Wawancara Eksklusif, Kisah Teladan Keluarga Cinta Almarhum Datuk Nik Abdul Aziz Nik Mat
Islamedia.co - Hidup bersama selama 53 tahun sudah pasti memberikan kesan kepada diri seseorang, apalagi insan itu seorang suami penyayang yang lebih dikenal sebagai Tok Guru, juga menjadi pemimpin disayangi umat, di dalam dan luar negara.
“Nanti abang tak dok (meninggal dunia) lepas ni, sapo nak jago Yah,” itulah kata-kata yang membuatkan hati saya sedih ketika mengenangkan suami yang baru sehari meninggalkan saya buat selama-lamanya.
Kata-kata Abang itu yang disampaikan tiga hari sebelum meninggal dunia, ketika dirawat di Hospital Universiti Sains Malaysia (HUSM). Kala itu saya menjawab perkataan Abang dengan senyuman, sambil memegang tangan beliau, sosok yang selama ini telah hidup bersama dalam suka dan duka dengan saya.
Sambil menggenggam tangan Abang, saya menjawab : “anak-anak kita kan ada, mereka boleh jaga saya sampai bila-bila. Abang janganlah risau,”
(Perasaan mendalam Diluapkan oleh Tuan Sabariah sembari mengusap air mata dengan tisu yang diberikan oleh tamu yang datang berkunjung).
Kini, anak-anaklah yang akan menjadi teman saya, menghilangkan kesunyian hidup saya. meskipun baru sehari, saya sangat merindukanya.
Hari ini saya dan semua anak-anak sejak pagi berziarah ke kubur. Dalam keadaan hati yang sedih dan Ikhlas dengan ketentuan ALLAH SWT, saya sedekahkan Al-Fatihah dan ayat suci al-Quran kepada suami tercinta di kuburnya.
Saya ikhlas dan saya juga tidak 'berhutang' apa-apa lagi dengan Abang. Saya memang menjaga abang sepenuh hati saya sebagai seorang isteri sebagaimana yang Abang harapkan selama ini, walaupun saya juga kadang kala diuji dengan kesehatan yang tidak menentu.
Sebelum ini, makan, minum dan pakaian Abang dijaga dengan baik. Makanan sentiasa terhidang untuk suami tersayang dan tidak pernah sekalipun saya menyuruhnya mengambil sendiri.
Hanya saja, ada sedikit berbeda pada beberapa bulan lalu, Abang menyediakan sendiri minumannya tanpa bantuan saya.
Saya menghormati Abang, memang Abang seorang insan istimewa yang tiada ada gantinya bagi saya. (Beliau terus mengusap air mata dan berusaha tetap tegar dengan melemparkan senyuman kepada hadirin).
Walaupun Abang seorang Menteri Besar dan pemimpin masyarakat, namun abang bukanlah seorang yang pilih-pilih, terutamanya dalam soal memilih makanan.
Saya yakin setiap isteri di dunia ini akan sangan mengharapkan seorang suami seperti Abang, sosok yang bersahaja dan saya beruntung bisa menjadi istrinya.
Masakan kampung adalah kesukaan Abang, merupakan menu keseharianya, kadang ada lauk ikan air tawar dengan kuah.
(Sambil mengingat-ingat kisah hidupnya sebagai suami isteri, Tuan Sabariah juga memberitahukan bahwa setiap malam dia mengurut dan melumuri minyak di tubuh Tok Guru sebelum tidur).
Saya selalu ingat kata-kata Abang, semua harta sudah diberikan kepada anak-anak. Harta yang dimaksudkan adalah ilmu untuk menjadikan anak-anak yang soleh, berguna kepada agama dan bangsa.
Memang Abang sangat mementingkan Ilmu kepada anak-anak, karena menurut Abang dengan Ilmu akan menaikan darjat yang paling tinggi di akhirat.
Hal itulah yang sentiasa menjadi pesanan abang kepada semua anak-anak.
