um’at Yang Indah Di Mekkah Al Mukarramah
Islamedia - Selalu
ada kisah indah, dan juga dirindukan ketika kita bertandang kesana. Memandangi
bangunannya sembari melantunkan doa doa, saja sudah pasti mengalirkan sungai
kecil dipelupuk mata. Ingin lagi lagi dan lagi bersering sering bisa thawaf
disana. Semoga kita senantiasa dimudahkan untuk bisa menziarahinya. Bukankah
dalam Islam dikatakan, tiada perjalanan yang disyariatkan kecuali di tiga
tempat? Masjidil Haram, Masjid Nabawi, dan Masjidil Aqsa di Palestina?
Inilah perjalanan indah kami yang ingin sedikit kami kisahkan kepadamu, tentang kekaguman-kekaguman, tentang deru-deru hati, tentang keimanan, tentang ukhuwah Islamiyah yang jarang didapatkan lagi, meski beda bangsa, beda warna kulit, bahkan beda bahasa yang sedikit membuat kami sulit saling memahami, namun karena adanya ikatan keimanan diantara kami, bukan alasan untuk bisa saling berkomunikasi.
Hari
itu, lebih lain dari hari-hari biasanya, yah Yaumul Jum ah, atau kita sebut
dengan hari Jum at dalam bahasa Indonesia. Pagi diawali dengan sholat shubuh
dengan rokaat yang agak panjang, karena sang Imam membaca surat Sajadah, meski
tidak seluruh surat dibaca. Namun sungguh takmengurangi kekhusyukan jama'ah
karena bacaan indah imam masjidil haram shubuh kala itu, ya indah karena
tahsinnya, tajwidnya, juga iramanya. Hingga ketika semua tersungkur dan
bersujud tilawah, di tengah surat, yaitu ayat ke 15.
Tidak
setiap hari surat sajadah di bacakan dalam sholat, namun hari itu Jum at,
harinya Allah, hari yang dimuliakan, dimana kita disyari'atkan untuk banyak
istighfar, berdoa, dan shalawat kepada Rasulullah SAW. termasuk juga adalah
membaca surat-surat yang disunnahkan seperti halnya Al Kahfi, juga surat
Sajadah.
Ingatanku
seusai shubuh, terngiang dalam sebuah kuliah, di halaqah Qur an, musyrifah kami
menjelaskan tentang sujud tilawah, "Dari Abu Hurairah ra, ia berkata bahwa
Rasulullah SAW bersabda, 'Apabila anak Adam membaca ayat sajadah kemudian
sujud, maka menyingkirlah setan dan menangis seraya berkata : Oh celaka diriku,
Anak Adam disuruh bersujud, kemudian ia bersujud, maka baginya syurga,
sedangkan diriku disuruh bersujud namun aku enggan, maka yang kudapat adalah
neraka".
Terkait
sujud tilawah dalam shalat, apabila imam sujud maka makmum harus mengikuti,
namun jika tidak maka makmum juga tidak perlu bersujud. Ketika di masjidil
haram, imam melakukan sujud tilawah, maka kami para jama'ahpun harus ikut
serta, meski ada yang mungkin belum faham atau lupa, ada juga jama'ah yang
tidak bersujud, atau justru ruku' ketika seharusnya sujud tilawah. Disinilah
pentingnya ilmu dalam suatu ibadah, sehingga sempurnalah ibadah-ibadah yang
kita lakukan.
Jum
at di Makkah, terlihat lebih sesak dibanding hari-hari yang lain. Salah satu
sebabnya, disana hari itu adalah hari
libur. Kebijakan di Saudi hari libur adalah hari Kamis dan Jum at, mungkin
salah satu tujuannya adalah agar muslimin lebih khusyuk dalam beribadah dan
memuliakan hari Jum at.
Seperti
yang aku temui, sebuah keluarga yang kebetulan kuajak bercakap, mereka berasal
dari Buraida sebuah propinsi atau daerah dekat kota Riyadh, mengkhususkan
datang ke Masjidil Haram ketika week end di hari Jum at. Juga putri kecil
mereka yang bernama Nadaa kutanya "what day, usually you playing"?.
