah suci dan halal, kecuali ada dalil secara khusus yang menyebutnya najis dan haram. Maka, pendapat yang mengatakan kebolehannya adalah lebih kuat, walau bagi sebagian orang bisa jadi menjijikan, namun "jijik" bukanlah konsideran bagi hukum karena sifatnya yang sangat relatif dan berbeda masing-masing manusia.
Di sisi lain, pihak yang mengharamkan juga mesti dihargai dan tetap
dihormati pendapatnya, sebab pendapat tersebut adalah pendapat yang didasarkan
ilmu dari para imam kaum muslimin, bukan pendapat asal bunyi.
Washallallahu ‘Ala Nabiyyina Muhammad wa ‘ala
Alihi wa Ashhabihi wa Sallam
Wallahu A’lam
Ustadz Farid Nu'man Hasan