Selain mementingkan Ilmu bagi anak-anak, Abang adalah seorang yang penyayang. Masih terbayang-bayang tiga hari sebelum Abang menghembuskan nafas terakhirnya, kami semua tertawa bersama apabila Abang mengenyit mata kepada saya ketika terbaring di Rumah Sakit.
Saya membalasnya dengan senyuman yang penuh ikhlas dari hati saya sambil menggenggam tangannya.
Meskipun Abang tidak gagah seperti dulu namun Abang masih terus menghibur hati saya dengan bersikap demikian karena Abang tahu, saya terlalu mengkhawatirkan kesehatan Abang.
Saya sangat kagum, Abang masih saja menghiburkan saya walaupun dalam keadaan uzur.
Saya sangat bersyukur dikaruniai seorang suami yang baik, terus menjaga batas-batas saya sebagai seorang Muslim.
Pernah satu ketika, saya membicarakan keburukan seseorang. Abang mencolek saya, tapi lama-lama semakin kuat. Nampaknya Abang tidak menyukai saya membicarakan sesuatu yang tidak baik.
Ada lagi hal yang sangat luar biasa, meskipun dalam kondisi sakitnya, Abang menyempatkan diri bangun di sepertiga malam untuk menunaikan Sholat Tahajjud.
Suatu ketika saya sangat terharu, ketika waktu itu kira-kira jam 3 pagi saya mendengar Abang sedang melantunkan ayat-ayat suci Al-Quran dalam Tahajudnya dan kemudian bacaannya agak dinaikan volumenya agar membangunkan saya dari tidur.
Memang inilah amalan Abang sejak dahulu, Abang tidak pernah meninggalkan Sholat Tahajjud meskipun kadang-kadang baru pulang jam 2 pagi sampai rumah (ketika menjadi Menteri Besar).Tahajud tetap menjadi sesuatu yang utama bagi Abang.
Terkait Sholat Fardhu Abang juga sangat luar biasa, Abang sangat mengutamakan Sholat. Sudah menjadi kebiasaanya, setengah jam sebelum masuk waktu, Abang sudah mengambil air Wudhu.
Pernah Abang menjelaskan masalah Sholat dengan perumpamaan kepada saya. Kata Abang, Sholat itu seperti menghadiri Majlis Kenduri, jika terlambat datang sudah pasti lauk-pauk sudah tidak lengkap lagi. Begitu juga dengan Sholat, jangan suka menunda-nunda atau terlambat menunaikanya.
(Sekali lagi air mata Tuan Sabariah mengalir dan para tamu yang berada di ruangan tersebut juga berkaca-kaca).
Dalam kesempatan itu, Tuan Sabariah mengenakan baju kesukaan Tok Guru.
Sembari menjelaskan kepada tamu yang hadir, Tuan Sabariah menceritakan baju yang digunakanya. Baju inilah (baju kurung kain kapas krim berbunga kecil) yang Abang paling suka kalau saya memakainya, Abang sering memuji corak yang katanya begitu sesuai dengan saya. Abang tidak suka saya pakai baju warna terang dan bunga besar dan banyak.
Pernah suatu ketika, ada seorang teman memberikan saya baju namun saya hanya menggunakan beberapa kali, selebihnya disimpan.
Hal ini karena Abang pernah menegur saya dengan sambil bergurau, “Yah nampak tua pakai macam itu." Saya hanya membalas dengan senyuman dan terus menyimpan baju itu dan tidak dipakai lagi.
Bagi saya, apa yang terbaik menurut Abang adalah yang terindah bagi saya. Walaupun hal pakaian adalah perkara sederhana apapun, namun itulah keutamaan bagi saya untuk menjadi isteri yang patuh kepada suami.
Dikutip dari ungkapan hati Datin Tuah Sabariah Tuan Ishak, istri Almarhum Mursyidul Am PAS, Datuk Nik Abdul Aziz Nik Mat dalam wawancara eksklusif, dengan wartawan Sinar Harian, Rosmiza Kasim dan Siti Fatihah Awang di kediaman beliau sehari setelah kepergian sang suami yang dicintai itu.
