Ketika pelaku aksi mogok makan, Khader Adnan, menelepon Ibunya pada pukul 11.30 Selasa malam, Ibunya itu menangis. "Ia mengatakan ke...
Ketika pelaku aksi mogok makan, Khader Adnan, menelepon Ibunya pada
pukul 11.30 Selasa malam, Ibunya itu menangis. "Ia mengatakan kepadaku,
'Ibu, saya sedang dalam perjalanan pulang,'" cerita Ibunya. "Untuk
pertama kalinya setelah beberapa bulan, hatiku merasa tenang lagi,"
lanjut perempuan itu. Khader Adnan bebas ada 17 April lalu.
Bagi orang Palestina, Khader Adnan telah menjadi simbol perlawanan dan ketabahan, setelah ia melancarkan aksi mogok makan selama 66 hari terhadap layanan penjara Israel. Ia memulai aksinya segera setelah penangkapan disertai kekerasan terhadapnya oleh tentara Israel pada tanggal 17 Desember 2011. Ia ditahan di bawah ketentuan yang Israel sebut sebagai "penahanan administratif", kebijakan yang diadopsi dari era mandat Inggris. Di bawah penahanan administratif, Israel dapat menahan siapa pun selama sampai enam bulan, terus terbarukan tanpa batas waktu, tanpa pernah melakukan dakwaan atau menyajikan bukti yang cukup untuk melawan mereka.
Saat ini ada lebih dari 4.500 tahanan Palestina di penjara Israel, lebih dari tigaratusnya terkena tahanan administratif. Aksi Mogok Makan Adnan, yang akhirnya menarik perhatian media internasional dan solidaritas dari seluruh dunia, menginspirasi tahanan administratif lainnya untuk mogok makan juga. Hana Shalabi melakukan pemogokan selama 43 hari sebelum dia dibebaskan dan dideportasi dari desanya di Tepi Barat ke Gaza. Lima orang lainnya kini berada di rumah sakit penjara Ramleh, termasuk Bilal Thiab dan Thaer Halahleh, yang telah melakukan aksi mogok makan selama 52 hari.
Setelah lebih dari dua bulan tanpa makanan, pengacara Adnan menengahi kesepakatan pada bulan Februari dengan para pejabat Israel yang membuat Adnan dilepaskan pada 17 April. Hari itu bertepatan dengan hari warga Palestina memperingati Hari Tahanan, yang untuk tahun ini ditandai oleh "aksi mogok makan tanpa batas waktu" dari 1.600 tahanan Palestina di penjara-penjara Israel.
Sahar Francis, direktur lembaga HAM Addameer yang berkedudukan di Ramallah, memandang aksi mogok makan Adnan sebagai katalis bagi gerakan mogok makan massal saat ini. "Saya pikir jelaslah bahwa aksi mogok makan Khader Adnan yang sukses dan pembebasannya, adalah pemicu utama yang menginspirasi 1.600 tahanan untuk melaksanakan tindakan (mogok makan) sekarang, yang merupakan kelanjutan dari apa yang mereka mulai pada bulan September 2011," katanya. "Perlu dicatat bahwa suksesnya aksi mogok makan, banyak tergantung pada dukungan internal, tekanan internasional dari Uni Eropa dan PBB, serta kebijakan dari otoritas penjara Israel."
Khader Adnan, yang bertemu kembali dengan keluarganya sebelum tengah malam pada Selasa 17 April lalu (setelah lebih dulu mengunjungi keluarga para tahanan di Arrabeh, yang tujuh di antara anggota keluarganya mengalami hukuman seumur hidup), kemudian berbicara kepada Al Jazeera seperti dilansir pada 21 April lalu.
Al Jazeera: Anda telah mengalami pengalaman yang paling sulit dalam hidup Anda dan telah dipisahkan selama berbulan-bulan dari keluarga Anda. Mengapa Anda mampir kepada keluarga tahanan lainnya sebelum mengunjungi keluarga sendiri, dan bagaimana rasanya bebas lagi?
Khader Adnan: Setiap hari kami hidup dalam Hari Tahanan dan simbolisme khususnya. Saya pergi untuk mengunjungi keluarga mereka yang dipenjara, sebelum melihat keluargaku sendiri, sebagai bentuk apresiasi atas dukungan mereka, selama aku dipenjarakan, dan karena derita mereka karena orang yang mereka cintai berada di balik jeruji penjajah Israel.
