I. Makna Al Fatihah
Imam Ibnu Katsir Rahimahullah berkata:
يقال لها: الفاتحة، أي فاتحة الكتاب خطا، وبها تفتح القراءة في الصلاة
Disebut Al Fatihah yaitu sebagai pembuka Al Quran secara khath (tulisan), dan dengannya bacaan dalam shalat dimulai. (Tafsir Al Quran Al ‘Azhim, 1/101. Cet. 2, 1999H-1420M. Daruth Thayyibah)
II. Nama lain surat Al Fatihah
1. Ummul Kitab dan Ummul Quran
ويقال لها أيضا: أم الكتاب عند الجمهور، وكره أنس، والحسن وابن سيرين كرها تسميتها بذلك، قال الحسن وابن سيرين: إنما ذلك اللوح المحفوظ، وقال الحسن :الآيات المحكمات :هن أم الكتاب، ولذا كرها -أيضا -أن يقال لها أم القرآن وقد ثبت في[الحديث] الصحيح عند الترمذي وصححه عن أبي هريرة قال: قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: " الحمد لله أم القرآن وأم الكتاب والسبع المثاني والقرآن العظيم “
Dinamakan juga: Ummul Kitab menurut jumhur ulama. tetapi Anas, Al Hasan, dan Ibnu Sirin memakruhkan menamakan Al Fatihah dengan itu. Al Hasan dan Ibnu Sirin berkata: Ummul kitab itu adalahAl Lauh Al Mahfuzh. Al Hasan berkata: Ayat-ayat muhkamat itulah Ummul Kitab. Oleh karenanya dimakruhkan pula menamakannya dengan Ummul Quran. Namun, telah shahih dalam hadits At Tirmidzi, dari Abu Hurairah katanya: bhawa Rasulullah Shallallahu 'Alaihi wa Sallam bersabda: "Alhamdulillah adalah Ummul Quran dan Ummul Kitab dan tujuh ayat yang berualng-ulang, serta Al Quran yang mulia." (Ibid)
2. Al Hamdu, karena diawali kalimat Al Hamdulillah.
3. Ash Shalah (shalat), disebutkan dalam hadits qudsi:
قَالَ اللَّهُ تَعَالَى قَسَمْتُ الصَّلَاةَ بَيْنِي وَبَيْنَ عَبْدِي نِصْفَيْنِ فَنِصْفُهَا لِي وَنِصْفُهَا لِعَبْدِي وَلِعَبْدِي مَا سَأَلَ
Allah Ta’ala berfirman: “Aku membagi Ash Shalah antara diriKu dan hambaKu setengah-setengah. Setengah untukKu dan sebagian lain untuk hambaKu, dan bagi hambaKu akan mendapatkan apa yang dia minta…. (HR. Muslim No. 395, Abu Daud No. 3121, Ibnu Majah No. 1448, An Nasa’i dalam As Sunan Al Kubra No. 10193)
4. Asy Syifa (Obat), disebutkan dalam hadits:
فاتحة الكتاب شفاء من كل سم
Fatihatul Kitab adalah obat dari setiap racun/penyakit. (HR. At Tirmidzi No. 2878, Al Hakim, Al Mustaarak, 2/259, Ad Darimi No. 337, Al Baihaqi, Syu’abul Iman No. 2277. Status: Dhaif, Lihat Dhaiful Jami’ No. 3951)
5. Ar Ruqyah (jampi)
Dari Abu Said Al Khudri, Nabi bertanya; (min aina ‘alimtum annaha ruqyah?) “Dari mana kamu tahu bahwa dia ruqyah?” (HR. Abu Daud No. 3418, 3900. Hadits ini shahih. Lihat Shahih wa Dhaif Sunan Abi Daud No. 3418, 3900)
Dalam riwayat Al Bukhari: (Wa maa yudrika annaha ruqyah?)“Apakah kamu tidak tahu bahwa dia ruqyah?” (HR. Bukhari 2156, At Tirmidzi No. 2064, Ahmad No. 10985)
Dalam riwayat Al Bukhari lainnya: (Wa maa yudrihi annaha ruqyah?) “Apakah dia tidak tahu bahwa itu ruqyah?”. (HR. Bukhari No. 4721)
6. Asasul Quran (Dasarnya Al Quran)
وروى الشعبي عن ابن عباس أنه سماها: أساس القرآن، قال: فأساسها بسم الله الرحمن الرحيم
Asy Sya’bi meriwayatkan dari Ibnu Abbas bahwa Beliau menamakn Al Fatihah: Asasul Quran, dia berkata asasnya Al Fatihah adalah bismillahirrahmanirrahim. (Tafsir Al Quran Al ‘Azhim, 1/101)