[sinarharian/islamedia/im]
“Nanti abang tak dok (meninggal dunia) lepas ni, sapo nak jago Yah,” itulah kata-kata yang membuatkan hati saya sedih ketika mengenangkan suami yang baru sehari meninggalkan saya buat selama-lamanya.
Kata-kata Abang itu yang disampaikan tiga hari sebelum meninggal dunia, ketika dirawat di Hospital Universiti Sains Malaysia (HUSM). Kala itu saya menjawab perkataan Abang dengan senyuman, sambil memegang tangan beliau, sosok yang selama ini telah hidup bersama dalam suka dan duka dengan saya.
Sambil menggenggam tangan Abang, saya menjawab : “anak-anak kita kan ada, mereka boleh jaga saya sampai bila-bila. Abang janganlah risau,”
(Perasaan mendalam Diluapkan oleh Tuan Sabariah sembari mengusap air mata dengan tisu yang diberikan oleh tamu yang datang berkunjung).
Kini, anak-anaklah yang akan menjadi teman saya, menghilangkan kesunyian hidup saya. meskipun baru sehari, saya sangat merindukanya.
Hari ini saya dan semua anak-anak sejak pagi berziarah ke kubur. Dalam keadaan hati yang sedih dan Ikhlas dengan ketentuan ALLAH SWT, saya sedekahkan Al-Fatihah dan ayat suci al-Quran kepada suami tercinta di kuburnya.
Saya ikhlas dan saya juga tidak 'berhutang' apa-apa lagi dengan Abang. Saya memang menjaga abang sepenuh hati saya sebagai seorang isteri sebagaimana yang Abang harapkan selama ini, walaupun saya juga kadang kala diuji dengan kesehatan yang tidak menentu.
Sebelum ini, makan, minum dan pakaian Abang dijaga dengan baik. Makanan sentiasa terhidang untuk suami tersayang dan tidak pernah sekalipun saya menyuruhnya mengambil sendiri.
Hanya saja, ada sedikit berbeda pada beberapa bulan lalu, Abang menyediakan sendiri minumannya tanpa bantuan saya.
Saya menghormati Abang, memang Abang seorang insan istimewa yang tiada ada gantinya bagi saya. (Beliau terus mengusap air mata dan berusaha tetap tegar dengan melemparkan senyuman kepada hadirin).
Walaupun Abang seorang Menteri Besar dan pemimpin masyarakat, namun abang bukanlah seorang yang pilih-pilih, terutamanya dalam soal memilih makanan.
Saya yakin setiap isteri di dunia ini akan sangan mengharapkan seorang suami seperti Abang, sosok yang bersahaja dan saya beruntung bisa menjadi istrinya.
Masakan kampung adalah kesukaan Abang, merupakan menu keseharianya, kadang ada lauk ikan air tawar dengan kuah.
(Sambil mengingat-ingat kisah hidupnya sebagai suami isteri, Tuan Sabariah juga memberitahukan bahwa setiap malam dia mengurut dan melumuri minyak di tubuh Tok Guru sebelum tidur).
Saya selalu ingat kata-kata Abang, semua harta sudah diberikan kepada anak-anak. Harta yang dimaksudkan adalah ilmu untuk menjadikan anak-anak yang soleh, berguna kepada agama dan bangsa.
Memang Abang sangat mementingkan Ilmu kepada anak-anak, karena menurut Abang dengan Ilmu akan menaikan darjat yang paling tinggi di akhirat.
Hal itulah yang sentiasa menjadi pesanan abang kepada semua anak-anak.
Selain mementingkan Ilmu bagi anak-anak, Abang adalah seorang yang penyayang. Masih terbayang-bayang tiga hari sebelum Abang menghembuskan nafas terakhirnya, kami semua tertawa bersama apabila Abang mengenyit mata kepada saya ketika terbaring di Rumah Sakit.
Saya membalasnya dengan senyuman yang penuh ikhlas dari hati saya sambil menggenggam tangannya.
