Islamedia - Beberapa hari yang lalu saya menyaksikan orang mengutip hadist yang berbunyi " Alloh itu indah dan menyukai keindahan " dikaitkan dengan pembangunan patung- patung ,,,
bagaimana tanggapan ustadz mengenai hal tersebut. (dari @arezaejo)
Jawaban:
Wa ‘Alaikum Salam wa Rahmatullah wa Barakatuh
Bismillah wal hamdulillah wash shalatu was salamu ‘ala rasulillah wa ‘ala aalihi wa ashhabihi wa man waalah, wa ba’d.
Akhi fillah .........
Hadits tersebut adalah yang bersifat umum (muthlaq), bahwa suatu yang indah-indah, serasi, rapi, bersih, enak dilihat, adalah hal yang dicintai Allah Ta’ala, karena Allah Ta’ala juga indah.
Dari Abdullah bin Mas’ud Radhiallahu ‘Anhu, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:
إِنَّ اللَّهَ جَمِيلٌ يُحِبُّ الْجَمَالَ
Sesungguhnya Allah itu indah, Dia menyukai yang indah-indah. (HR. Muslim No. 91)
Namun, hadits yang muthlaq seperti ini tidaklah dipahami demikian, melainkan mesti di kaitkan dengan hadits lain yang lebih khusus jika memang ada riwayat yang mengkhususkannya. Istilahnya: hamlul muthlaq ilal muqayyad – membawa dalil yang masih umum kepada dalil yang mengkhususkannya. Agar semua dalil di tempatkan pada tempatnya secara pas.
Oleh karenanya, walaupun indah; selingkuh (atau istilah lainnya yang semakna) tetaplah haram karena memang ada dalil khusus (muqayyad) yang melarangnya yakni firmanNya: wa laa taqrabuz zina – dan janganlah kalian mendekati zina. (QS. Al Isra (16): 32)
Walaupun wanita menjadi indah dan cantik; namun melalui operasi pelastik, mengkikir gigi, mencabut bulu mata, dan menyambung rambutnya, semua ini tetaplah haram karena ada dalil khusus yang melarangnya, yakni beberapa hadits berikut:
Dari Abu Hurairah Radhiallahu ‘Anu, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:
لعن الله الواصلة والمستوصلة، والواشمة والمستوشمة
“Allah melaknat wanita penyambung rambut dan yang disambung rambutnya, wanita pembuat tato dan yang bertato.” (HR. Bukhari No. 5932)
Dari Aisyah Radhiallahu ‘Anha, katanya:
أن جارية من الأنصار تزوجت، وأنها مرضت فتمعط شعرها، فأرادوا أن يصلوها، فسألوا النبي صلى الله عليه وسلم فقال: (لعن الله الواصلة والمستوصلة).
“Seorang wanita Anshar hendak menikah, dia dalam keadaan sakit dan rambutnya rontok, mereka hendak menyambungkan rambutnya (seperti wig, konde, dan sanggul), lalu mereka bertanya kepada Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, Beliau menjawab: “Allah melaknat wanita penyambung rambut dan yang disambung rambutnya.” (HR. Bukhari No. 5934, Muslim No. 2123, Ibnu Hibban 5514)
Dari Asma’ Radhiallahu ‘Anha dia berkata:
سألت امرأة النبي صلى الله عليه وسلم فقالت: يا رسول الله، إن ابنتي أصابتها الحصبة، فامرق شعرها، وإني زوجتها، أفأصل فيه؟ فقال: (لعن الله الواصلة والمستوصلة).
“Ada seorang wanita bertanya kepada Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam: “Wahai Rasulullah, anak gadis saya terkena penyakit yang membuat rontok rambutnya dan saya hendak menikahkannya, apakah boleh saya sambung rambutnya?” Beliau bersabda: “Allah melaknat wanita penyambung rambut dan yang disambung rambutnya.” (HR. Bukhari No. 5941, Al Baihaqi, As Sunan Al Kubra, No. 4025)
Dari Ibnu Umar Radhiallahu ‘Anhuma, katanya bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:
لعن الله الواصلة والمستوصلة والواشمة والمستوشمة
“Allah melaknat wanita penyambung rambut dan yang disambung rambutnya, dan wanita pembuat tato dan yang bertato.” (HR. Bukhari No. 5937, 5940, 5948, Muslim No. 2124, At Tirmidzi No. 1759, 2783)
Dari Abdullah bin Mas’ud Radhiallahu ‘Anhu, dia berkata:
لعن الله الواشمات والمستوشمات والمتنمصات والمتفلجات للحسن المغيرات خلق الله
“Allah melaknat wanita pembuat tato dan yang bertato, wanita yang dicukur alis, dan dikikir giginya, dengan tujuan mempercantik diri mereka merubah ciptaan Allah Ta’ala.” (HR. Bukhari No. 5943, 5948, Muslim No. 2125, Ibnu Hibban No. 5504, Ad Darimi No. 2647, Abu Ya’la No. 5141)
Pada tahun haji, Muawiyah naik ke mimbar sambil membawa jalinan rambut, lalu dia berkata:
أين علماؤكم؟ سمعت رسول الله صلى الله عليه وسلم ينهى عن مثل هذه، ويقول: (إنما هلكت بنو إسرائيل حين اتخذ هذه نساؤهم).
“Di mana ulama kalian? Aku mendengar Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam melarang semisal ini, dan Beliau bersabda: Sesungguhnya binasanya Bani Israel adalah ketika kaum wanita mereka menggunakan ini.” (HR. Bukhari No. 5932, Muslim No. 2127)
Nah, begitu juga dalam hal patung (At Timtsaal, jamaknya At Tamaatsiil) ... walaupun patung tersebut indah dan antik, tetaplah haram karena memang banyak dalil yang datang secara khusus sebagai larangannya, bahkan Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam menghancurkannya, begitu pula para sahabatnya.