Kebebasan saya tidak lengkap, karena masih ada tahanan lain di belakang saya. Kami salut kepada semua tahanan; Lina Jarbouni [tahanan perempuan paling lama di penjara], Syekh Ahmad Haji [tahanan tertua yang melakukan aksi mogok makan], Abu Omar Shalalah, Jaafar Ezzedine, Hassan Safadi, dan tentu saja Thaer Halaleh dan Bilal Thiab.
Saya diterima oleh ibu dari Bilal Thiab di [desa dekat] Kufr Rai dan menyampaikan kepadanya pesan Thiab tentang ketahanan dan komitmennya untuk melakukan aksi mogok makan.
Setelah 66 hari untuk menolak makan, Anda menghabiskan 53 hari memulihkan diri. Apakah pengobatan di tangan petugas penjara Israel jadi membaik setelah Anda mengakhiri aksi mogok makan Anda?
Tidak, tidak sama sekali. Sampai hari terakhir di rumah sakit penjara, mereka melakukan berbagai cara untuk mempermalukan saya, seperti membuka pintu untuk mengintip saya setiap kali saya akan menggunakan kamar mandi atau shower.
Ketika saya menjalani aksi mogok makan, mereka sengaja makan dan minum di depanku. Mereka akan menghinaku, menyebut saya anjing. Suatu kali mereka mengatakan kepadaku bahwa mereka masih belum melakukan apa pun kepadaku. Perilaku mereka begitu tidak bermoral.
Mereka mencoba memprovokasi saya dengan berulang-ulang mengatakan, bahwa istriku tidak setia kepadaku, dan bahwa anak perempuanku bukan anak kandungku. Apa lagi yang bisa mereka lakukan? Mereka melarang media meliput kasusku, bukti bahwa mereka takut akan kebenaran.
Bahkan setelah aku mengakhiri aksi mogok makan, karena saya dipindahkan dari rumah sakit di Safad ke Ramleh, mereka melakukan pemindahan itu dengan cara tersembunyi sehingga tidak ada yang bisa melihatku.
Mereka menculik saya dan menyorongkan saya ke garasi dalam. Permohonan banding saya diadakan di kantin rumah sakit! Apakah Israel sebegitu takut menunjukkan wajahnya yang asli kepada dunia?
Bagaimana Anda berhasil menemukan ketahanan dan kekuatan dalam melanjutkan mogok makan Anda, terutama setelah tiga kali keluarga Anda mengunjungi Anda?
[Tertawa tergesa] Saya tidak tahu bagaimana saya melakukannya. Segala kekuatan berasal dari Allah, dan ketika saya mulai mogok makan saya, saya tahu bahwa saya akan sampai kepada kebebasan atau kematian ... kadang-kadang terasa seperti teka-teki!
Israel memberikan izin bagi keluarga saya untuk membesuk saya, bukan karena kebaikan hati mereka sendiri, tetapi karena mereka berpikir bahwa dengan melihat keluarga bakal cukup untuk menekan saya agar makan lagi. Padahal yang terjadi efek sebaliknya, dan saya menjadi lebih terinspirasi untuk menantang sipir penjara itu.
Saya telah menghabiskan banyak malam tanpa tidur, sebab rasa sakit yang saya alami. Namun, kebahagiaan keluarga saya, kebahagiaan warga kami, dan kebahagiaan orang-orang merdeka di seluruh dunia, membuat saya lupa bahwa saya sudah pernah mengalami rasa sakit di sepanjang aksi mogok makan saya.
Seribu enam ratus tahanan Palestina kini memasuki hari ketiga aksi mogok makan terbuka di penjara Israel menuntut kondisi hidup yang lebih baik, termasuk hak untuk kunjungan keluarga dan hak untuk menerima foto-foto keluarga. Apakah taktik ini berhasil menerjemahkan gerakan perlawanan populer yang berlangsung di luar tembok penjara di kalangan warga Palestina?
Pendirian saya akan selalu memihak bersama para tahanan, baik di samping mereka, di belakang mereka, atau di depan mereka. Dari Jalur Gaza ke Tepi Barat, hingga ke wilayah '48 dan pengasingan, seluruh warga Palestina setiap wajib bersatu.