7. Al Waaqiyah (pelindung), Imam Sufyan bin ‘Uyainah menamakannya dengan Al Waaqiyah.
8. Al Kaafiyah (yang mencukupi), ini dinamakan oleh Yahya bin Abi Kastir.
لأنها تكفي عما عداها ولا يكفي ما سواها عنها، كما جاء في بعض الأحاديث المرسلة: " أم القرآن عوض من غيرها، وليس غيرها عوضا عنها “
Karena Al Fatihah dapat mencukupi apa-apa yang tidak dipenuhi oleh selainnya, adapun selainnya tidak bisa memenuhi apa-apa yang bisa dicukupinya. Sebagaina tertera dalam sebagian hadits mursa:“Ummul Quran adalah penebus bagi selainnya, sedangkan selainnya tidaklah bisa menebus baginya.”(Ibid)
9. Al Kanzu (Kekayaan), ini dinamakan oleh Az Zamakhsyari. (semua ini ada pada Tafsir Ibnu Katsir, Muqadimah tafsir surat Al Fatihah)
III. Keutamaan Surat Al Fatihah
1. Dua cahaya
Malaikat berkata kepada Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam:
أَبْشِرْ بِنُورَيْنِ أُوتِيتَهُمَا لَمْ يُؤْتَهُمَا نَبِيٌّ قَبْلَكَ فَاتِحَةُ الْكِتَابِ وَخَوَاتِيمُ سُورَةِ الْبَقَرَةِ لَنْ تَقْرَأَ بِحَرْفٍ مِنْهُمَا إِلَّا أُعْطِيتَهُ
“Berikan kabar gembira dengan adanya dua cahaya yang diberikan kepadamu, dan sebelumnya tidak pernah diturunkan kepada nabi sebelummu, yaitu Fatihatul Kitab dan akhir surat surat Al Baqarah, tidaklah engkau membacanya satu huruf melainkan engkau akan diberikanNya.” (HR. Muslim No. 806, An Nasa’i No. 912, Al Hakim dalam Al Mustadrak No. 2052, Abu Ya’la No. 2488, Ibnu Abi Syaibah dalam Al Mushannaf, 7/423)
2. Belum ada surat yang semisalnya baik dalam Taurat, Zabur, Injil dan Al Quran
Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:
وَالَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ مَا أُنْزِلَتْ فِي التَّوْرَاةِ وَلَا فِي الْإِنْجِيلِ وَلَا فِي الزَّبُورِ وَلَا فِي الْفُرْقَانِ مِثْلُهَا وَإِنَّهَا سَبْعٌ مِنْ الْمَثَانِي وَالْقُرْآنُ الْعَظِيمُ الَّذِي أُعْطِيتُهُ قَالَ أَبُو عِيسَى هَذَا حَدِيثٌ حَسَنٌ صَحِيحٌ
“Demi Yang Jiwaku ada ditanganNya, tidaklah diturunkan di dalam Taurat, injil, Zabur, dan Al Furqan yang sepertinya, dia adalah sab’un minal matsani (tujuh ayat yang diulang-ulang) dan Al Quran Al ‘Azhim yang mana aku telah diberikan.”
