Islam edia - Tindakan Rasulullah mengirim utusan-utusan itu memang luar biasa menakjubkan. Betapa tidak, belum sampai 30 tahun sesudah itu...
Islamedia - Tindakan Rasulullah mengirim utusan-utusan itu memang luar biasa menakjubkan. Betapa tidak, belum sampai 30 tahun sesudah itu, daerah-daerah yang dikirim surat oleh Rasulullah telah dimasuki kaum Muslimin dan sebagian besar mereka telah beragama Islam.
Setelah gencatan senjata dengan pihak Quraiys yang termanifestasikan dalam Perjanjian Hudaibiyah, kini kaum Yahudi mulai meningkatkan permusuhan mereka terhadap umat Islam. Di kalangan mereka juga terdapat orang cerdik pandai lebih banyak daripada di kalangan Quraisy.
Memang tidak mudah mengadakan perjanjian perdamaian dengan orang-orang Yahudi, sebagaimana perdamaian di Hudaibiyah dengan pihak Quraiys. Kaum Yahudi akan mengadakan serangan bila saja mereka mendapatkan bala bantuan dari pihak Heraklius.
Oleh sebab itu, orang-orang Yahudi harus juga ditumpas sampai habis, sehingga mereka tidak akan bisa lagi mengadakan perlawanan di negeri-negeri Arab. Dan hal ini harus segera dilaksanakan, sebelum ada waktu yang cukup luang bagi mereka untuk meminta bantuan pihak Ghatafan atau kabilah-kabilah lain untuk menyerang kaum Muslimin.
Setelah lima belas sepulang dari Hudaibiyah—sumber lain menyatakan satu bulan—Rasulullah SAW memerintahkan kaum Muslimin untuk bersiap-siap menyerbu Khaibar. Dengan syarat, hanya mereka yang ikut ke Hudaibiyah saja yang boleh menyerbu, juga harus sukarela tanpa ada rampasan perang yang akan dibagikan.
Sebanyak 1.600 orang dengan 100 kavaleri, kaum Muslimin berangkat lagi. Mereka semua percaya akan adanya pertolongan Allah. Mereka masih ingat akan firman Allah dalam surah Al-Fath yang turun semasa Hudaibiyah. "Orang-orang yang tertinggal itu akan berkata apabila kamu berangkat untuk mengambil barang rampasan: "Biarkanlah kami, niscaya kami mengikuti kamu"; mereka hendak merubah janji Allah. Katakanlah: "Kamu sekali-kali tidak (boleh) mengikuti kami; demikian Allah telah menetapkan sebelumnya"; mereka akan mengatakan: "Sebenarnya kamu dengki kepada kami." Bahkan mereka tidak mengerti melainkan sedikit sekali." (QS Al-Fath: 15)
Jarak antara Khaibar dengan Madinah itu mereka tempuh dalam waktu tiga hari. Tanpa terasa, ternyata malamnya mereka telah berada di depan perbentengan Khaibar. Keesokan harinya ketika warga Khaibar berangkat kerja ke ladang-ladang dengan segala peralatan, mereka berlarian sambil berteriak-teriak, "Muhammad dengan pasukannya!"
Ketika mendengar suara mereka itu, Rasulullah berkata, "Khaibar binasa. Apabila kami sampai di halaman golongan ini, maka pagi itu amat buruk buat mereka yang telah diberi peringatan itu."
Akan tetapi Yahudi Khaibar memang sudah menanti-nantikan serangan Rasulullah. Namun kenyataannya peperangan ini merupakan perang terbesar yang pernah terjadi, mengingat kelompok-kelompok Yahudi di Khaibar merupakan koloni Bani Israil yang terkuat, terkaya dan terbesar pula persenjataannya.
Disamping itu pihak Muslimin pun sudah yakin sekali, bahwa selama Yahudi tetap menjadi duri dalam daging seluruh jazirah, maka selama itu pula persaingan antara agama Musa dengan agama baru ini akan jadi panjang tanpa penyelesaian. Dengan demikian mereka terjun menyabung nyawa tanpa ragu-ragu lagi.
Sebaliknya, pihak Quraisy dan seluruh jazirah Arab berbaris menonton peperangan ini. Bahkan kalangan Quraisy sampai ada yang berani bertaruh mengenai kesudahan perang itu, dan siapa pula yang akan menang. Kebanyakan Quraisy mengharapkan pihak Muslimin akan hancur, melihat kokohnya benteng-benteng Khaibar yang sudah terkenal, serta letaknya di atas batu-batu karang dan gunung. Disamping itu, orang-orang Yahudi ini memiliki pengalaman cukup lama di medan tempur.