Kita semua adalah anak-anak manusia dengan misi yang sama, dan satu kesatuan yang hidup di bawah pendudukan yang sama. Saya melihat begitu banyak dukungan dari keluarga kami di daerah Palestina 1948, dari para dokter dan perawat Palestina, dari warga Palestina di Haifa, dari siswi sekolah di Nazaret yang menulis sebuah surat pada saya ... Saya tidak akan pernah melupakan cinta mereka.
Aksi mogok makan massal adalah sinyal kepada semua orang tertindas dan menderita di mana pun mereka berada, tidak hanya Palestina. Ini adalah pesan untuk semua orang yang menderita ketidakadilan, di bawah telapak kaki penindasan. Metode ini akan berhasil, insya Allah, dan akan membuat tercapainya hak-hak para tahanan.
Saya berdoa kepada Tuhan untuk menggerakkan hati nurani insan-insan merdeka di seluruh dunia. Saya berterima kasih kepada mereka semua, terutama Irlandia, karena mereka mendukung aksi mogok makan saya. Saya telah meminta mereka agar terus berdiri dalam solidaritas bersama semua tahanan Palestina yang melakukan aksi mogok makan, baik di masa lalu, sekarang dan masa depan; solidaritas bersama rakyat kami yang disiksa dan tertindas, yang hidup di bawah ketidakadilan pendudukan siang dan malam.
Menyusul aksi tahanan Palestina untuk melanjutkan aksi mogok makan terpanjang dan bertahan hidup, bagaimana rasanya menjadi simbol bukan hanya untuk ketabahan warga Palestina, tetapi juga untuk perlawanan di antara orang-orang tertindas lainnya?
Selama hari-hariku di rumah sakit [Meir Ziv] di Safad, daerah Palestina terjajah, saya terkenang akan kekudusan dan kemuliaan tanah ini. Berdekatan dengan negara perlawanan seperti Lebanon dan Suriah, semua memberi saya tenaga lebih lanjut untuk menentang otoritas penjara Israel, yang tidak saya akui.
Saya merasa belum memberikan nilai penting apapun kepada misi perjuangan Palestina. Saya bekerja di toko roti dan menjual za'atar, dan akan terus melakukannya, untuk mengingatkan setiap orang Palestina, bahwa akar kehidupan mereka menancap kuat di negeri ini, di antara pohon-pohon zaitun dan za'atar tersebut. (aljazeera)
Bagi orang Palestina, Khader Adnan telah menjadi simbol perlawanan dan ketabahan, setelah ia melancarkan aksi mogok makan selama 66 hari terhadap layanan penjara Israel. Ia memulai aksinya segera setelah penangkapan disertai kekerasan terhadapnya oleh tentara Israel pada tanggal 17 Desember 2011. Ia ditahan di bawah ketentuan yang Israel sebut sebagai "penahanan administratif", kebijakan yang diadopsi dari era mandat Inggris. Di bawah penahanan administratif, Israel dapat menahan siapa pun selama sampai enam bulan, terus terbarukan tanpa batas waktu, tanpa pernah melakukan dakwaan atau menyajikan bukti yang cukup untuk melawan mereka.
Saat ini ada lebih dari 4.500 tahanan Palestina di penjara Israel, lebih dari tigaratusnya terkena tahanan administratif. Aksi Mogok Makan Adnan, yang akhirnya menarik perhatian media internasional dan solidaritas dari seluruh dunia, menginspirasi tahanan administratif lainnya untuk mogok makan juga. Hana Shalabi melakukan pemogokan selama 43 hari sebelum dia dibebaskan dan dideportasi dari desanya di Tepi Barat ke Gaza. Lima orang lainnya kini berada di rumah sakit penjara Ramleh, termasuk Bilal Thiab dan Thaer Halahleh, yang telah melakukan aksi mogok makan selama 52 hari.
Setelah lebih dari dua bulan tanpa makanan, pengacara Adnan menengahi kesepakatan pada bulan Februari dengan para pejabat Israel yang membuat Adnan dilepaskan pada 17 April. Hari itu bertepatan dengan hari warga Palestina memperingati Hari Tahanan, yang untuk tahun ini ditandai oleh "aksi mogok makan tanpa batas waktu" dari 1.600 tahanan Palestina di penjara-penjara Israel.
