
Islamedia - Warga Palestina di Tepi Barat menerima fatwa Syaikh Dr. Yusuf Al-Qardhawi, ketua persatuan ulama dunia dengan segala senang hati. Pada saat yang sama, mereka mengecam ajakan Al-Habasyi dan yang lainya untuk mengunjungi Al-Quds dibawah ketentuan dan stempel perjalanan Israel. Mereka bahkan meminta Al-Habasy dan kawan-kawanya diperiksa atas tindak korupsi yang dilakukannya, walau sudah lama waktunya, selain atas aksinya mempermainkan agama.
Koresponden Pusat Informasi Palestina di Nablus terjajah melaporkan, dalam jejaring pendapat yang dilakukan Rabu (29/2) terungkap, sejumlah ide dari beberapa mahasiswa universitas nasional Al-Najah dan pandangan mereka atas ajakan mengunjungi Al-Aqsha dibawah otoritas penjajah Zionis.
Sementara itu, seorang mahasiswi Ayatul Mishri mengatakan, fatwa Al-Qordhowi yang harus dilaksanakan. Apa yang dilakukan Al-Qordhowi adalah penegasan atas fatwa-fatwa sebelumnya, tentang haramnya mengunjungi Al-Quds dibawah otoritas Israel. Mengunjungi Al-Quds harus dilakukan setelah membebaskanya dari penjajahan Israel. Yang dilakukan saat ini adalah mengumumkan wajibnya jihad membebaskan Al-Quds, bukan mengunjunginya sebab israel telah menodainya.
Mishri menganggap pernyataan Al-Habasy telah mempermainkan agama, tidak pada tempatnya. Ingatlah perjanjian Hudibiyah yang dilakukan Rasulallah SAW, mengajarkan pada kita bagaimana seharusnya bertindak. Perjanjian itu dibuat demi kepentingan kaum muslimin dan tumbangnya kekuasaan kafir. Adapun ajakan Abbas dan Al-Habasy merupakan aib dan jelas yang diuntungkan adalah Israel, sejak zaman dulu hingga sekarang.
Adapun Sahalah Mahmud, seorang mahasiswa lainya meyakini bahwa kunjungan bangsa Arab dan kaum muslimin ke Al-Quds secara tidak langsung mendorong normalisasi dengan Zionis dan melonggarkan tekananya pada Israel. Seolah bahwa Israel adalah suatu negara yang toleran terhadap agama-agama lain dan bahwa kota Al-Quds harus berada dalam satu otoritasnya yaitu Israel.
Tentu Israel tidak sebodoh itu. Ia paham siapa yang boleh masuk dan yang tidak boleh masuk ke Al-Quds. Abbas sendiri perlu izin dari Israel untuk masuk ke Al-Quds. Ajakan Abbas telah melecehkan kaum muslimin, masuk dalam perangkap perundinganya dengan Israel.
Bantu Ekonomi Zionis
Selain itu, Basil Abu Nasher mengatakan, kunjungan bangsa Arab dan Islam ke Al_Quds secara langsung akan membantu perekonomian Zionis. Setiap yang mengunjungi Al-Quds sebagai respon dari ajakan Abbas ini dengan menghadap ke kedutaan Zionis untuk mendapat visa maka tentu ada bayaranya. Ini adalah bentuk normalisasi. Ia menegaskan, kunjungan kaum muslimin ke Al-Quds adalah kunjungan penaklukan atau pembebasan, bukan melalui pemeriksaan yang menghinakan oleh tentara Zionis. Siapapun yang mengunjungi Al-Quds harus dengan kepala tengadah dengan membawa panji Islam. Barang siapa yang masuk Al-Quds dengan kepala tertunduk, diperiksa dengan cara-cara hina di semua perlintasan sebelum ia memasuki Al-Quds, maka ia telah menghinakan Islam dan kaum muslimin. Sejarah tidak akan memaafkan itu semua.
Kobarkan jihad bebaskan Al-Quds daripada kita tertunduk dan patuh dibawah kendali Zionis saat memasukinya. [infopalestina/asy]
Koresponden Pusat Informasi Palestina di Nablus terjajah melaporkan, dalam jejaring pendapat yang dilakukan Rabu (29/2) terungkap, sejumlah ide dari beberapa mahasiswa universitas nasional Al-Najah dan pandangan mereka atas ajakan mengunjungi Al-Aqsha dibawah otoritas penjajah Zionis.
Sementara itu, seorang mahasiswi Ayatul Mishri mengatakan, fatwa Al-Qordhowi yang harus dilaksanakan. Apa yang dilakukan Al-Qordhowi adalah penegasan atas fatwa-fatwa sebelumnya, tentang haramnya mengunjungi Al-Quds dibawah otoritas Israel. Mengunjungi Al-Quds harus dilakukan setelah membebaskanya dari penjajahan Israel. Yang dilakukan saat ini adalah mengumumkan wajibnya jihad membebaskan Al-Quds, bukan mengunjunginya sebab israel telah menodainya.
Mishri menganggap pernyataan Al-Habasy telah mempermainkan agama, tidak pada tempatnya. Ingatlah perjanjian Hudibiyah yang dilakukan Rasulallah SAW, mengajarkan pada kita bagaimana seharusnya bertindak. Perjanjian itu dibuat demi kepentingan kaum muslimin dan tumbangnya kekuasaan kafir. Adapun ajakan Abbas dan Al-Habasy merupakan aib dan jelas yang diuntungkan adalah Israel, sejak zaman dulu hingga sekarang.
Adapun Sahalah Mahmud, seorang mahasiswa lainya meyakini bahwa kunjungan bangsa Arab dan kaum muslimin ke Al-Quds secara tidak langsung mendorong normalisasi dengan Zionis dan melonggarkan tekananya pada Israel. Seolah bahwa Israel adalah suatu negara yang toleran terhadap agama-agama lain dan bahwa kota Al-Quds harus berada dalam satu otoritasnya yaitu Israel.
Tentu Israel tidak sebodoh itu. Ia paham siapa yang boleh masuk dan yang tidak boleh masuk ke Al-Quds. Abbas sendiri perlu izin dari Israel untuk masuk ke Al-Quds. Ajakan Abbas telah melecehkan kaum muslimin, masuk dalam perangkap perundinganya dengan Israel.
Bantu Ekonomi Zionis
Selain itu, Basil Abu Nasher mengatakan, kunjungan bangsa Arab dan Islam ke Al_Quds secara langsung akan membantu perekonomian Zionis. Setiap yang mengunjungi Al-Quds sebagai respon dari ajakan Abbas ini dengan menghadap ke kedutaan Zionis untuk mendapat visa maka tentu ada bayaranya. Ini adalah bentuk normalisasi. Ia menegaskan, kunjungan kaum muslimin ke Al-Quds adalah kunjungan penaklukan atau pembebasan, bukan melalui pemeriksaan yang menghinakan oleh tentara Zionis. Siapapun yang mengunjungi Al-Quds harus dengan kepala tengadah dengan membawa panji Islam. Barang siapa yang masuk Al-Quds dengan kepala tertunduk, diperiksa dengan cara-cara hina di semua perlintasan sebelum ia memasuki Al-Quds, maka ia telah menghinakan Islam dan kaum muslimin. Sejarah tidak akan memaafkan itu semua.
Kobarkan jihad bebaskan Al-Quds daripada kita tertunduk dan patuh dibawah kendali Zionis saat memasukinya. [infopalestina/asy]