Dengan persiapan senjata yang cukup, kaum Muslimin kini sudah berada di depan perbentengan Khaibar. Yahudi juga sedang berunding dengan sesama mereka. Pemimpin mereka, Sallam bin Misykam menyarankan agar harta-benda dan sanak keluarga mereka dimasukkan ke dalam benteng Watih dan Sulalim, bahan makanan dan perlengkapan dimasukkan ke dalam benteng Na'im, prajurit dan barisan penggempur dimasukkan ke dalam benteng Natat. Dan Sallam bin Misykam sendiri bersama-sama mereka, mengarahkan mereka dalam peperangan.
Sekarang kedua belah pihak sudah berhadap-hadapan di sekitar benteng Natat dan pertempuran mati-matian pun dimulai. Dalam hal ini sampai ada yang berkata, "Yang luka-luka dari pihak Muslimin sebanyak 50 orang. Apalagi jumlah yang luka-luka dari pihak Yahudi."
Setelah Sallam bin Misykam tewas, maka pimpinan pasukan dipegang oleh Harits bin Abi Zainab. Ia keluar dari benteng Na'im dengan maksud hendak menggempur pasukan Muslimin, tetapi dapat dihalau dan dipaksa kembali mundur ke bentengnya oleh golongan Khazraj. Pihak Muslimin lalu memperketat kepungannya atas benteng-benteng Khaibar, sedang pihak Yahudi mati-matian mempertahankan dengan keyakinan, bahwa kekalahan mereka menghadapi Muhammad SAW berarti suatu penumpasan terakhir terhadap Bani Israil di negeri-negeri Arab.
Pertempuran berlangsung selama beberapa hari. Kemudian Rasulullah menyerahkan panji perang kepada Abu Bakar supaya memasuki benteng Na'im. Tetapi setelah terjadi pertempuran, ia kembali tanpa berhasil menaklukkan benteng itu. Keesokan harinya, pagi-pagi Rasulullah menugaskan Umar bin Al-Khathab. Namun dia pun mengalami nasib yang sama seperti Abu Bakar.
Kini Rasulullah menugaskan Ali b Abi Thalib, seraya berpesan, "Pegang bendera ini dan bawa terus sampai Allah memberikan kemenangan kepadamu!"
Ali berangkat membawa bendera itu. Setelah ia berada dekat benteng, penghuni benteng itu keluar menghadapinya dan seketika itu juga pertempuran pun terjadi. Salah seorang Yahudi dapat memukulnya dan perisai yang di tangan Ali terlempar. Tetapi Ali segera menyambar daun pintu yang ada di benteng dan menjadikannya perisai dan terus bertempur.
Benteng itu akhirnya dapat didobraknya. Kemudian daun pintu tadi dijadikan "jembatan" oleh Ali dan dengan jembatan ini kaum Muslimin dapat menyeberang masuk ke dalam benteng. Akan tetapi benteng Na'im baru jatuh setelah komandannya, Harits bin Abi Zainab terbunuh. Hal ini menunjukkan betapa sebenarnya pihak Yahudi itu mati-matian bertempur dan betapa pula pihak Muslimin juga mati-matian mengepung dan menyerbu.
Setelah benteng Na'im jatuh, kini pihak Muslimin menaklukkan benteng Qamush setelah lebih dulu terjadi pertempuran sengit. Oleh karena persediaan bahan makanan pasukan Muslimin tidak mencukupi lagi, terpaksa ada beberapa orang yang datang kepada Rasulullah mengeluh, dan meminta sesuatu untuk sekedar menyambung hidup. Oleh karena tidak ada sesuatu yang dapat diberikan kepada mereka itu, Rasulullah mengizinkan mereka makan daging kuda. Pada saat itu, salah seorang dari pihak Muslimin melihat ada sekawanan kambing memasuki salah satu benteng Yahudi. Dua ekor kambing diantaranya dapat mereka tangkap, lalu mereka sembelih dan mereka makan bersama-sama.
Namun setelah pasukan Muslimin menaklukkan benteng Sha'b bin Mu'adz, kebutuhan mereka kini tidak begitu mendesak lagi. Sebab di tempat ini persediaan makanan cukup banyak, yang memungkinkan mereka meneruskan kembali perjuangan melawan Yahudi dan mengepung benteng-benteng yang ada lainnya.
Sementara itu, tidak sejengkal tanah atau sebuah benteng pun yang hendak diserahkan Yahudi kepada pihak Muslimin sebelum mereka benar-benar mempertahankannya. Oleh sebab itu, orang-orang Yahudi itu dengan segala tenaga berusaha membendung serangan kaum Muslimin.