Sahar Francis, direktur lembaga HAM Addameer yang berkedudukan di Ramallah, memandang aksi mogok makan Adnan sebagai katalis bagi gerakan mogok makan massal saat ini. "Saya pikir jelaslah bahwa aksi mogok makan Khader Adnan yang sukses dan pembebasannya, adalah pemicu utama yang menginspirasi 1.600 tahanan untuk melaksanakan tindakan (mogok makan) sekarang, yang merupakan kelanjutan dari apa yang mereka mulai pada bulan September 2011," katanya. "Perlu dicatat bahwa suksesnya aksi mogok makan, banyak tergantung pada dukungan internal, tekanan internasional dari Uni Eropa dan PBB, serta kebijakan dari otoritas penjara Israel."
Khader Adnan, yang bertemu kembali dengan keluarganya sebelum tengah malam pada Selasa 17 April lalu (setelah lebih dulu mengunjungi keluarga para tahanan di Arrabeh, yang tujuh di antara anggota keluarganya mengalami hukuman seumur hidup), kemudian berbicara kepada Al Jazeera seperti dilansir pada 21 April lalu.
Al Jazeera: Anda telah mengalami pengalaman yang paling sulit dalam hidup Anda dan telah dipisahkan selama berbulan-bulan dari keluarga Anda. Mengapa Anda mampir kepada keluarga tahanan lainnya sebelum mengunjungi keluarga sendiri, dan bagaimana rasanya bebas lagi?
Khader Adnan: Setiap hari kami hidup dalam Hari Tahanan dan simbolisme khususnya. Saya pergi untuk mengunjungi keluarga mereka yang dipenjara, sebelum melihat keluargaku sendiri, sebagai bentuk apresiasi atas dukungan mereka, selama aku dipenjarakan, dan karena derita mereka karena orang yang mereka cintai berada di balik jeruji penjajah Israel.
Kebebasan saya tidak lengkap, karena masih ada tahanan lain di belakang saya. Kami salut kepada semua tahanan; Lina Jarbouni [tahanan perempuan paling lama di penjara], Syekh Ahmad Haji [tahanan tertua yang melakukan aksi mogok makan], Abu Omar Shalalah, Jaafar Ezzedine, Hassan Safadi, dan tentu saja Thaer Halaleh dan Bilal Thiab.
Saya diterima oleh ibu dari Bilal Thiab di [desa dekat] Kufr Rai dan menyampaikan kepadanya pesan Thiab tentang ketahanan dan komitmennya untuk melakukan aksi mogok makan.
Setelah 66 hari untuk menolak makan, Anda menghabiskan 53 hari memulihkan diri. Apakah pengobatan di tangan petugas penjara Israel jadi membaik setelah Anda mengakhiri aksi mogok makan Anda?
Tidak, tidak sama sekali. Sampai hari terakhir di rumah sakit penjara, mereka melakukan berbagai cara untuk mempermalukan saya, seperti membuka pintu untuk mengintip saya setiap kali saya akan menggunakan kamar mandi atau shower.
Ketika saya menjalani aksi mogok makan, mereka sengaja makan dan minum di depanku. Mereka akan menghinaku, menyebut saya anjing. Suatu kali mereka mengatakan kepadaku bahwa mereka masih belum melakukan apa pun kepadaku. Perilaku mereka begitu tidak bermoral.
Mereka mencoba memprovokasi saya dengan berulang-ulang mengatakan, bahwa istriku tidak setia kepadaku, dan bahwa anak perempuanku bukan anak kandungku. Apa lagi yang bisa mereka lakukan? Mereka melarang media meliput kasusku, bukti bahwa mereka takut akan kebenaran.
Bahkan setelah aku mengakhiri aksi mogok makan, karena saya dipindahkan dari rumah sakit di Safad ke Ramleh, mereka melakukan pemindahan itu dengan cara tersembunyi sehingga tidak ada yang bisa melihatku.
Mereka menculik saya dan menyorongkan saya ke garasi dalam. Permohonan banding saya diadakan di kantin rumah sakit! Apakah Israel sebegitu takut menunjukkan wajahnya yang asli kepada dunia?