Berkata Abu ‘Isa (Imam At Tirmidzi): hadits ini hasan shahih. (Lihat Sunan At Tirmidzi No. 2875)
Hadits ini juga diriwayatkan oleh Ibnu Khuzaimah dan Ibnu Hibban dalam kitab Shahih mereka berdua, juga Al Hakim secara ringkas dari Abu Hurairah dari Ubai, katanya shahih sesuai syarat Imam Muslim. (Shahih Targhib wat Tarhib, No. 1453)
3. Al Fatihah adalah A’zhamu Surah (surat paling agung), Ummul Kitab, Ummul Quran, Sab’ul Matsani, dan Al Quran Al ‘Azhim
Abu Said Al Mu’alli Al Anshari Radhiallahu ‘Anhu bercerita:
“Saya sedang shalat di masjid, Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam memanggil saya, namu saya tidak menjawabnya. Maka saya berkata: “Wahai Rasulullah, tadi saya sedang shalat.” Maka Beliau bersabda: “Bukankah Allah Ta’ala telah berfirman: “ penuhilah seruan Allah dan seruan Rasul apabila Rasul menyeru kamu kepada suatu yang memberi kehidupan kepada kamu.” (QS. Al Anfal (8): 24). Lalu, Beliau bersabda kepada saya, “Saya akan memberitahu kamu surat yang paling agung di Al Quran, sebelum kamu keluar dari masjid.” Lalu beliau memegang tangan saya, maka ketika hendak keluar dari masjid saya berkata kepadanya, bukankah baginda berkata, “Saya akan memberitahu kamu surat yang paling agung di Al Quran.” Beliau menjawab: “Alhamdulillahi Rabbil ‘Alamin, itulah sab’ul matsani (tujuh ayat yang diulang-ulang) dan Al Quran yang agung, yang aku telah diberikan olehNya.” (HR. Bukhari No. 4204, 4370, 4426, 4720)
4. Sebaik-baik surat dalam Al Quran
Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam berkata kepada Abdullah bin Jabir:
أَلَا أُخْبِرُكَ يَا عَبْدَ اللهِ بْنَ جَابِرٍ بِخَيْرِ سُورَةٍ فِي الْقُرْآنِ ؟ " قُلْتُ: بَلَى يَا رَسُولَ اللهِ . قَالَ: " اقْرَأِ الْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ حَتَّى تَخْتِمَهَا
Ketahuilah wahai Abdullah bin Jabir, maukah kamu saya beritahu tentang surat yang terbaik dalam Al Quran? Aku menjawab: “Tentu saja Ya Rasulullah.” Beliau bersabda: “Bacalah Alhamdulillahi Rabbil ‘Alamin sampai akhirnya.” (HR. Ahmad No. 17597, isnad hadits ini hasan. Lihat Musnad Ahmad denganTahqiq: Syaikh Syu’aib Al Arnauth, Syaikh Adil Mursyid, dn lainnya. Muasasah Ar Risalah. Imam Ibnu Katsir mengatakan: sanadnya Jayyid. Tafsir Al Quran Al ‘Azhim, 1/105 )
IV. Makkiyah atau Madaniyah ?
وهي مكية، قاله ابن عباس وقتادة وأبو العالية، وقيل مدنية، قاله أبو هريرة ومجاهد وعطاء بن يسار والزهري. ويقال: نزلت مرتين: مرة بمكة، ومرة بالمدينة، والأول أشبه لقوله تعالى: { وَلَقَدْ آتَيْنَاكَ سَبْعًا مِنَ الْمَثَانِي } [الحجر: 87]، والله أعلم . وحكى أبو الليث السمرقندي أن نصفها نزل بمكة ونصفها الآخر نزل بالمدينة، وهو غريب جدًا، نقله القرطبي عنه
Dia adalah Makiyah, itulah yang dikatakan Ibnu Abbas, Qatadah, dan Abul 'Aliyah. Disebutkan dia adalah Madaniyah, sebagaimana kata Abu Hurairah, Mujahid, 'Atha bin Yassar, dan Az Zuhri. Disebutkan pula: turunnya dua kali, sekali di Mekkah, dan sekali di Madinah. Pendapat yang pertama lebih sesuai dengan firmanNya Ta'ala: (Kami telah menyampaikan kepadamu tujuh ayat yang berualang-ulang) . (Al Hijir: 87). Wallahu A'lam. Abul Laits As Samarqandi menceritakan bahwa setengahnya turun di Mekkah, dan sebagian lainnya di Madinah. Ini pendapat yang sangat aneh, seperti yang dikutip Al Qurthubi darinya. (Ibid)
V. Jumlah Ayat
وهي سبع آيات بلا خلاف، [وقال عمرو بن عبيد: ثمان، وقال حسين الجعفي: ستة وهذان شاذان]
Jumlahnya tujuh ayat tanpa perbedaan pendapat. Amru bin Ubaid berkata: delapan. Husein Al Ju'fi mengatakan: enam. Keduanya pendapat yang janggal.(Ibid)
VI. Kedudukan Al Fatihah dalam Shalat
a. Sahkah shalat tanpa membaca Al Fatihah?