Sumber : Sejarah Hidup Muhammad oleh Muhammad Husain Haekal/Republika
Setelah gencatan senjata dengan pihak Quraiys yang termanifestasikan dalam Perjanjian Hudaibiyah, kini kaum Yahudi mulai meningkatkan permusuhan mereka terhadap umat Islam. Di kalangan mereka juga terdapat orang cerdik pandai lebih banyak daripada di kalangan Quraisy.
Memang tidak mudah mengadakan perjanjian perdamaian dengan orang-orang Yahudi, sebagaimana perdamaian di Hudaibiyah dengan pihak Quraiys. Kaum Yahudi akan mengadakan serangan bila saja mereka mendapatkan bala bantuan dari pihak Heraklius.
Oleh sebab itu, orang-orang Yahudi harus juga ditumpas sampai habis, sehingga mereka tidak akan bisa lagi mengadakan perlawanan di negeri-negeri Arab. Dan hal ini harus segera dilaksanakan, sebelum ada waktu yang cukup luang bagi mereka untuk meminta bantuan pihak Ghatafan atau kabilah-kabilah lain untuk menyerang kaum Muslimin.
Setelah lima belas sepulang dari Hudaibiyah—sumber lain menyatakan satu bulan—Rasulullah SAW memerintahkan kaum Muslimin untuk bersiap-siap menyerbu Khaibar. Dengan syarat, hanya mereka yang ikut ke Hudaibiyah saja yang boleh menyerbu, juga harus sukarela tanpa ada rampasan perang yang akan dibagikan.
Sebanyak 1.600 orang dengan 100 kavaleri, kaum Muslimin berangkat lagi. Mereka semua percaya akan adanya pertolongan Allah. Mereka masih ingat akan firman Allah dalam surah Al-Fath yang turun semasa Hudaibiyah. "Orang-orang yang tertinggal itu akan berkata apabila kamu berangkat untuk mengambil barang rampasan: "Biarkanlah kami, niscaya kami mengikuti kamu"; mereka hendak merubah janji Allah. Katakanlah: "Kamu sekali-kali tidak (boleh) mengikuti kami; demikian Allah telah menetapkan sebelumnya"; mereka akan mengatakan: "Sebenarnya kamu dengki kepada kami." Bahkan mereka tidak mengerti melainkan sedikit sekali." (QS Al-Fath: 15)
Jarak antara Khaibar dengan Madinah itu mereka tempuh dalam waktu tiga hari. Tanpa terasa, ternyata malamnya mereka telah berada di depan perbentengan Khaibar. Keesokan harinya ketika warga Khaibar berangkat kerja ke ladang-ladang dengan segala peralatan, mereka berlarian sambil berteriak-teriak, "Muhammad dengan pasukannya!"
Ketika mendengar suara mereka itu, Rasulullah berkata, "Khaibar binasa. Apabila kami sampai di halaman golongan ini, maka pagi itu amat buruk buat mereka yang telah diberi peringatan itu."
Akan tetapi Yahudi Khaibar memang sudah menanti-nantikan serangan Rasulullah. Namun kenyataannya peperangan ini merupakan perang terbesar yang pernah terjadi, mengingat kelompok-kelompok Yahudi di Khaibar merupakan koloni Bani Israil yang terkuat, terkaya dan terbesar pula persenjataannya.
Disamping itu pihak Muslimin pun sudah yakin sekali, bahwa selama Yahudi tetap menjadi duri dalam daging seluruh jazirah, maka selama itu pula persaingan antara agama Musa dengan agama baru ini akan jadi panjang tanpa penyelesaian. Dengan demikian mereka terjun menyabung nyawa tanpa ragu-ragu lagi.
Sebaliknya, pihak Quraisy dan seluruh jazirah Arab berbaris menonton peperangan ini. Bahkan kalangan Quraisy sampai ada yang berani bertaruh mengenai kesudahan perang itu, dan siapa pula yang akan menang. Kebanyakan Quraisy mengharapkan pihak Muslimin akan hancur, melihat kokohnya benteng-benteng Khaibar yang sudah terkenal, serta letaknya di atas batu-batu karang dan gunung. Disamping itu, orang-orang Yahudi ini memiliki pengalaman cukup lama di medan tempur.