Di antaranya:
Dari Abu Thalhah Radhiallahu ‘Anhu, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:
لَا تَدْخُلُ الْمَلَائِكَةُ بَيْتًا فِيهِ كَلْبٌ وَلَا صُورَةٌ يُرِيدُ التَّمَاثِيلَ الَّتِي فِيهَا الْأَرْوَاحُ
“Malaikat tidak akan memasuki rumah yang di dalamnya terdapat anjing dan lukisan.” Maksudnya patung-patung makhluk bernyawa. (HR. Bukhari No. 4002)
Bahkan, para pembuat patung akan mendapatkan azab yang paling keras di akhirat nanti, sebagaimana riwayat berikut:
Muslim menceritakan: kami bersama Masruq di rumah Yasar bin Numair, kami melihat terdapat patung-patung (At Tamaatsiil), lalu Masruq berkata: aku mendengar Abdullah bin Mas’ud berkata: bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:
إِنَّ أَشَدَّ النَّاسِ عَذَابًا عِنْدَ اللَّهِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ الْمُصَوِّرُونَ
“Pada hari kiamat nanti, manusia paling keras azabnya di sisi Allah adalah para pelukis/pematung.” (HR. Bukhari No. 5950)
Riwayat lain:
إن أشد الناس عذابا يوم القيامة رجل قتل نبيا ، أو قتله نبي ، وإمام ضلالة ، وممثل من الممثلين
“Sesungguhnya manusia yang paling keras azabnya di hari kimat nanti adalah seseorang yang membunuh nabi, imam yang sesat, dan para pembuat patung.” (HR. Abu Ja’far Ath Thahawi dalam Musykilul Atsar No. 4. Syaikh Al Albani mengatakan: hasan. Lihat Shahihul Jami’ No. 1000)
Dalam riwayat lain, azab yang pali keras adalah untuk:
الَّذِينَ يُضَاهُونَ بِخَلْقِ اللَّهِ
“Orang-orang yang membuat serupaan dengan ciptaan Allah.” (HR. Bukhari No. 5954)
Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam memerintahkan menghancurkan patung-patung, sebagaimana riwayat berikut:
أَنَّ النَّبِيَّ صلى الله عليه وسلم أَمَرَ أَنْ تُطْمَسَ التَّمَاثِيلُ الَّتِي حَوْلَ الْكَعْبَةِ يَوْمَ فَتْحِ مَكَّةَ
Bahwa Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam memerintahkan untuk melenyapkan patung-patung yang ada di sekutar Ka’bah pada saat Fathul Makkah. (Al Mushannaf Ibnu Abi Syaibah No. 38098)
Shalat pun mesti menghindar tempat yang terdapat patung, Imam Bukhari menyebutkan dalam Shahihnya:
وَقَالَ عُمَرُ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ إِنَّا لَا نَدْخُلُ كَنَائِسَكُمْ مِنْ أَجْلِ التَّمَاثِيلِ الَّتِي فِيهَا الصُّوَرُ وَكَانَ ابْنُ عَبَّاسٍ يُصَلِّي فِي الْبِيعَةِ إِلَّا بِيعَةً فِيهَا تَمَاثِيلُ
Berkata Umar Radhiallahu ‘Anhu, ”Kami tidak akan memasuki gereja kalian di dalamnya terdapat patung-patung.” Dahulu Ibnu Abbas shalat di dalam Bi’ah (semacam tenmpat peribadatan Nasrani, pen) kecuali jika bi’ah itu ada patungnya. (Shahih Bukhari, Kitab Ash Shalah, Bab Ash Shalah fil Bi’ah)
Abi Al Hayyaj berkata: Ali Radhiallahu ‘Anhu berkata kepadaku:
أَلا أَبْعَثُكَ عَلَى مَا بَعَثَنِي عَلَيْهِ رَسُولُ اللهِ صلى الله عليه وسلم ؟ أَنْ لاَ أَمُرُّ بِقَبْرٍ إِلاَّ سَوَّيْتُهُ ، وَبِمَسْحِ التَّمَاثِيلِ
Ketahuilah, maukah aku sampaikan kepadamu hal yang pernah disampaikan Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam kepadaku? Janganlah membiarkan kuburan melainkan mesti diratakan, dan hendaknya melenyapkan patung-patung. (HR. Al Bazzar No. 911, Ath Thabarani, Al Mu’jam Ash Shaghir No. 152, Al Baihaqi dalam As Sunan Ash Shaghir No. 897, Al Hakim dalam Al Mustadrak No. 1366, katanya: “Shahih sesuai syarat Bukhari dan Muslim.” Ahmad No. 741, Syaikh Syu’aib Al Arnauth mengatakan: “Shahih, sesuai syarat Imam Muslimm semua perawinya tsiqat dan merypakanperawinya Bukhari dan Muslim, kecuali Al Hayyaj dia hanya perawi-nya Imam Muslim.” Lihat Tahqiq Musnad Ahmad No. 741)
Demikianlah masalah patung makhluk bernyawa. Walaupun dipandang indah, namun secara khusus hal itu dilarang bahkan dengan larangan yang begitu keras. Keharamannya sudah sangat dikenal bagi mereka yang dekat dengan kitab-kitab induk fiqih yang susun para fuqaha. Maka, sesungguhnya tidak selalu yang indah dan enak dinikmati itu mesti menjadi halal. Semuanya dikembalikan kepada timbangan Al Quran dan As Sunnah. Semoga Allah Ta’ala melindungi kita dari penyimpangan manusia yang berbicara tanpa ilmu.
Sekian.
Wallahu A’lam.

Farid Nu’man Hasan