Meskipun Abang tidak gagah seperti dulu namun Abang masih terus menghibur hati saya dengan bersikap demikian karena Abang tahu, saya terlalu mengkhawatirkan kesehatan Abang.
Saya sangat kagum, Abang masih saja menghiburkan saya walaupun dalam keadaan uzur.
Saya sangat bersyukur dikaruniai seorang suami yang baik, terus menjaga batas-batas saya sebagai seorang Muslim.
Romantisnya Datuk Nik Abdul Aziz Nik Mat dengan Istri Tercinta |
Pernah satu ketika, saya membicarakan keburukan seseorang. Abang mencolek saya, tapi lama-lama semakin kuat. Nampaknya Abang tidak menyukai saya membicarakan sesuatu yang tidak baik.
Ada lagi hal yang sangat luar biasa, meskipun dalam kondisi sakitnya, Abang menyempatkan diri bangun di sepertiga malam untuk menunaikan Sholat Tahajjud.
Suatu ketika saya sangat terharu, ketika waktu itu kira-kira jam 3 pagi saya mendengar Abang sedang melantunkan ayat-ayat suci Al-Quran dalam Tahajudnya dan kemudian bacaannya agak dinaikan volumenya agar membangunkan saya dari tidur.
Memang inilah amalan Abang sejak dahulu, Abang tidak pernah meninggalkan Sholat Tahajjud meskipun kadang-kadang baru pulang jam 2 pagi sampai rumah (ketika menjadi Menteri Besar).Tahajud tetap menjadi sesuatu yang utama bagi Abang.
Terkait Sholat Fardhu Abang juga sangat luar biasa, Abang sangat mengutamakan Sholat. Sudah menjadi kebiasaanya, setengah jam sebelum masuk waktu, Abang sudah mengambil air Wudhu.
Pernah Abang menjelaskan masalah Sholat dengan perumpamaan kepada saya. Kata Abang, Sholat itu seperti menghadiri Majlis Kenduri, jika terlambat datang sudah pasti lauk-pauk sudah tidak lengkap lagi. Begitu juga dengan Sholat, jangan suka menunda-nunda atau terlambat menunaikanya.
(Sekali lagi air mata Tuan Sabariah mengalir dan para tamu yang berada di ruangan tersebut juga berkaca-kaca).
Dalam kesempatan itu, Tuan Sabariah mengenakan baju kesukaan Tok Guru.
Sembari menjelaskan kepada tamu yang hadir, Tuan Sabariah menceritakan baju yang digunakanya. Baju inilah (baju kurung kain kapas krim berbunga kecil) yang Abang paling suka kalau saya memakainya, Abang sering memuji corak yang katanya begitu sesuai dengan saya. Abang tidak suka saya pakai baju warna terang dan bunga besar dan banyak.
Baju kesukaan Tok Guru yang dipakai Tuan Sabariah semalam akan menjadi kenangan untuk selama-lamanya. |
Pernah suatu ketika, ada seorang teman memberikan saya baju namun saya hanya menggunakan beberapa kali, selebihnya disimpan.
Hal ini karena Abang pernah menegur saya dengan sambil bergurau, “Yah nampak tua pakai macam itu." Saya hanya membalas dengan senyuman dan terus menyimpan baju itu dan tidak dipakai lagi.
Bagi saya, apa yang terbaik menurut Abang adalah yang terindah bagi saya. Walaupun hal pakaian adalah perkara sederhana apapun, namun itulah keutamaan bagi saya untuk menjadi isteri yang patuh kepada suami.
Dikutip dari ungkapan hati Datin Tuah Sabariah Tuan Ishak, istri Almarhum Mursyidul Am PAS, Datuk Nik Abdul Aziz Nik Mat dalam wawancara eksklusif, dengan wartawan Sinar Harian, Rosmiza Kasim dan Siti Fatihah Awang di kediaman beliau sehari setelah kepergian sang suami yang dicintai itu.
[sinarharian/islamedia/im]