Islam edia - Miris rasanya jika melihat kondisi dakwah di berbagai kampus yang saya lihat. Tidak hanya beberapa kampus saja yang menga...
Islamedia - Miris rasanya jika melihat
kondisi dakwah di berbagai kampus yang saya lihat. Tidak hanya beberapa kampus
saja yang mengalami ini, namun hampir semua menghadapi problematika yang sama.
Masalah kader, masalah sumber daya yang akan menginfakkan jiwanya di jalan
dakwah. Minimnya keinginan para pemuda untuk mengalihkan penuh perhatiannya ke
lembaga dakwah kampusnya.
Kampus adalah pilar karantina
substansial yang berperan sebagai simbol intelektualitas dan pencetak tenaga
pembangun bangsa. Disini banyak sekali organisasi yang bercokol di dalamnya
sebagai realisasi kreativitas mahasiswa untuk menunjukkan aktualisasi diri
sebagai agen perubahan. Banyaknya suguhan organisasi akademik dan nonakademik
yang bertengger di kampus tentunya selalu dikerumuni oleh massa dari berbagai
kalangan.
Tidak pernah ada kata
"kekurangan SDM" untuk kategori Unit Kegiatan Mahasiswa. Selalu ada
generasi yang mencuat ketika proses kaderisasi dieksekusi. Eksistensi dan
populeritas menjadi bagian penuh dari dikukuhkannya mereka dalam wadah
kreativitas diri di atas. Tak perlu ada ajakan, pendekatan personal, jarkoman
sms, dan media lainnya ketika regenerasi organisasi jenis ini dimulai. Seperti
semut yang mendatangi gula, akan ada secara terbuka mereka yang ingin
bergabung.
Lalu, apa bedanya
dengan organisasi kerohanian Islam yakni LDK (Lembaga Dakwah Kampus)
dibandingkan jenis organisasi di atas? Mengapa organisasi di atas selalu
menjadi prioritas pemuda dalam pemberian penuh tanggung jawabnya? Bahkan
mungkin hanya sisa perhatian yang diberikan kepada LDK. Sebagai prioritas
kedua. Astaghfirullah. Semoga ini hanya dalam pengamat saya saja.
Realita seperti ini tak bisa kita
elakkan. Hal ini seperti sudah menjadi darah daging dalam sejarah kampus
terkait organisasi. Sulit untuk mengubah pandangan pemuda yang memiliki
kecenderungan kalau organisasi Islam di kampus adalah untuk mereka yang alim,
untuk mereka yang dengan jilbabnya yang lebar dan untuk mereka yang umumnya
memiliki jenggot, tanda hitam di kening, dan celana yang menggantung. Kenyataan
ini juga diperkuat dengan kurangnya peserta yang hadir dalam acara-acara islami
yang digelar di kampus.
Saya agak kaget ketiga mendengar
salah seorang adik kelas yang pada saat itu masuk ke ruangan di mana acara LDK
sedang berlangsung. Secara spontan dia berkata, "Wah, salah masuk ruangan
saya." Dan saat itu juga spontan saya menanyakan apakah dia seorang muslim
kepada salah seorang temannya yang menghadiri kajian tersebut, dia menyampaikan
bahwa temannya tadi adalah seorang muslim. Banyak yang saya tanyakan terkait
permasalahan ini dan satu kesimpulan yang saya tangkap dari penjelasannya
adalah LDK terlihat dan terkesan terlalu strik di mata orang awam, citranya
yang hanya menanungi mereka yang telah tertarbiyah dan memahami Islam saja yang
berhak menikmatinya. Padahal yang kita ketahui dakwah adalah tabligh
(menyampaikan atau meneruskan syiar panji – panji agama Allah), mengajak,
mempengaruhi, memberikan pemahaman agar terbentuk pribadi muslim yang kuat
dengan tsaqofah islamiyah. Dakwah adalah tarbiyah (pendidikan). Dan anggota LDK
adalah seluruh mahasiswa muslim di kampus terkait, tidak ada perbedaan satu
sama lain, justru target sesungguhnya dakwah adalah mengajak mereka yang belum
paham dan masih baru pengetahuannya untuk dibina. Baru kemudian memantapkan
mereka yang paham agar mampu kelak dapat menjadi penyampai (murobbi/yah).
Kalimat tersebut rasanya ingin sekali saya teriakkan ke seantero kampus, namun
keinginan tersebut saya tahan. Biarlah di forum diskusi kalimat ini saya
haturkan kembali.
Jika mengamati realita yang ada,
maka dalam pandang saya faktor utama yang merupakan sinyal kurangnya minat
mereka terhadap organisasi islam kampus adalah POPULERITAS. Kita ketahui
bersama bahwasanya kampus adalah masa transisi mereka yang baru saja menikmati
masa-masa remaja yang penuh dengan aktualisasi diri dengan segala eksistensi
yang ada. Ekspresi diri ini tentunya akan diarahkan lebih jauh ketika mereka
memasuki fase menjadi mahasiswa. Semua kreativitas dan bakat terpendam akan disinyalir
menjadi satu kesatuan yang tidak terpisahkan. Pupuleritas adalah kunci
eksekusinya. Ketika hasrat mengekspos kemampuan diri yang bisa disalurkan
terpenuhi, maka dengan sendirinya eksistensi diri akan mencuat. Senator
Mahasiswa, Badan Eksekutif Mahasiswa, Himpunan Mahasiswa, UKM baik akademik dan
nonakademik adalah sarana bagi mereka yang ingin mengakselerasikan diri.