Golongan pertama mengatakan sah, walau membaca surat lain yang termudah baginya. Bagi golongan ini tidak ada surat spesifik yang wajib dibaca dalam shalat. Inilah pandangan Imam Al Auza’i, Imam Sufyan Ats Tsauri, Imam Abu Hanifah dan para sahabatnya, serta orang yang menyepakati mereka. Alasannya adalah:
Sesuai dengan keumuman ayat:
فاقرءوا ما تيسر من القرآن
“Maka bacalah apa yang mudah (bagimu) dari Al Quran.” (QS. Al Muzammil (73): 20)
Dari Abu Hurairah Radhiallahu ‘Anhu, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda;
إذا قمت إلى الصلاة فكبر، ثم اقرأ ما تيسر معك من القرآن
“Jika kamu hendak shalat, maka bertakbirlah, lalu bacalah apa yang mudah bagimu dari Al Quran.” (HR. Bukhari No. 724, 5897, 6290. Muslim No. 397, Abu Daud No. 856, At Tirmidzi No. 302, Ibnu Hibban No.1890, Al Baihaqi dalam Sunannya No.2091, Ibnu Khuzaimah No. 461, Ibnu Abi Syaibah dalam Al Mushannaf , 1/322. Ahmad No, 9635)
Imam Ibnu Katsir Rahimahullah berkata tentang kelompok ini:
قالوا: فأمره بقراءة ما تيسر، ولم يعين له الفاتحة ولا غيرها، فدل على ما قلناه.
“Mereka berkata: Rasulullah memerintahkan untk membaca yang termudah, bukan mengkhususkan Al Fatihah dan tidak pula yang lainnya. Ini menunjukkan kebenaran apa yang kami katakan.” (Tafsir Al Quran Al ‘Azhim, 1/108)
Golongan kedua mengatakan tidak sah, inilah pandangan Imam Malik, Imam Syafi’i, Imam Ahmad bin Hambal dan para sajabatnya dan merupakan pendapat mayoritas ulama. Alasannya adalah;
Dari Ubadah bin Ash Shamit Radhiallahu ‘Anhu, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallambersabda:
لا صلاة لمن لم يقرأ فيها بفاتحة الكتاب
“Tidak ada shalat bagi yang tidak membaca Fatihatul Kitab.” (HR. Bukhari No. 723, Muslim No. 394, 395. Abu Daud No. 822, At Tirmidzi No.247, Ibnu Majah No. 837, Ibnu Hibban No. 1785, Al Baihaqi dalamSunannya No.2193)
Imam At Tirmidzi memberikan keterangan:
والعمل عليه عند أكثر أهل العلم من أصحاب النبي صلى الله عليه وسلم، منهم عمر بن الخطاب وجابر بن عبد الله وعمران بن حصين وغيرهم، قالوا: لا تجزئ صلاة إلا بقراءة فاتحة الكتاب.
وبه يقول ابن المبارك والشافعي وأحمد وإسحق.
وبه يقول ابن المبارك والشافعي وأحمد وإسحق.
