Islam edia - Dibalik terali besi Mantan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Antasari Azhar terus berikhtiar memperjuangkan hak u...
Islamedia - Dibalik terali besi Mantan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK)
Antasari Azhar terus berikhtiar memperjuangkan hak untuk mendapatkan
keadilan pada dirinya. Sebuah buku berjudul "Testimoni Antasari Azhar,
untuk Hukum dan Keadilan" lahir. Buku ini menjadi sebuah catatan
pemikiran Antasari, sekaligus pledoi atas kasus pembunuhan Nasruddin
Zukarnaen yang misterius dan membelenggu kebebasannya hingga saat ini.
Lubang Jebakan, Kasus IT KPU
Dibulan
April 2009 lalu Antasari memiliki keinginan untuk memeriksa perhitungan
suara dalam pemilu 2009. Antasari kemudian meraba dan menjumpai dugaan
kejanggalan soal Teknologi informasi (IT) dengan sistem ICR yang dipakai
KPU untuk merekap suara yang masuk.
Penggunaan teknologi ICR
pada pemilu 2009 menelan anggaran Rp 170 miliar. ICT diklaim dapat
mempercepat proses penghitungan suara, memperoleh tabulasi yang akurat,
mendapatkan salinan dokumen elektronik yang otentik dan aman, serta
membuat pemilu lebih transparan. Dengan sistem itu hasil rekap perolehan
suara yang dibuat dengan tulisan tangan bisa dikonversi menjadi data
digital, untuk selanjutnya dapat dikirim ke pusat tabulasi KPU.
Tak
ada yang sempurna. 'Berhitung' menggunakan ICR juga memiliki kelemahan.
Yaitu dalam hal mengkonversi perolehan suara dari tulisan tangan
menjadi data digital. Misalnya, angka 7 dalam gambar dapat saja dikenali
sebagai angka 1, angka 6 bisa saja bias menjadi 0.
Pada
kenyataannya akhirnya memang bermasalah. Perhitungan suara di KPU ngadat
alis molor, hingga tenggang waktu 10 hari telah terlampaui. KPU bahkan
memutuskan untuk menghitung suara secara manual padahal alat 'canggih'
sudah terlanjur terbeli. Penghitungan secara manual tentu saja harus
memakai dana tambahan. "Tanyakan mengapa ?" kata Antasari.
Belum
selesai mengurai jawaban pertanyaannya tersebut Antasari sudah terlanjur
dibelenggu karena tuduhan terlibat pembunuhan Nasruddin Zulkanaen,
Direktur PT Putra Rajawali Banjaran (PRB). Kasus yang ditanganinya
berhasil 'dikubur', gaungnya juga tidak terdengar. DPR lebih suka bicara
risiko ketidakpastian Daftar Pemilih Tetap (DPT).
Sidang PK
22
September lalu, sidang Peninjauan Kembali (PK) akhirnya berhasil
diupayakan oleh pihak Antasari setelah sejumlah kejanggalan pembunuhan
Nasrudin Zulkarnaen dikumpulkan jadi satu.
Empat saksi dihadirkan
berurutan, yaitu, tiga saksi ahli, Mun’im Idris (ahli forensik), Widodo
(ahli balistik), dan ahli hukum pidana Muzakir. Adik Nasrudin, Andi
Syamsudin Iskandar dihadirkan pula sebagai saksi fakta.
Antasari
terus mempertanyakan jumlah peluru yang menewaskan Nasrudin Zulkarnaen.
Selain itu ada beberapa hal lain yang menimbulkan tanda tanya, seperti,
kondisi jenasah korban sebelum dilakukan autopsi oleh ahli forensik dr
Mun'im Idris, karena menurut Mun'im sebelum diterima dirinya rambut
jenasah sudah dicukur, luka-luka sudah dijahit, sehingga menjadi tak
asli.
Bila ditarik benang merah kemudian menimbulkan pertanyaan
baru. Mengapa usai tertembak, korban kemudian dibawa ke tiga rumah sakit
berbeda, yaitu Rumah Sakit Mayapada (Tangerang), kemudian ke Rumah
Sakit Gatot Subroto (Jakarta), dan Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo
(Jakarta).
Nasrudin diketahui masih hidup selama 22 jam setelah
ditembak di Jl Hartono Raya, Modernland, Tangerang. Yang menjadi misteri
adalah, apa yang dialami Nasruddin selama di rawat di rumah sakit
sebelum dinyatakan meninggal dunia.
Tanda tanya lainnya adalah,
baju yang dipakai Nasrudin ketika ditembak tidak pernah bisa dihadirkan
ke persidangan. Lenyapnya baju korban dianggap sebagai pemutus mata
rantai fakta di persidangan.
Fakta Baru
Fakta baru yang muncul dalam persidangan PK kemarin mengejutkan banyak pihak, terutama Antasari.
Diawal
sidang pihak Antasari berhasil, kembali mendatangkan ahli forensik,
Mun’im Idris untuk bersaksi. Sejumlah foto korban (Nasruddin-red)
ditunjukkan. Mun’im kemudian mengakui adanya kesalahan penulisan dalam
keterangan hasil visum terhadap jenazah Nasaruddin Zulkarnain.
1.
Luka tembak yang dijelaskan berada di sisi kanan langsung mendapat
ralat oleh Mun'im. Ia mengatakan, "Kesalahan ketik, itu seharusnya yang
kanan diganti kiri."
Setelah dicecar oleh banyak pertanyaan,
Mun'im kemudian mengatakan, ada penyidik yang bertanya dan meminta pada
dirinya untuk mengubah laporan ukuran peluru 9 milimeter yang menembus
kepala korban. Mun'im mengaku menolak.