Menjadi bagian dari mereka adalah keinginan semua mahasiswa yang memandang
bahwa dirinya akan semakin mudah dikenal oleh entitas kampus jika mereka
bergabung ke dalamnya. Sehingga prioritas tanggung jawab dan perhatian pada
umumnya diletakkan pada level jenis organisasi tersebut. Lain halnya dengan
LDK. LDK adalah sarana yang mengurusi keummatan. Mainnannya hanya berkutik pada
jenis kegiatan keagamaan yang terbungkus secara modern. Menghidupkan suasana
Islami di kampus. Memposisikan diri layaknya seorang da'i yang terus menerus
merangkai tausiyah yang kemudian disebar ke teman-teman mahasiswa lain. Dan itu
bukan ranah saya. Bukan bagian saya. Biarlah mereka yang fahim yang menjalankan
semua itu. Begitulah pikiran-pikiran mahasiwa yang menganggap LDK hanya untuk
mereka yang pantas memilikinya. Tidak ada populeritas. Tidak ada ladang untuk
mengeksistensikan diri. Dari sini terlihat masih dangkalnya mindset atas
keberadaan lembaga dakwah dan masih kurangnya pemahaman pemuda atas keberadaan
jati dirinya sebagai penegak panji risalahNya di kampus.
Sekarang izinkan saya memberi
sedikit pandangan. Tidak cukupkah janji Allah SWT ini untuk kita. Untuk mereka
yang selalu berjuang menegakkan syariat di manapun mereka berada. Apa yang
Antum cari sebenarnya? "Wahai orang-orang yang beriman!
Jika kamu menolong (agama) Agama Allah, niscaya Dia akan Menolongmu dan
Meneguhkan kedudukanmu." (Q.S. Muhammad:7)
Dan belum lengkapkah perhatian
Rasulullah agar kita sebagai pemuda selalu diperlakukan dengan baik karena rasa
bangganya beliau kepada kita. "Aku pesankan agar
kalian berbuat baik kepada para pemuda, karena sebenarnya hati mereka itu
lembut. Allah telah mengutus aku dengan agama yang lurus dan penuh toleransi,
lalu para pemuda bergabung memberikan dukungan kepadaku. Sementara para orang
tua menentangku." (Al-Hadist)
Perjalanan dalam merintis medan
dakwah memang panjang dan penuh dengan duri. Tidak ada kenikmatan material dan
populeritas yang kita dapatkan. Jika jalan dakwah itu secara gampang diemban,
mungkin cukuplah Muhammad yang mengembannya, namun kenyataannya tidak seperti
itu. Begitu banyak pihak yang terlibat, mulai dari keluarga, sanak saudara, para
sahabat, mereka bersatu dalam satu visi untuk meneruskan ajaran yang sebelumnya
telah dibawa Ibrahim kemudian diselewengkan oleh mereka yang tidak mengerti.
Saya sangat mengapresiasi mereka
yang benar-benar fokus pada organisasi dakwah. Seperti halnya pada adik kelas
yang menghentikan tahap terakhirnya mengikuti kaderisasi BEM dengan alasan yang
sangat lugas dan jelas adalah karena keinginan untuk mengurus LDK. Niat awal
keikutsertaan ini adalah keinginan untuk mengikuti sistem pengkaderan di BEM
yang mungkin bisa dijadikan referensi dalam merekonstruksi sistem kaderisasi di
LDK. Juga terenyuh pada status adik tingkat yang saat ini telah mengemban
amanah yang substansial di LDK dengan menuliskan "Harusnya
dari dulu aku melihat jalan ini, yang kelihatannya berbatu tajam tapi ada
hadiah terbesar di ujungnya. Daripada jalanku dulu, yang kelihatan mudah tapi
bahkan aku tidak pernah menemukan jawaban apa yang ada di ujungnya".
Mari kita renungi kata-kata ampuh
ust. Rahmat Abdullah yang menggentarkan:
“Memang seperti itu
dakwah. Dakwah adalah cinta. Dan cinta akan meminta semuanya dari dirimu.
Sampai pikiranmu. Sampai perhatianmu. Berjalan, duduk, dan tidurmu. Bahkan di
tengah lelapmu, isi mimpimu pun tentang dakwah. Tentang umat yg kau cintai.
Lagi-lagi memang seperti itu. Dakwah. Menyedot saripati energimu. Sampai tulang
belulangmu.”
Jangan pernah berhenti berdakwah
karena dakwah bukanlah sebuah profesi namun suatu kewajiban yang berada di
pundak-pundak pejuang sejati. Juga jangan pernah memikirkan populertias dunia.
Nasihat kecil ini bukan berarti untuk membatasi ruang gerak antum untuk
berpolitik di kampus, mengikutsertakan diri menjadi bagian dari organisasi
formal kampus. Justru itu sangat penting, untuk pelebaran sayap syiar dakwah
kita. Maka bagilah peran dan tanggung jawab antum sesuai dengan
proporsionalnya. Jangan pernah lebih memberatkan dan mengkorupsikan pikiran
antum hanya pada organisasi formal di atas. Tanggung jawab kita lebih tepatnya
pada keberadaan dakwah di kampus.
Dakwah bukannya tidak melelahkan.
Bukannya tidak membosankan. Dakwah bukannya tidak menyakitkan. Namun semua
kelelahan, rasa bosan, rasa sakit, adalah sebagai tiket atau mahar kita untuk
bertemu denganNya di surge kelak. InsyaAllah. Allahumma Aamiin.
Devia Puspita Sari
Aktivis Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia (KAMMI)
Aktivis Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia (KAMMI)