“Mayoritas ulama dari kalangan sahabat Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam mengamalkan (berdalil) dengan hadits ini, di antara mereka: Umar bin Al Khathab, Jabir bin Abdullah, ‘Imran bin Hushain, dan selain mereka. Mereka mengatakan: shalat tidaklah mencukupi kecuali dengan membaca Fatihatul Kitab. Ini juga perkataan Ibnul Mubarak, Asy Syafi’i, Ahmad, dan ishaq.” (Sunan At Tirmidzi No. 247)
Dari Abu Hurairah Radhiallahu ‘Anhu, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:
من صلى صلاة لم يقرأ بأم القرآن فهي خداج(3x) ، غير تمام
“Barangsiapa yang shalat dan tidak membaca Ummul Quran maka shalatnya khidaj (diulang tiga kali), yakni tidak sempurna.” (HR. Muslim No. 395, Abu Daud No. 821, Ibnu Majah No, 838, An Nasa’i No.909, At Tirmidzi No. 2953)
Dari Abu Hurairah Radhiallahu ‘Anhu, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:
لا تجزئ صلاة لا يقرأ فيها بفاتحة الكتاب
“Shalat tidaklah mencukupi, yang di dalamnya tidak membaca Fatihatul Kitab.” (HR. Ibnu khuzaimah No. 490, dalam Al Mushannaf-nya Imam Ibnu Abi Syaibah ini merupakan perkataan mawqufdari Umar, 1/397)
Dalam pandangan kami –wallahu a’lam- pendapat yang lebih kuat adalah pendapat jumhur, yaitu dengan mentaufiq (kompromi) beberapa hadits yang zahirnya nampak bertentangan, hadits yang satu memerintahkan membaca yang termudah dari Al Quran, yang lain memerintahkan membaca Al Fatihah, dan semuanya shahih, tidak ada yang dinasakh, apalagi didhaifkan. Hal ini sebagaimana dikatakan oleh ungkapan seorang sahabat nabi, yakni Abu Said Al Khudri Radhiallahu ‘Anhu:
أُمرنا أن نقرأ بفاتحة الكتاب وما تيسر
“Kami diperintahkan membaca Fatihatul Kitab dan apa-apa yang mudah.” (Sunan Abu Daud , 1/216. No. 818. Syaikh Al Albani mengatakan: Shahih. Lihat Shahih wa Dhaif Sunan Abi Daud No. 818)
Jadi, kedua hadits tersebut dipakai, membaca Al Fatihah dan juga surat lain yang mudah.
Tetapi golongan ini pun terbagi lagi dalam tiga kelompok pendapat sebagaimana yang dirinci oleh Imam Ibnu Katsir. Pertama, Imam Syafi’i dan segolongan ulama mengatakan membaca Al Fatihah wajib pada setiap rakaat. Kedua, ulama lainnya mengatakan wajib dibaca pada sebagian besar rakaat saja (tidak semua rakaat). Ketiga, hanya wajib dibaca satu rakaat saja, ini pendapat Al Hasan Al Bashri dan mayoritas ulama Bashrah.
Kelompok pertama. Dalilnya:
لا صلاة لمن لم يقرأ في كل ركعة بـ{الحمد لله} وسورة، في فريضة أو غيرها
“Tidak ada shalat bagi yang tidak membaca Alhamdulillah (Al Fatihah) dan surat pada setiap rakaat, baik shalat wajib atau selainnya.” (HR. Ibnu Majah No. 839)
Imam Ibnu Katsir mengatakan: ”keshahihan hadits ini diperbincangkan.” (Tafsir Al Quran Al ‘Azhim, 1/109)
Dalam sanadnya terdapat Abu Sufyan As Sa’di. Imam Ibnu Abdil Bar mengatakan: mereka semua sepakat (ijma’) atas kedhaifannya (Abu Sufyan As Sa’di). Tetapi riwayat Abu Sufyan memiliki mutaba’ah(penguat) dari Qatadah, sebagaimana kata Ibnu Hibban dalam Shahihnya. Sementara Syaikh Al Albani mendhaifkan dalam beberapa kitabnya. (Dhaiful Jami’ No. 6299, Shahih wa Dhaif Sunan Ibni Majah No. 839)
Kelompok kedua. Mereka hanya memberikan takwil bahwa membaca Al Fatihah pada hadits-hadits yang memerintahkannya bermakna mu’zham, yaitu pada sebagian besar rakaat atau rakaat yang penting saja.