2. Kejanggalan kembali
menyeruak setelah Ahli Balistik Widodo Harjoparwito berbicara pula
sebagai saksi. Widodo menilai laporan kematian Nasruddin janggal. Ia
menuturkan, kejanggalan terlihat dari dua kondisi peluru yang ditemukan
paska penembakan. Satu masih utuh dan satu lagi tergores. Peluru yang
masih utuh berarti ditembakkan dengan tidak mengenai benda keras lain
sebelumnya. Hal ini berarti Nasrudin tewas ditembak tanpa melewati
penghalang dari kaca mobil.
Ganjil, karena dalam bukti foto
terdapat dua lobang bekas tembakan pada kaca mobil, bila memang dua
tembakan tersebut sebelumnya mengenai kaca, seharusnya tidak ada
proyektil yang masih utuh. “Karena kalau mengenai hambatan, proyektil
akan retak dan ketika membentur tulang pastilah pecah,” kata ahli
balistik ini.
3. Andi Syamsudin, adik Nasruddin ikut mengeluarkan
suaranya. Ia mengungkapkan pernah didatangi oleh tiga orang komisaris
polisi setelah otopsi jenazah kakaknya di RSPAD Gatot Subroto. Ketiganya
langsung menuturkan bahwa pembunuhan tersebut didasarkan oleh cinta
segitiga (Antasari-Rani-Nasruddin--red).
Kesimpulan tersebut dirasa 'terlalu pagi' diucapkan, karena penyelidikan belum dilakukan tapi bisa langsung menyimpulkan.
Ia
juga mengaku pernah ditemui dua orang yang mengaku teman kakaknya yang
siap membantu untuk mengungkapkan siapa dalang pembunuhannya. Kedua
orang itu mengaku bernama Elsa dan Jeffry Sumampau. Kedua orang tersebut
mengatakan Nasruddin pernah mendapat ancaman melalu SMS. Andi lalu
minta di forward-kan SMS tersebut, tapi hingga sekarang tidak pernah
terlaksana.
dikutip dari berbagai sumber*
Kronologi Kasus :
NO | TANGGAL | PERISTIWA |
1 | 14 Maret 2009 | Direktur PT Rajawali Putra Banjaran Nasrudin Zulkarnaen Iskandar ditembak dua pengendara motor, sepulang dari bermain golf di Lapangan Golf Modernland, Tangerang. Nasrudin tewas keesokan harinya. |
2 | 30 April 2009 | Antasari menyangkal terlibat kasus pembunuhan Nasrudin. |
3 | 1 Mei 2009 | Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Antasari Azhar resmi dicekal. Antasari menjadi tersangka kasus penembakan Nasrudin dan dinonaktifkan dari jabatannya. |
4 | 3 Juni 2009 | Antasari Azhar kembali diperiksa. Pemeriksaan di Gedung Kriminal Umum Markas Kepolisian Daerah Metro Jaya, masih seputar pendalaman hubungan Antasari dengan tersangka lain. |
5 | 4 Agustus 2009 | Polisi melakukan rekonstruksi pertemuan antara Antasari, Sigid, dan Wiliardi di rumah Sigid, di Jalan Pati Unus 35, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan. |
6 | 7 Agustus 2009 | Antasari dan Rani Juliani melakukan rekonstruksi dugaan pembunuhan Nasrudin yang digelar Kepolisian Polda Metro Jaya di Hotel Grand Mahakam. |
7 | 24 Agustus 2009 | Berkas perkara Antasari dinyatakan lengkap alias P21 oleh Kejaksaan. |
8 | 8 Oktober 2009 | Sidang perdana kasus pembunuhan Nasrudin Zulkarnaen dengan terdakwa Antasari Azhar, termasuk tiga terdakwa lainnya. |
9 | 11 Oktober 2009 | Antasari Azhar resmi diberhentikan dari jabatannya sebagai ketua KPK |
10 | 10 Nov 2009 | Mantan Kapolres Jaksel Kombes Wiliardi Wizar mengaku BAP dirinya dikondisikan. Keterangan dalam BAP itu disamakan dengan keterangan BAP tersangka lain Sigit Haryo Wibisono dengan sasaran menjerat Antasari Azhar pada sidang perkara pembunuhan berencana terhadap Direktur PT Putra Rajawali Banjaran Nasrudin Zulkarnaen. |
11 | 7 Desember 2010 | Mantan Kabareskrim, Jenderal Susno Duadji bersaksi dalam sidang Antasari Azhar di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. |
12 | 19 Januari 2010 | Tim Jaksa Penuntut Umum (JPU) yang dipimpin Cyrus Sinaga menuntut Antasari Azhar dengan hukuman mati karena dianggap sebagai otak dari pembunuhan berencana Nasruddin Zulkarnaen. Dua terdakwa lainnya, Sigit dan Wiliardi juga dituntut hukuman mati. Sedangkan Jerry Hermawan Lo dituntut 15 tahun penjara. |
13 | 11 Februari 2010 | Vonis untuk Antasari, Sigit, Wiliardi, dan Jerry Hermawan Lo di PN Jaksel. Antasari Azhar divonis hukuman penjara 18 tahun. |
14 | 15 September 2011 | Peluncuran buku berjudul, 'Testimoni Antasari Azhar.' |
15 | 22 September 2011 | Sidang PK Antasari Azhar |
Tiko Septianto
Di kutip dari Harian Umum Suara Merdeka