Gadis berusia 7,5 tahun itu menjawab dengan bahasa gado-gadonya"In
thursday, yaumul Khomis", kulihat dia sambil menghitung jarinya. "Oo
fiy yaumul Khomis", jawabku sambil manggut-manggut.
Juga
ketika siang menjelang dhuhur, ketika aku menunggu sholat Jum at, bertemu
dengan seorang ukhty kecil, berusia sebelas tahun, kutanya "masmuki?
" "Jannah",jawabnya. Dia sedang asyik dengan mushaf, sedang
menghafal surat At Thalaq rupanya. Ketika kutanya lagi "min aina
anti?", "ana min Jaddah" Aku hanya membulatkan bibir
"Ooo". Teringat penjelasan ustadz bahasa arab kami, orang sana tidak
menyebut kota Jeddah dengan Jeddah tapi Jaddah seperti asal katanya Jaddata yang
artinya "nenek", Ya Jaddah adalah sebuah kota tua maka disebut
Jaddata.
"Kam juz an hafazhti, yaa Jannah?", tanyaku kembali. Tampak dia membolak balikkan mushaf dan menunjukkan kepadaku "Juz 'Amma kholastu, tsumma juz Tabaarak,", jawabnya malu-malu. Kemudian kukatakan padanya "Al aan suratu Thalaaq??" kembali dia tersipu sambil tersenyum kecil, kemudian takkulanjutkan lagi pertanyaanku#(padahal bingung mau nanya apalagi, wong bahasa arabku terbatas hehe).
"Kam juz an hafazhti, yaa Jannah?", tanyaku kembali. Tampak dia membolak balikkan mushaf dan menunjukkan kepadaku "Juz 'Amma kholastu, tsumma juz Tabaarak,", jawabnya malu-malu. Kemudian kukatakan padanya "Al aan suratu Thalaaq??" kembali dia tersipu sambil tersenyum kecil, kemudian takkulanjutkan lagi pertanyaanku#(padahal bingung mau nanya apalagi, wong bahasa arabku terbatas hehe).
Kupandangi
gadis kecil itu kembali muncul kekaguman, Maha Suci Allah yang menciptakan para
penghafal qur an ketika masih belia seperti mereka, rasa sesalku kembali
terselip, kemana saja diri ini waktu seusia mereka? hingga kini sudah berusia
lebih dari seperempat abad baru sedikit dari kitab suciMu yang kuhafal? Padahal
Al Qur an tidak pernah bertambah juznya,. Namun dengan pertemuan tadi, terpacu
pula semangatku untuk terus menghafal kalamNya, takada kata terlambat untuk
bisa, untuk menyempurnakan salah satu kewajiban kita terhadap al quran yaitu
menghafalnya, juga mengamalkannya, serta mendakwahkannya.
Jum
at yang indah pula kala itu, aku dipertemukan dengan dua orang ukhty dari UEA,
dari Dubai tepatnya. Kisah yang membuat aku tersenyum mengingatnya. Ya
lagi-lagi karena keterbatasanku dalam berbahasa, dan seringkali bingung mau
menyampaikan sesuatu. Tapi syukurlah mereka shabar bercakap denganku, dengan
sering gonta-ganti bahasa dan sesekali menggunakan isyarat. Ahh indahnya
ukhuwah.
"Min
aina anti?" tanyaku pada salah satu dari mereka "Dubai,UEA"
Jawabnya, "Masmuki" tanyaku dengan bahasa arab yang itu-itu saja
"Umniyah wa hadzihi, Raudhah"?. Kemudian aku tanya ke Umniyah yang
nampak lebih dewasa daripada Raudhah "Hal hiya bintaki?" "Laa
hiya, ukhtiy", jawab Umniyah. Ups malu sok taunya aku ini. "Afwan ya
Umniyah". Kemudian dia menanyakanku "min aina anti?" "Ana
min Jakarta,Indonesia, hal anti ta'lamiina Indonesia"?