Dengan persiapan senjata yang cukup, kaum Muslimin kini sudah berada di depan perbentengan Khaibar. Yahudi juga sedang berunding dengan sesama mereka. Pemimpin mereka, Sallam bin Misykam menyarankan agar harta-benda dan sanak keluarga mereka dimasukkan ke dalam benteng Watih dan Sulalim, bahan makanan dan perlengkapan dimasukkan ke dalam benteng Na'im, prajurit dan barisan penggempur dimasukkan ke dalam benteng Natat. Dan Sallam bin Misykam sendiri bersama-sama mereka, mengarahkan mereka dalam peperangan.
Sekarang kedua belah pihak sudah berhadap-hadapan di sekitar benteng Natat dan pertempuran mati-matian pun dimulai. Dalam hal ini sampai ada yang berkata, "Yang luka-luka dari pihak Muslimin sebanyak 50 orang. Apalagi jumlah yang luka-luka dari pihak Yahudi."
Setelah Sallam bin Misykam tewas, maka pimpinan pasukan dipegang oleh Harits bin Abi Zainab. Ia keluar dari benteng Na'im dengan maksud hendak menggempur pasukan Muslimin, tetapi dapat dihalau dan dipaksa kembali mundur ke bentengnya oleh golongan Khazraj. Pihak Muslimin lalu memperketat kepungannya atas benteng-benteng Khaibar, sedang pihak Yahudi mati-matian mempertahankan dengan keyakinan, bahwa kekalahan mereka menghadapi Muhammad SAW berarti suatu penumpasan terakhir terhadap Bani Israil di negeri-negeri Arab.
Pertempuran berlangsung selama beberapa hari. Kemudian Rasulullah menyerahkan panji perang kepada Abu Bakar supaya memasuki benteng Na'im. Tetapi setelah terjadi pertempuran, ia kembali tanpa berhasil menaklukkan benteng itu. Keesokan harinya, pagi-pagi Rasulullah menugaskan Umar bin Al-Khathab. Namun dia pun mengalami nasib yang sama seperti Abu Bakar.
Kini Rasulullah menugaskan Ali b Abi Thalib, seraya berpesan, "Pegang bendera ini dan bawa terus sampai Allah memberikan kemenangan kepadamu!"
Ali berangkat membawa bendera itu. Setelah ia berada dekat benteng, penghuni benteng itu keluar menghadapinya dan seketika itu juga pertempuran pun terjadi. Salah seorang Yahudi dapat memukulnya dan perisai yang di tangan Ali terlempar. Tetapi Ali segera menyambar daun pintu yang ada di benteng dan menjadikannya perisai dan terus bertempur.
Benteng itu akhirnya dapat didobraknya. Kemudian daun pintu tadi dijadikan "jembatan" oleh Ali dan dengan jembatan ini kaum Muslimin dapat menyeberang masuk ke dalam benteng. Akan tetapi benteng Na'im baru jatuh setelah komandannya, Harits bin Abi Zainab terbunuh. Hal ini menunjukkan betapa sebenarnya pihak Yahudi itu mati-matian bertempur dan betapa pula pihak Muslimin juga mati-matian mengepung dan menyerbu.
Setelah benteng Na'im jatuh, kini pihak Muslimin menaklukkan benteng Qamush setelah lebih dulu terjadi pertempuran sengit. Oleh karena persediaan bahan makanan pasukan Muslimin tidak mencukupi lagi, terpaksa ada beberapa orang yang datang kepada Rasulullah mengeluh, dan meminta sesuatu untuk sekedar menyambung hidup. Oleh karena tidak ada sesuatu yang dapat diberikan kepada mereka itu, Rasulullah mengizinkan mereka makan daging kuda. Pada saat itu, salah seorang dari pihak Muslimin melihat ada sekawanan kambing memasuki salah satu benteng Yahudi. Dua ekor kambing diantaranya dapat mereka tangkap, lalu mereka sembelih dan mereka makan bersama-sama.
Namun setelah pasukan Muslimin menaklukkan benteng Sha'b bin Mu'adz, kebutuhan mereka kini tidak begitu mendesak lagi. Sebab di tempat ini persediaan makanan cukup banyak, yang memungkinkan mereka meneruskan kembali perjuangan melawan Yahudi dan mengepung benteng-benteng yang ada lainnya.
Sementara itu, tidak sejengkal tanah atau sebuah benteng pun yang hendak diserahkan Yahudi kepada pihak Muslimin sebelum mereka benar-benar mempertahankannya. Oleh sebab itu, orang-orang Yahudi itu dengan segala tenaga berusaha membendung serangan kaum Muslimin.
Sumber : Sejarah Hidup Muhammad oleh Muhammad Husain Haekal/Republika