Kelompok ketiga. Dalilnya adalah:
لا صلاة لمن لم يقرأ فيها بفاتحة الكتاب
“Tidak ada shalat bagi yang tidak membaca Fatihatul Kitab.”
Hadits ini menunjukkan tidak ada rincian rakaat, maka membaca satu kali Al Fatihah pada satu rakaat sudah mencukupi.
b. Untuk shalat menjadi makmum, apakah juga wajib membaca Al Fatihah?
Imam Ibnu Katsir Rahimahullah menyebutkan ada tiga pendapat.
Pertama. Wajib membacanya sesuai keumuman hadits perintah membaca Al Fatihah yang tidak membedakan menjadi imam atau makmum, baik shalat jahr atau sir.
Dari Abu Hurairah Radhiallahu ‘Anhu, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:
" من صلى صلاة لم يقرأ فيها بأم القرآن فهي خداج" ثلاثا، غير تمام. فقيل لأبي هريرة : إنا نكون وراء الأمام. فقال: اقرأ بها في نفسك
“Barangsiapa yang shalat di dalamnya tidak dibacakan Ummul Quran maka khidaj (3x), yaitu tidak sempurna.” Lalu ditanyakan kepada Abu Hurairah: “Sesungguhnya kami shalat di belakang imam.” Beliau menjawab; “Bacalah pada dirimu (pelan-pelan).” (HR. Muslim No. 395)
Ini menunjukkan bahwa makmum juga membacanya, dan hadits seperti juga diriwayatkan oleh imam hadits lainnya secara shahih pula. Ini pendapat dari Umar, Ali, Abu Hurairah, dan Imam Asy Syafi’i dalam Qaul Jadidnya, dan lainnya.
Kedua. Tidak wajib makmum membacanya, baik Al Fatihah atau surat lainnya, baik shalat Jahratau Sir. Ini juga menjadi pendapat Imam Abu Hanifah, Imam Sufyan Ats Tsauri, Imam Al Auza’I, dan lainnya. Alasan mereka adalah:
Dari Jabir bin Abdullah Radhiallahu ‘Anhu, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallambersabda:
من كان له إمام فقراءة الإمام له قراءة
“Barangsiapa yang memiliki imam, maka bacaan imam adalah bacaan baginya juga.” (HR. Ahmad No. 14643, Ibnu Majah No. 850)
Para ulama berbeda pendapat tentang status hadits ini. Imam Ibnu Katsir mengatakan sanad hadits ini lemah, lalu katanya:
وقد روي هذا الحديث من طرق، ولا يصح شيء منها عن النبي صلى الله عليه وسلم، والله أعلم
“Hadits ini telah diriwayatkan dari banyak jalan, dan tidak ada satu pun yang shahih dari NabiShallallahu ‘Alaihi wa Sallam. Wallahu A’lam. (Tafsir Al Quran Al ‘Azhim, 1/109)
Syaikh Syu’aib Al Arnauth (Musnad Ahmad pembahasan hadits No. 14643, cat kaki No. 3)menjelaskan bahwa salah seorang perawinya, yakni Hasan bin Shalih, dia tidak mendengarkan langsung dari Abu Zubeir, sanadnya munqathi’ (terputus). Di antara keduanya (Hasan bin Shalih dan Abu Az Zubeir) ada Jabir bin Yazid Al Ju’fi, dia seorang yang dhaif. Namun, hadits ini secara keseluruhan adalah hasan, karena banyaknya jalan dan syawahid (saksi penguat) baginya.
Syaikh Al Albani juga menghasankan dalam beberapa kitabnya. (Shahihul Jami’ No. 6487, Shahih wa Dhaif Sunan Ibni Majah No. 850)
Sementara itu, bagi kelompok ini apa yang dikatakan oleh Abu Hurairah: bacalah pelan-pelan, merupakan pendapat dirinya sendiri setelah beliau ditanya, bukan ucapan Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam.