Bagaimana Anda berhasil menemukan ketahanan dan kekuatan dalam melanjutkan mogok makan Anda, terutama setelah tiga kali keluarga Anda mengunjungi Anda?
[Tertawa tergesa] Saya tidak tahu bagaimana saya melakukannya. Segala kekuatan berasal dari Allah, dan ketika saya mulai mogok makan saya, saya tahu bahwa saya akan sampai kepada kebebasan atau kematian ... kadang-kadang terasa seperti teka-teki!
Israel memberikan izin bagi keluarga saya untuk membesuk saya, bukan karena kebaikan hati mereka sendiri, tetapi karena mereka berpikir bahwa dengan melihat keluarga bakal cukup untuk menekan saya agar makan lagi. Padahal yang terjadi efek sebaliknya, dan saya menjadi lebih terinspirasi untuk menantang sipir penjara itu.
Saya telah menghabiskan banyak malam tanpa tidur, sebab rasa sakit yang saya alami. Namun, kebahagiaan keluarga saya, kebahagiaan warga kami, dan kebahagiaan orang-orang merdeka di seluruh dunia, membuat saya lupa bahwa saya sudah pernah mengalami rasa sakit di sepanjang aksi mogok makan saya.
Seribu enam ratus tahanan Palestina kini memasuki hari ketiga aksi mogok makan terbuka di penjara Israel menuntut kondisi hidup yang lebih baik, termasuk hak untuk kunjungan keluarga dan hak untuk menerima foto-foto keluarga. Apakah taktik ini berhasil menerjemahkan gerakan perlawanan populer yang berlangsung di luar tembok penjara di kalangan warga Palestina?
Pendirian saya akan selalu memihak bersama para tahanan, baik di samping mereka, di belakang mereka, atau di depan mereka. Dari Jalur Gaza ke Tepi Barat, hingga ke wilayah '48 dan pengasingan, seluruh warga Palestina setiap wajib bersatu.
Kita semua adalah anak-anak manusia dengan misi yang sama, dan satu kesatuan yang hidup di bawah pendudukan yang sama. Saya melihat begitu banyak dukungan dari keluarga kami di daerah Palestina 1948, dari para dokter dan perawat Palestina, dari warga Palestina di Haifa, dari siswi sekolah di Nazaret yang menulis sebuah surat pada saya ... Saya tidak akan pernah melupakan cinta mereka.
Aksi mogok makan massal adalah sinyal kepada semua orang tertindas dan menderita di mana pun mereka berada, tidak hanya Palestina. Ini adalah pesan untuk semua orang yang menderita ketidakadilan, di bawah telapak kaki penindasan. Metode ini akan berhasil, insya Allah, dan akan membuat tercapainya hak-hak para tahanan.
Saya berdoa kepada Tuhan untuk menggerakkan hati nurani insan-insan merdeka di seluruh dunia. Saya berterima kasih kepada mereka semua, terutama Irlandia, karena mereka mendukung aksi mogok makan saya. Saya telah meminta mereka agar terus berdiri dalam solidaritas bersama semua tahanan Palestina yang melakukan aksi mogok makan, baik di masa lalu, sekarang dan masa depan; solidaritas bersama rakyat kami yang disiksa dan tertindas, yang hidup di bawah ketidakadilan pendudukan siang dan malam.
Menyusul aksi tahanan Palestina untuk melanjutkan aksi mogok makan terpanjang dan bertahan hidup, bagaimana rasanya menjadi simbol bukan hanya untuk ketabahan warga Palestina, tetapi juga untuk perlawanan di antara orang-orang tertindas lainnya?
Selama hari-hariku di rumah sakit [Meir Ziv] di Safad, daerah Palestina terjajah, saya terkenang akan kekudusan dan kemuliaan tanah ini. Berdekatan dengan negara perlawanan seperti Lebanon dan Suriah, semua memberi saya tenaga lebih lanjut untuk menentang otoritas penjara Israel, yang tidak saya akui.
Saya merasa belum memberikan nilai penting apapun kepada misi perjuangan Palestina. Saya bekerja di toko roti dan menjual za'atar, dan akan terus melakukannya, untuk mengingatkan setiap orang Palestina, bahwa akar kehidupan mereka menancap kuat di negeri ini, di antara pohon-pohon zaitun dan za'atar tersebut. (aljazeera)