Umniyah menjawab dengan tersenyum serta nampak bingung, "Indonesia?Bali?I don't know Jakarta, but Bali Singapore, Malaysia i know" jawabnya dalam bahasa Inggris. Karena diawal aku sudah katakan padanya, bahwa "Atahaddatsu 'arobiyah qoliilan and speak English little" dan kami tertawa bersama dengan sebelumnya dia mengulang kata-kataku tadi. Dalam hatiku ah peduli amat, pede sajalah yang penting kami nyambung.
Umniyah menjawab dengan tersenyum serta nampak bingung, "Indonesia?Bali?I don't know Jakarta, but Bali Singapore, Malaysia i know" jawabnya dalam bahasa Inggris. Karena diawal aku sudah katakan padanya, bahwa "Atahaddatsu 'arobiyah qoliilan and speak English little" dan kami tertawa bersama dengan sebelumnya dia mengulang kata-kataku tadi. Dalam hatiku ah peduli amat, pede sajalah yang penting kami nyambung.
Seperti
ketika dia bertanya kurang lebih tentang jam berapa waktu dhuhur tiba dalam
bahasa arab? Aku nampak sedikit bingung karena ingat dalam menjawab jam itu ada
rumusnya(halah teori bingit) maklum lagi belajar. Dhuhur kebetulan jam 12:35
atau 13 kurang 25 menit waktu Makkah, kemudian Umniyah menyuruhku, membukakan
angka dalam halaman mushaf jika bingung hehe. Kemudian aku buka saja mushaf di
halaman 25 setelah kusebutkan sebelumnya angka 13 dalam bahasa arab
"tsalata 'asyara" kemudian dia menyempurnakan kalimatku "oo
tsalaatsata 'asyara ila khomsata wa 'isyruun, sambil manggut-manggut" Baru
setelah itu aku ingat o iya ya..
Hmm
betapa menderitanya, dan sedihnya ketika kita belum memahami dan menguasai suatu
bahasa, seperti halnya bahasa Arab, bahasa yang sangat penting, dia adalah alat
untuk kita bisa memahami agama ini, dia juga bahasanya ahli syurga, meski bukan
jaminan bahwa yang fashih bahasa arab pasti masuk syurga. Ataupun ketika mau
masuk syurga harus sudah bisa berbahasa arab ketika di dunia. Namun bahasa Arab
itu sarana, wajib kita pelajari sebagai seorang muslim, karena agama ini(al
quran) diturunkan dalam bahasa Arab, bukan yang lain.
Akhirnya
kesedihanku jum at siang itu bertambah ketika khatib, lagi-lagi syaikh
Abdurrahman As Syudais yang bersuara merdu, membawakan khutbah yang sangat
bersemangat, saat itu aku hanya bisa mengira-ira, pastilah itu nasihat yang
baik bagi kita kaum muslimin. Aku hanya
bisa merekam khutbah beliau, bila suatu saat ustadz-ustadz kami mau menerangkan
apa isinya, ataupun mudah-mudahan aku sendiri suatu saat nanti masih bisa
menyetel ulang lantas mengartikannya.
Dan
ternyata isi khutbah beliau itu memang bagus yaitu tentang pentingnya
kepemimpinan, hakikat baiat, dan kewajiban taat kepada pemimpin, demikian
terjemah salah satu ustadz kami saat kusampaikan apa isi khutbah jum at tempo
hari di Masjidil haram.
Semoga
ketika nanti kita diberikan kesempatan kembali melakukan perjalanan indah itu,
bekal kita kian cukup, tentang ilmu yang lebih banyak, hingga ibadah-ibadah
kian sempurna. Karena syarat diterimanya ibadah adalah Ikhlas dan
ittibaurrasul. Dan semua itu hanya bisa diraih dengan Ilmu. Semuanya kita
mohonkan hanya kepadaNya Sang Maha IlmuNya, Yang Maha Memampukan segala urusan.
Wallahua'lam
Wallahua'lam