Selain itu kelompok ini juga berdalil dengan firmanNya:
وَإِذَا قُرِئَ الْقُرْآنُ فَاسْتَمِعُوا لَهُ وَأَنْصِتُوا لَعَلَّكُمْ تُرْحَمُونَ
“Dan apabila dibacakan Al Quran, maka dengarkanlah baik-baik, dan perhatikanlah dengan tenang agar kamu mendapat rahmat. “ (QS. Al A’raf (7): 204)
Imam Ibnu Khuzaimah dalam Shahihnya mengatakan bahwa meninggalkan surat Al fatihah tidaklah membatalkan shalat dan tidak wajib mengulanginya, hanya saja shalatnya kurang sempurna sesuai hadits: khidaj yakni ghairu tamam (tidak sempurna).
Imam Sufyan Ats Tsauri memberikan komentar terhadap hadits: “Tidak ada shalat bagi yang tidak membaca Fatihatul Kitab.” Katanya:
لمن يصلي وحده.
“(kewajiban membaca) Bagi orang yang salat sendiri.” (Sunan Abu Daud No. 822)
Artinya jika dia menjadi makmum tidak wajib baginya membaca Al Fatihah dan selainnya.
Ketiga. Wajib membaca Al Fatihah ketika shalat sir (seperti shalat zhuhur dan ashar, serta rakaat terakhir maghrib, dan dua rakaat terakhir Isya). Sebab ayat yang memerintahkan untuk mendengar dibacakan Al Quran tidaklah relevan, karena makmum tidak mendegarkan suara bacaan imam. Saat itu berlakulah bagi imam dan makmum, keumuman hadits yang memerintahkan membaca Al Fatihah.
Jabir berkata –sebagaimana diriwayatkan Ibnu majah dengan sanad shahih:
كنا نقرأ في الظهر والعصر خلف الإمام في الركعتين الأوليين بفاتحة الكتاب وسورة وفي الآخريين بفاتحة الكتاب
“Kami membaca pada shalat zhuhur dan ‘ashar di belakang imam; dua rakaat pertama dengan Al Fatihah dan surat, dan dua rakaat terakhir hanya dengan Al Fatihah.” (Shifah Shalah An Nabi, hal. 100. Maktabah Al Ma’arif. Juga diriwaatkan oleh Ahmad No. 22595, Syaikh Syu’aib Al Arnauth mengatakan: shahih sesuai syarat Syaikhan)
Ada pun ketika shalat jahr (shalat maghrib dan isya di rakaat pertama dan kedua) adalah wajib mendengarkannya, sesuai perintah di surat Al A’raf ayat 204 di atas. Dan, saat itu bacaan imam telah mewakilinya, sesuai hadits Jabir: “Barangsiapa yang memiliki imam, maka bacaan imam adalah bacaan baginya juga.”
Selain itu, Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam juga bersabda:
إنما جعل الإمام ليؤتم به؛ فإذا كبَّر فكبّروا، وإذا قرأ فأنصتوا
“Sesungguhnya imam dijadikan untuk diikuti, jika dia bertakbir maka bertakbirlah kamu, jika dia membaca Al Quran maka diamlah.” (HR. Muslim no. 1775, dari Abu Musa Al ‘Asy’ari. Ad Daruquthni,Kitabush Shalah No.10, Ibnu Majah No. 846, Abu Daud No.604, An Nasa’i No. 921, semua dari jalur Abu Hurairah, kecuali riwayat Imam Muslim, dari Abu Musa Al Asy’ari)
Maka, hadits ini menjadi dalil yang kuat bagi pendapat yang ketiga. Inilah pendapat Imam Syafi’i dalam qaul qadim (pendapat lama)nya, Imam Ahmad, dan yang Nampak dari pendapat Imam Ibnu Katsir. Juga pendapat dari Imam Ibnu Taimiyah. Pendapat ketiga adalah pendapat yang lebih komprehensif melihat semua dalil yang ada.
Ternyata ini pula yang dipilih oleh Syaikh Muhammad Nashiruddin Al Albani Rahimahullah. ( Shifah Shalah An Nabi, Hal. 98-100). Wallahu A’lam
(bersambung Insya Allah)
Ustadz Farid Nu'man